Wanita yang
Ingin Bertaubat dari Zina
Berikut ada kisah yang bisa diambil
pelajaran mengenai wanita yang ingin bertaubat dari zina dengan ingin menjalani
hukuman rajam. Hukuman rajam dikenakan bagi orang yang telah menikah lantas
berzina dengan cara dilempar batu hingga mati. Siapa yang menjalani hukuman ini
yang dijalankan oleh pemerintahan muslim (bukan individu atau kelompok Islam
tertentu), maka dosanya bisa dimaafkan. Ini bagi orang yang benar-benar jujur
dalam bertaubat dan menyesali dosa yang telah ia perbuat.
Adapun ketika hukum ini tidak dijalankan oleh penguasa,
maka hendaklah pelaku zina bertaubat dengan sungguh-sungguh, benar-benar
menyesali dosanya, meninggalkan dosa tersebut dan bertekad tidak lagi
mengulanginya.
Dari Abu Nujaid ‘Imran bin Al Hushain Al Khuza’i, ia
berkata,
أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ أَتَتْ
نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَهِىَ حُبْلَى مِنَ الزِّنَى فَقَالَتْ يَا
نَبِىَّ اللَّهِ أَصَبْتُ حَدًّا فَأَقِمْهُ عَلَىَّ فَدَعَا نَبِىُّ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- وَلِيَّهَا فَقَالَ « أَحْسِنْ إِلَيْهَا فَإِذَا وَضَعَتْ
فَائْتِنِى بِهَا ». فَفَعَلَ فَأَمَرَ بِهَا نَبِىُّ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- فَشُكَّتْ عَلَيْهَا ثِيَابُهَا ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَرُجِمَتْ ثُمَّ صَلَّى
عَلَيْهَا فَقَالَ لَهُ عُمَرُ تُصَلِّى عَلَيْهَا يَا نَبِىَّ اللَّهِ وَقَدْ
زَنَتْ فَقَالَ « لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ قُسِمَتْ بَيْنَ سَبْعِينَ مِنْ
أَهْلِ الْمَدِينَةِ لَوَسِعَتْهُمْ وَهَلْ وَجَدْتَ تَوْبَةً أَفْضَلَ مِنْ أَنْ
جَادَتْ بِنَفْسِهَا لِلَّهِ تَعَالَى »
Ada
seorang wanita dari Bani Juhainah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam sedangkan ia dalam keadaan hamil karena zina. Wanita ini lalu berkata kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Rasulullah, aku telah
melakukan sesuatu yang perbuatan tersebut layak mendapati hukuman rajam.
Laksanakanlah hukuman had atas diriku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
lantas memanggil wali wanita tersebut lalu beliau berkata pada walinya,
“Berbuat baiklah pada wanita ini dan apabila ia telah melahirkan
(kandungannya), maka datanglah padaku (dengan membawa dirinya).”
Wanita
tersebut pun menjalani apa yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Setelah itu, beliau meminta wanita tersebut dipanggil
dan diikat pakaiannya dengan erat (agar tidak terbuka auratnya ketika menjalani
hukuman rajam, -pen). Kemudian saat itu diperintah untuk dilaksanakan hukuman
rajam. Setelah matinya wanita tersebut, beliau menyolatkannya. ‘Umar pun
mengatakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Engkau
menyolatkan dirinya, wahai Nabi Allah, padahal dia telah berbuat zina?”
Beliau bersabda, “Wanita ini telah bertaubat dengan taubat yang seandainya
taubatnya tersebut dibagi kepada 70 orang dari penduduk Madinah maka itu bisa
mencukupi mereka. Apakah engkau dapati taubat yang lebih baik dari seseorang
mengorbankan jiwanya karena Allah Ta’ala?” (HR. Muslim no. 1696).
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1)Wanita
tersebut termasuk sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi orang
sholih pun masih ada kemungkinan untuk terjerumus dalam zina.
2) Zina
termasuk dosa besar.
3) Hukuman
rajam dijalani dengan melempar batu hingga mati, batu di sini tidaklah terlalu
besar dan tidak terlalu kecil. Hukuman raja mini dikenakan pada muhshon,
yaitu orang yang sudah menikah lantas berzina.
4) Orang
yang dikenai hukuman raja mini atas hikmah dari Allah tidaklah diperintahkan
dipenggal dengan pedang. Namun ia dilempari batu sehingga ia bisa merasakan
siksa sebagai timbal balik dari kelezatan zina yang haram yang telah ia
rasakan. Karena orang yang berzina telah merasakan kelezatan yang haram dengan
seluruh badannya, jadi jasadnya disiksa sekadar dengan nikmat haram yang ia
rasakan.
5) Boleh
seseorang mengakui dirinya telah berzina pada penguasa untuk membersihkan
dosanya dengan menjalani hukuman had, bukan untuk maksud menyebarkan aibnya.
Jika seseorang ingin menyebarkan aibnya sendiri bahwa ia telah menzinai orang
lain, maka dosa ini tidak dimaafkan. Dari Abu Hurairah, beliau mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ
أُمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنَ الْمَجَانَةِ أَنْ
يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ
، فَيَقُولَ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا ، وَقَدْ بَاتَ
يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
“Setiap
umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan dalam bermaksiat. Yaitu
seseorang yang telah berbuat dosa di malam hari lantas di pagi harinya ia
berkata bahwa ia telah berbuat dosa ini dan itu padahal Allah telah menutupi
dosanya. Pada malam harinya, Allah telah menutupi aibnya, namun di pagi harinya
ia membuka sendiri aib yang telah Allah tutupi.” (HR. Bukhari no. 6069 dan
Muslim no. 2990).
6) Apakah seseorang harus melaporkan
tindakan zinanya pada penguasa sehingga mendapat hukuman had atau ia sebaiknya
menyembunyikannya sembari bertaubat?
Syaikh
Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menyatakan bahwa dalam hal
ini ada rincian.
Rincian
pertama: jika seseorang yang berzina dapat melakukan taubat nashuha (taubat yang tulus),
ia betul-betul menyesali dosanya dan bertekad tidak akan melakukannya lagi, maka lebih baik
ia tidak pergi pada penguasa untuk melaporkan tindakan zina yang telah ia
lakukan dan ia melakukan taubat secara sembunyi-sembunyi. Moga Allah menerima
taubatnya.
Rincian
kedua: jika seseorang sulit melakukan taubat nashuha, ia takut terjerumus lagi
dalam dosa yang sama, maka lebih baik ia mengakui perbuatan zinanya dengan
melapor pada penguasa atau pada qodhi (hakim), lantas ia dikenai hukuman had.
7) Wanita
hamil tidak dikenai hukuman had sampai ia melahirkan kandungannya. Jika hukuman
cambuk dilaksanakan bagi orang yang belum menikah lantas berzina, maka menunggu
sampai wanita itu suci dari nifasnya. Bila hukuman rajam dijalankan maka
menunggu sampai kebutuhan susu pada anak tersebut sudah tercukupi walau dengan
penyusuan pada wanita lain.
8) Hukuman
dunia bisa menghapuskan dosa orang yang berbuat maksiat asal disertai dengan
taubat dan penyesalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar