PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
DI INDONESIA
Apabila kita
simak bersama, bahwa dalam pendidikan atau mendidik tidak hanya sebatas
mentransfer ilmu saja, namun lebih jauh dan pengertian itu yang lebih utama
adalah dapat mengubah atau membentuk karakter dan watak seseorang agar menjadi
lebih baik, lebih sopan dalam tataran etika maupun estetika maupun perilaku
dalam kehidupan sehari-hari.
Memang idealnya demikian. Namun
apa yang terjadi di era sekarang? Banyak kita jumpai perilaku para anak didik
kita yang kurang sopan, bahkan lebih ironis lagi sudah tidak mau menghormati
kepada orang tua, baik guru maupun sesama. Banyak kalangan yang mengatakan
bahwa “watak” dengan “watuk” (batuk) sangat tipis perbedaannya. Apabila “watak”
bisa terjadi karena sudah dari sononya atau bisa juga karena faktor bawaan yang
sulit untuk diubah, namun apabila “watak” = batuk, mudah disembuhkan dengan
minum obat batuk. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jelas hal ini tidak dapat
terlepas adanya perkembangan atau laju ilmu pengetahuan dan teknologi serta
informasi yang mengglobal, bahkan sudah tidak mengenal batas-batas negara
hingga mempengaruhi ke seluruh sendi kehidupan manusia.
Makna Pendidikan
Banyak kalangan memberikan makna
tentang pendidikan sangat beragam, bahkan sesuai dengan pandangannya
masing-masing. Azyumardi Azra dalam buku “Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi
dan Demokratisasi”, memberikan pengertian tentang “pendidikan” adalah merupakan
suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk
menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan
efisien. Bahkan ia menegaskan, bahwa pendidikan lebih sekedar pengajaran,
artinya, bahwa pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara
membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu.
Di samping itu, pendidikan adalah suatu hal yang
benar-benar ditanamkan selain menempa fisik, mental dan moral bagi
individu-individu, agar mereka menjadi manusia yang berbudaya, sehingga
diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia yang diciptakan Allah Tuhan
Semesta Alam sebagai makhluk yang sempurna dan terpilih sebagai khalifahNya di
muka bumi ini yang sekaligus menjadi warga negara yang berarti dan bermanfaat
bagi suatu negara.
Perkembangan Pendidikan
Bangkitnya dunia pendidikan yang
dirintis oleh Pahlawan kita Ki Hadjar Dewantara untuk menentang penjajah pada
massa lalu, sungguh sangat berarti apabila kita cermati dengan saksama. Untuk
itu tidak terlalu berlebihan apabila bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar
memperingati hari Pendidikan Nasional yang jatuh setiap tanggal 2 Mei ini,
sebagai bentuk refteksi penghargaan sekaligus bentuk penghormatan yang tiada
terhingga kepada para Perintis Kemerdekaan dan Pahlawan Nasional. Di samping
itu, betapa jiwa nasionalisme dan kejuangannya serta wawasan kebangsaan yang
dimiliki para pendahulu kita sangat besar, bahkan rela berkorban demi nusa dan
bangsa. Lantas bagaimana perkembangan sekarang? Sangat ironis, memang. Banyak
para pemuda kita yang tidak memiliki jiwa besar, bahkan sangat mengkhawatirkan,
janganjangan terhadap lagu kebangsaan kita pun sudah tidak hafal, jangankan
menghayati. Namun, kita sangat yakin dan semakin sadar, bahwa hanya melalui
dunia pendidikanlah bangsa kita akan menjadi maju, sehingga dapat mengejar
ketertinggalan dengan bangsa lain di dunia, sekaligus merupakan barometer
terhadap kualitas sumber daya manusia.
Krisis moneter yang berlanjut dalam krisis ekonomi
yang terjadi hingga puncaknya ditandai dengan jatuhnya rezim Soeharto dari
kekuasaannya pada Mei 1998 yang lalu, telah mendorong reformasi bukan hanya
dalam bidang politik dan ekonomi saja, melainkan juga terimbas dalam dunia
pendidikan juga. Reformasi dalam bidang pendidikan, pada dasarnya merupakan
reposisi dan bahkan rekonstruksi pendidikan secara keseluruhan atau secara
komprehensif integral. Reformasi, reposisi dan rekonstruksi pendidikan jelas
harus melibatkan penilaian kembali secara kritis pencapaian dan masalah-masalah
yang dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Apabila kita amati secara garis besar, pencapaian
pendidikan nasional kita masih jauh dan harapan, apalagi untuk mampu bersaing
secara kompetitif dengan perkembangan pendidikan pada tingkat global. Baik
secara kuantitatif maupun kualitatif, pendidikan nasional masih memiliki banyak
kelemahan mendasar. Bahkan pendidikan nasional, menurut banyak kalangan, bukan
hanya belum berhasil meningkatkan kecerdasan dan keterampilan anak didik,
melainkan gagal dalam membentuk karakter dan watak kepribadian (nation and
character building), bahkan terjadi adanya degradasi moral.
Reformasi Pendidikan
Kita harus sadar, bahwa
pembentukan karakter dan watak atau kepribadian ini sangat penting, bahkan
sangat mendesak dan mutlak adanya (tidak bisa ditawar-tawar lagi). Hal ini
cukup beralasan. Mengapa mutlak diperlukan? Karena adanya krisis yang terus
berkelanjutan melanda bangsa dan negara kita sampai saat ini belum ada solusi
secara jelas dan tegas, lebih banyak berupa wacana yang seolah-olah bangsa ini
diajak dalam dunia mimpi. Tentu masih ingat beberapa waktu yang lalu Pemerintah
mengeluarkan pandangan, bahwa bangsa kita akan makmur, sejahtera nanti di tahun
2030. Suatu pemimpin bangsa yang besar untuk mengajak bangsa atau rakyatnya
menjadi “pemimpi” dalam menggapai kemakmuran yang dicita-citakan.
Banyak kalangan masyarakat yang mempunyai pandangan
terhadap istilah “kelatahan sosial” yang terjadi akhir-akhir ini. Hal ini
memang terjadi dengan berbagai peristiwa, seperti tuntutan demokrasi yang
diartikan sebagai kebebasan tanpa aturan, tuntutan otonomi sebagai kemandirian
tanpa kerangka acuan yang mempersatukan seluruh komponen bangsa, hak asasi
manusia yang terkadang mendahulukan hak daripada kewajiban. Pada akhirnya
berkembang ke arah berlakunya hukum rimba yang memicu kesukubangsaan
(ethnicity). Kerancuan ini menyebabkan orang frustasi dan cenderung meluapkan perasaan
tanpa kendali dalam bentuk “amuk massa atau amuk sosial”.
Berhadapan dengan berbagai masalah dan tantangan,
pendidikan nasional pada saat yang sama (masih) tetap memikul peran
multidimensi. Berbeda dengan peran pendidikan pada negara-negara maju, yang
pada dasarnya lebih terbatas pada transfer ilmu pengetahuan, peranan pendidikan
nasional di Indonesia memikul beban lebih berat Pendidikan berperan bukan hanya
merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetap lebih luas lagi sebagai
pembudayaan (enkulturisasi) yang tentu saja hal terpenting dan pembudayaan itu
adalah pembentukan karakter dan watak (nation and character building), yang
pada gilirannya sangat krusial bagi notion building atau dalam bahasa lebih
populer menuju rekonstruksi negara dan bangsa yang lebih maju dan beradab.
Oleh karena itu, reformasi pendidikan sangat mutlak
diperlukan untuk membangun karakter atau watak suatu bangsa, bahkan merupakan
kebutuhan mendesak. Reformasi kehidupan nasional secara singkat, pada intinya
bertujuan untuk membangun Indonesia yang lebih genuinely dan authentically
demokratis dan berkeadaban, sehingga betul-betul menjadi Indonesia baru yang
madani, yang bersatu padu (integrated). Di samping itu, peran pendidikan
nasional dengan berbagai jenjang dan jalurnya merupakan sarana paling strategis
untuk mengasuh, membesarkan dan mengembangkan warga negara yang demokratis dan
memiliki keadaban (civility) kemampuan, keterampilan, etos dan motivasi serta
berpartisipasi aktif, merupakan ciri dan karakter paling pokok dari suatu
masyarakat madani Indonesia. Jangan sampai yang terjadi malah kekerasan yang
meregenerasi seperti halnya yang terjadi di IPDN yang menjadi sorotan
akhir-akhir ini (Kompas 16/4), Kekerasan fisik yang mengorbankan nyawa dan
harta benda tersebut, sangat jelas terkait pula dengan masih bertahannya
“kekerasan struktural” (structural violence) pada tingkat tertentu. Akibatnya,
perdamaian hati secara hakiki tidak atau belum berhasil diwujudkan.
Sumber : Drs. Bambang Nurokhim
http://www.tnial.mil.id/tabid/125/articleType/ArticleView/articleId/200/Default.aspx
http://www.tnial.mil.id/tabid/125/articleType/ArticleView/articleId/200/Default.aspx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar