BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Kita ketahui bersama, bahwa di era post modern saat ini
telah begitu banyak ditemukan penemuan-penemuan baru dalam ilmu
pengetahuan.Penemuan-penemuan tersebut dapat kita rasakan hampir dalam segala
bidang dan lingkungan di mana kita berada.Misalnya, keberadaan ilmu teknologi
yang semakin hari semakin canggih. Hasil penemuan baru tersebut tentunya
melalui sejumlah proses yang memakan waktu cukup relatif panjang. Hal ini
(semakin pesatnya penemuan-penemuan baru) merupakan suatu yang tidak dapat
terelakkan lagi, karena ia merupakan tuntutan dari keberadaan manusia itu
sendiri, yakni keberadaan kebutuhan dan keinginan manusia yang semakin tinggi
dan beragam. Di dalam proses penelitian tentang suatu ilmu tersebut maka
diperlukan yang namanya metode ilmiah sebagai jalan untuk meraih hasil yang
sesuai dengan keilmuannya, karena itulah kami mengambil judul tersebut sebagai
topik utama dalam makalah ini.
Pada dasarnya setiap objek yang ada
di dunia, pastilah menuntut metode tertentu.Seperti halnya dalam memperoleh
pengetahuan.Suatu ilmu, mungkin membutuhkan lebih dari satu metode ataupun
dapat diselesaikan menurut berbagai metode.Akhirnya suatu pendapat mengatakan,
bahwa suatu memiliki berbagai segi yang menuntut penggunaan berbagai
metode.Untuk memperoleh pengetahuan, maka digunakanlah metode berfikir
ilmiah.Namun tidak semua pengetahuan didapatkan melalui metode ilmiah.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan metode ilmiah?
2.
Bagaimanakah sejarah metode ilmiah?
3.
Apa saja karakteristik ilmiah?
4.
Apa saja macam-macam sikap ilmiah?
5.
Apakah fungsi dari metode?
C. TujuanPenulisan Makalah
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan
metode ilmiah.
2.
Untuk mengetahui bagaimana sejarah metode
ilmiah.
3.
Untuk mengetahui karakteristik ilmiah.
4.
Untuk mengetahui macam-macam sikap ilmiah.
5.
Untuk mengetahui fungsi dari metode.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Metode Ilmiah
Dari segi bahasa metode
berasal dari dua pekataan, yaitu metadan hodos. Meta berarti
”melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Dengan demikian metode
dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[1]
Ilmiah
“scientific”, artinya berdasarkan ilmu pengetahuan.Ilmiah adalah bentuk
kata sifat dari ilmu.Dengan demikian, ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘Alima, artiya tahu.Bahasa Inggrisnya
yaituscience yang artinya juga
tahu.Jadi baik ilmu maupun science menurut
etimologinya berarti “pengetahuan”.
(Kafie, 1989:
85).
Menurut
Suriasumantri(1985) metode ilmiah adalah prosedur dalam mendapatkan pengetahuan
melalui penggunaan metode ilmiah.Hasilnya disebut pengetahuan ilmiah.
Metode
ilmiah adalah pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode
ilmiah[2]
Metode
ilmiah merupakan proses berpikir untuk memecahkan masalah
Metode
ilmiah berangkat dari suatu permasalahan yang perlu dicari jawaban atau
pemecahannya.[3]
Metode
ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.[4]
Jadi metode ilmiah adalah prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Dan ilmu didapat dari metode ilmiah.
Tidak semua pengetahuan dapat disebut
ilmu sebab pengetahuan yang disebut ilmu apabila pengetahuan tersebut brsifat
rasional dan empiris dan telah mendapatkan uji kelayakan.
B. Sejarah Metode Ilmiah
Pada zaman pra Socrates terdapat dua kaum yang
berbeda dalam mencari suatu kebenaran terhadap realitas.Ia adalah kaum
Rasionalis dan kaum Empirik, dua kaum ini mempunyai keunikan untuk mencapai
suatu kebenaran dalam mengidentifikasi sebuah realitas.
Kaum rasionalis dalam mencari suatu kebenaran menggunakan daya nalar atau rasio,
dan kaum ini lebih berkonsentrasi kepada disiplin pemikiran dalam menentukan
suatu kebenaran, bahkan sebagian yang berpegang teguh pada cara berpikir apriori tidak terlalu percaya dengan panca indera karena baginya panca
indera dapat menipu dalam menelaah suatu kebenaran sebuah objek yang sedang
diidentifikasinya. Maka kaum ini cara berpikirnya menggunakan
metode deduksi (menelaah dari umum ke khusus).[5]
Contoh
: P1 : Semua makhluk
hidup pasti akan meninggal
P2 : Udin adalah manusia
P3 : Maka Udin akan meninggal
Inilah yang disebut cara
berpikir dalam sebuah pernyataan yang umum menjadi pernyataan yang lebih
spesifik lagi atau khusus. Dan kaum ini sering sekali disebut kaum yang
mempunyai paham apriori.
Kemudian kaum Empirik
dalam mencari suatu kebenaran sangat berbeda dengan kaum Rasionalis, kaum ini
tidak begitu percaya dengan daya nalar dalam mengidentifikasi suatu kebenaran,
karena jika menggunakan daya nalar tanpa melakukan penelitian atau pengalaman
bagi mereka akan menjadi asumsi saja, dan cara kaum Empirik dalam mengidentifikasi
suatu kebenaran yaitu dengan menggunakan pancainderanya , atau bisa dibilang
kaum yang cara berpikirnya menggunakan metode induksi (menelaah dari khusus ke
umum).
Contoh:
Jika selama bulan Oktober dalam beberapa tahun yang lalu
hujan selaluturun.
Kesimpulan: Maka
setiap bulan Oktober akan selalu turun hujan
Inilah yang disebut cara
berpikir dalam sebuah pernyataan yang khusus ditarik kesimpulannya menjadi
pernyataan yang general atau umum, dan kaum ini sering sekali disebut kaum yang
mempunyai Paham Aposteriori.
Kaum Rasionalis
dan Empirik mempunyai logikanya masing-masing, dan dua kaum inipun mempunyai
kelebihan dan kekurangannya dalam mengidentifikasi suatu objek, maka dari itu
beberapa para filsuf/ilmuwan mencoba menggabungkan cara berpikir dua kaum ini,
yang sekarang kita kenal dengan nama metode ilmiah, jadi berpikir ilmiah itu
ada dasarnya penggabungan antara cara berpikir kaum Rasionalis dan kaum
Empirik, maka dari itu metode ilmiah harus mempunyai pemikiran yang konsisten
dan kebenarannya teruji secara empirik.[6]
Jadi kaum rasionalis dalam mencari
suatu kebenaran menggunakan daya nalar atau rasio sedangkan kaum empirik dalam
mengidentifikasi suatu kebenaran yaitu dengan menggunakan pancainderanya.
C.
Karakteristik Ilmiah
Ilmiah
“scientific”, artinya berdasarkan
ilmu pengetahuan.Ilmiah adalah bentuk kata sifat dari ilmu.Dengan demikian,
ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘Alima,
artiya tahu.Bahasa Inggrisnya yaitu
science yang artinya juga tahu.Jadi baik ilmu maupun science menurut etimologinya berarti “pengetahuan” (Kafie, 1989:
85).
Berdasarkan
istilah (terminologi), ilmu maupun science adalah semacam pengetahuan yang
mempunyai ciri khas, tanda-tanda dan persyaratan tertentu, berbeda dengan
pengetahuan biasa.
Pengetahuan
artinya hasil dari pekerjaan tahu, yakni satu kesatuan dalam mana objek itu
dipandang oleh subjek sebagai yang diketahui.Subjek di sini ialah manusia
sebagai kesatuan pelbagai, macam kesanggupan dan kemampuan yang digunakan untuk
mengetahui sesuatu.Jelasnya, manusia sebagai kesadaran.
Objek
pengetahuan adalah sesuatu yang diselidiki oleh subjek sebagai realitas yang
dikenal, dialami, dan dicoba kemudian disadari dalam otak menjadi kesan atau
kenangan (appersepsi).Jadi subjek mengetahui objek berdasarkan pencapaian inderawinya
yang dapat direkam atau dicamkan. Dapat dikatakan bahwa seluruh isi pikiran itu
adalah pengetahuan
Dalam
pembicaraan sehari-hari, produk pikiran tersebut disebut pengetahuan.Apabila
pengetahun itu dikembangkan lagi dan dipikirkan lagi oleh subjek dengan jalan
observasi, riset, eksperiman, persaksian dan otoritas dari para ahli, kemudian
disusun secara sistematis, rasional dan objektif, menjadilah ilmu
pengetahuan.Dengan demikian, ilmu pengetahuan itu disini artinya seluruh yang
dikenal, dialami, dicoba, diorganisasikan dan dipelajari kemudian diuji
kebenarannya.Maka ilmuwan (orang alim) adalah orang yang banyak mengenal,
mengalami, mencoba, menyaksikan dan mempelajari.Dapat dipastikan bahwa ilmuwan
itu adalah orang yang terpelajar. Orang yang terpelajar biasanya suka berpikir ilmiah.[7]
Pengembangan
epistemologi sebagai bagian dari kultur manusia harus dapat menyumbang pada kodrat kemanusiaan. Keberagaman
pengetahuan harus dapat menyumbang dan
saling memperkaya bagi keutuhn pribadi manusia. Kajian ini disebut epistemologi dasar.
Dasar
epistemologi baru yaitu manusia adalah makhluk eksistensialis yang memiliki
cara berada, sebagai ciri epistemologi yang luas dan
majemuk. Dalam hal ini manusia adalah makhluk berkodrat dan berbudaya:
1.
Penerimaan
dinamis terhadap kodrat manusia untuk dapat disempurnakan melalui pengembangan
epistemologi,
2.
Kenyataan konkrit manusia adalah makhluk
berkodrat dan berbudaya (Watloly, 2001). Karena itu pengetahuan manusia tidak
selamanya benar dan tidak pula selamanya salah.
Situasi baru
dalam pengembangan epistemologi adalah
keterpaduan untuk membangun suatu kebenaran dialogis yang sifatnya majemuk
tanpa determinasi sepihak
Pengembangan
epistemologi dengan rob. Inteligensi dan kebebasan merupakan upaya kulturl
untuk menyumbang dan menyempurnakan pemenuhan terhadap kodrat kejadian
manusia.Tidak ada budaya manusiawi tanpa kodrat manusiawi dan tidakada kodrat
yang benar-benar manusiawi tanpa ada kebudayan.
Ilmu
adalah pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah atau menggunakan metode ilmiah.
Ilmu itu bersifat dinamis, atau not fixed,
solid array of objective. Ilmu adalah
salah satu genus pengetahuan.Sebagai sebuah pengetahuan, ilmu secara tersu
menerus bersifat dinamis dengan adanya penelitian ilmiah yang mengunakan metode
ilmiah. Dengan kata lain,penelitian adalah ciri penelitian ilmiah atau cara
perolehan ilmu. .
Empiris
itu sendirian dimaksudkan bahwailmumemisahkan antara pengetahuan yang sesuai dengan fakta yang
tidak sesuai dengan fakta.
Metode
ilmiah adalah pengabungan antara rasionalisme dengan empirisme.
Adapun
yang perlu diperhatikan dalam penelitian ilmiah sebagai implementasi metode
ilmiah untuk memperoleh ilmu, yaitu :
1.
Adanya
dasar pembenaran ( a posteriori )
2.
Sistematik
( horizontal dan vertical )
3.
Inter
- subjektivitas ( di terima para pelaku
ilmu atau pelaku ilmu tersebut mengakui kebenaran yang di peroleh ).
Karena harus
diterima bahwa tidak ada kebenaran mutlak dalam ilmu , atau tidak ada zero tolerance
Sains
atau ilmu bermuara kepada peroses peningkatan daya piker atau melek piker,
sedangkan teknologi bertujuan meningkatkan kemampuan atau melek teknologi.[8]Dapat pula dipahami bahwa teknologi merupakan cara adaftasi untuk
mencapai efesiensi system bermuara pada pencapain hasil. Tujuannya adalah
peningkatan kemampuan dan perubahan praktis pada dunia nyata.
Ada
beberapa karekteristik suatu pekerjaan ilmiah. Ciri ilmiah dimaksud yaitu :
1.
Ada
dasar pembenaran. Setiap pernyataan ilmiah di dasari oleh adanya dasar
pembenaran sehingga memperoleh derajat pembenara terhadap pengetahuannya. Jadi
berpikir dalam pengetahuan ilmiah bersifat aposteriori terlebih dahulu, bukan
apriori.
2.
Sistematik
dan sistemik. Sistematik, sistemik dan holistik. Berpikir ilmiah harus
sistematik yaitu dilakukan secara logis ( diterima akal sehat ), kritis
( tajam ) dan analitik ( mengurai bagian-bagian ). Sedangkan sifat
sistematik yaitu yang dipikirkan bukan hanya bagian tetapi holistik dengan
melihat antar komponen baik horizontal dan hubungan vertikal. Bahkan implikasi
berpikir sistematik dan sistemik ini melahirkan sikap antisipatif terhadap hal
yang multidimensional, ada visi ( wawasan tentang masa depan ) dari apa yang
ada sekarang.
3.
Intersubjektivitas
yaitu ada kesepakatan atau penerimaan antar ilmuwan sebidang. Jika seorang
ilmuwan dapat menjelaskan sejelas-jelasnya hakikat ilmu itu tersebut pada
masyarakat dan diterima ilmuwan sebidang, maka makin tinggi derajat
kebenarannya.
Jadi pelaku
ilmu yang menemukan pengetahuan ilmiah itu tidak semata intuisi, tidak
melibatkan sifat pribadi dalam membuat simpulan dan pengubahan bentuk dan
didampingin ahli lain.
Untuk
itu subjek ilmu disyaratkan paling tidak memiliki kecerdasan kemampuan pikir
akali, kritis, dan pengetahuan luas untuk menyusun pengertian.[9]
Umumnya
terdapat empat karakteristik penelitian ilmiah :
1.
Bersifat kritis, analistis, artinya metode menunjukkan
adanya proses yang tepat untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan metode
untuk pemecahan masalah.
2. Bersifat logis, artinya dapat
memberikan argumentasi ilmiah. Kesimpulan yang dibuat secara rasional
berdasarkan bukti-bukti yang tersedia
3. Bersifat obyektif, artinya dapat
dicontoh oleh ilmuwan lain dalam studi yang sama dengan kondisi yang sama pula.
4. Bersifat konseptual, artinya proses
penelitian dijalankan dengan pengembangan
konsep dan teori agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
5. Bersifat empiris, artinya metode
yang dipakai didasarkan pada fakta di lapangan.[10]
Oleh karena itu para ilmuwan dapat
menjelaskan sejelas-jelasnya hakikat ilmu itu tersebut pada masyarakat dan
diterima ilmuwan sebidang, maka makin tinggi derajat kebenarannya.
D.
Macam-macam Sikap Ilmiah
1. Obyektivitas(berusaha meneliti sesuatu dengan
sejujur-jujurnya)
Dalam
suatu peninjauan yang dipentingkan adalah obyeknya. Pengaruh subyek dalam
membuat deskripsi dan analisa seharusnya dilepaskan jauh-jauh, walaupun tidak
mungkin untuk mendapatkan obyektivitas yang absolute, oleh karena itu, ilmu itu
senidri merupakan hasil budaya manusia, yang sebagai subyek sedikit banyak akan
memberikan pengaruhnya.
2. Sikap serba relative (menemukan kebenaran
yang tidak hanya satu)
Ilmu tidak bermaksud untuk mencari kebenaran
mutlak. Ilmu mendasarkan kebenaran-kebenaran ilmiahnya atas beberapa postulat,
yang secara priori telah diterima sebagai suatu kebenaran. Malahan teori-teori
dalam ilmu sering digugurkan oleh teori-teori yang lain. Dan boleh dikatakan
bahwa tujuan penyelidikan ilmu terutama adalah menggugurkan teori-teori yang
sebelumnya telah diterima.
3. Sikap spektif
Ialah sikap untuk selalu ragu-ragu
terhadap pernyataan yang belum cukup kuat dasar-dasar pembuktiannya.
Kesabaran intelektual23[11]
Sanggup menahan diri dan kuat untuk tidak menyerah kepada tekanan agar
menyatakan suatu penirian ilmiah, karena memang belum selesai dan cukup lengaka
hasil dari penelitian, adalah sikap utama seorang ilmuwan.
4. Kesederhanaan
Sebagi sikap ilmiah adalah kesederhann dalam cara berpikir, dalam cara
menyatakan.
Dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan ialah bahwa ilmu
tidak mempunyai tujuan untuk pada akhirnya membuat penilian tentang apa yang baik dan apa yang buruk
E.
Fungsi Metode
Tentang
fungsi metode secara umum dapat dikemukakan sebagai pemberi jalan atau cara
yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan tersebut.
Sedangkan dalam konteks lain metode dapat merupakan sarana untuk menemukan,
menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin suatu
ilmu.
Dari
dua pendekatan ini segera dapat dilihat bahwa pada intinya metode berfungsi
menghantarkan suatu tujuan kepada obyek sasaran dengan cara yang sesuai dengan
perkembangan objek sasaran tersebut. Dalam Alquran sebagaimana nanti akan
dijelaskan di bawah ini, metode dikenal sebagai sarana yang menyampaikan
seseorang kepada tujuan penciptanya sebagai khalifah di muka bumi dengan
melaksanakan pendekatan di mana manusia ditempatkan sebagai makhluk yang
memiliki potensi rohaniah dan jasmaniah yang keduanya dapat digunakan sebagai
saluran penyampaian materi pelajaran. Karenanya terdapat suatu prinsip yang
umum dalam memfungsikan metode, yaitu prinsip agar pengajaran dapat disampaikan
dalam suasana menyenangkan.Menggembirakan, penuh dorongan dan motivasi,
sehingga pelajaran atau materi didikan itu dapat dengan mudah
diberikan.Banyaknya metode ini yang ditawarkan para ahli sebagaimana dijumpai
dalam buku-buku kependidikan lebih merupakan usaha mempermudah atau mencari
jalan paling sesuai dengan perkembangan jiwa si anak dalam menerima pelajaran.
Dalam
menyampaikan materi pendidiakan kepada peserta didik sebagaimana disebutkan di
atas perlu ditetapkan metode yang didasarkan kepada pandangan dan persepsi
dalam mengahadapi manusia sesuai dengan unsur penciptaannya, yaitu jasmanai,
akal, dan jiwa yang dengan mengarahkannya agar menjadi orang yang sempurna.
Karena itu materi-materi pendidikan yang disajikan oleh Alquran senantiasa
mengarah kepada pengembangan jiwa, akal, dan jasmani manusia itu, hingga
dijumpai ayat yang mengaitkan keteramapilan dengan kekuasaan Tuhan, yaitu ayat
yang berbunyi:
Dan bukanlah kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi
Allah-lah yang melempar.(Q.S. Al-Anfal,
8:7).[13]
Dengan
demikian, jelaslah bahwa metode amat berfungsi dalam menyampaikan materi
pendidikan.Namun, hal itu menurut perspektif Alquran harus bertolak dari
pandangan yang tepat terhadap manusia sebagai makhluk yang dapat dididik
melalui pendekatan jasmani, jiwa dan akal pikiran.
Karena itu ada materi yang berkenaan dengan
dimensi afektif dan psikomotorik, dan ada materi yang berkenaan dengan dimensi
afektif yang kesemuanya itu menghendaki pendekatan metode yang berbeda-beda.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Dari segi bahasa metode
berasal dari dua pekataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti
”melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Dengan demikian metode
dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.Ilmiah “scientific”,
artinya berdasarkan ilmu pengetahuan. Ilmiah adalah bentuk kata sifat dari ilmu.
Dengan demikian, ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘Alima, artiya tahu. Bahasa Inggrisnya yaitu science yang artinya juga tahu. Jadi baik ilmu maupun science menurut etimooginya berarti
“pengetahuan”. Jadi metode ilmiah adalah prosedur dalam mendapatkan pengetahuan
yang disebut ilmu. Dan ilmu didapat dari
metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan
dapat disebut ilmu sebab pengetahuan yang disebut ilmu apabila
pengetahuan tersebut bersifat rasional
dan empiris dan telah mendapatkan uji kelayakan.
2.
Sejarah Metode Ilmiah yakni Pada zaman pra
Socrates terdapat dua kaum yang berbeda dalam mencari suatu kebenaran terhadap
realitas. Ia adalah kaum Rasionalis dan kaum Empirik, dua kaum ini mempunyai
keunikan untuk mencapai suatu kebenaran dalam mengidentifikasi sebuah realitas.
Kaum rasionalis dalam mencari suatu kebenaran menggunakan daya nalar atau
rasio, dan kaum ini lebih berkonsentrasi kepada disiplin pemikiran dalam
menentukan suatu kebenaran, bahkan sebagian yang berpegang teguh pada cara berpikir apriori tidak
terlalu percaya dengan panca indera karena baginya panca indera dapat menipu
dalam menelaah suatu kebenaran sebuah objek yang sedang diidentifikasinya. Maka
kaum ini cara berpikirnya menggunakan metode deduksi (menelaah dari umum ke
khusus).
3. Umumnya terdapat empat karakteristik
penelitian ilmiah :
a. Bersifat kritis, analistis, artinya
metode menunjukkan adanya proses yang tepat untuk mengidentifikasi masalah dan
menentukan metode untuk pemecahan masalah.
b. Bersifat logis, artinya dapat
memberikan argumentasi ilmiah. Kesimpulan yang dibuat secara rasional
berdasarkan bukti-bukti yang tersedia
c. Bersifat obyektif, artinya dapat
dicontoh oleh ilmuwan lain dalam studi yang sama dengan kondisi yang sama pula.
d. Bersifat konseptual, artinya proses
penelitian dijalankan dengan pengembangan
konsep dan teori agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
e.
Bersifat empiris, artinya metode yang dipakai didasarkan
pada fakta di lapangan.
4. Macam-macam Sikap Ilmiah
a.
Obyektivitas(berusaha
meneliti sesuatu dengan sejujur-jujurnya)
b. Sikap serba relative (menemukan kebenaran
yang tidak hanya satu)
c. Sikap spektif.
d. Kesabaran intelektual
e. Kesederhanaan
f. Sikap tidak memihak pada etik
5. Fungsi Metodesecara umum dapat dikemukakan sebagai pemberi jalan atau cara yang
sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan tersebut.
Sedangkan dalam konteks lain metode dapat merupakan sarana untuk menemukan,
menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin suatu
ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abudin , Filsafat Pendidikan Islam, (
Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997 ).
Syafaruddin, Filsafat
IlmuMengembangkan Kreativitas dalam Proses Keilmuan (Bandung : Citapustaka Media Perintis,
2008).
Nasution,
Harun ,Falsafat Agama, ( Jakarta :
Bulan BIntang, 1991).
http://abubassam19.blogspot.co.id/2014/03/ilmiah dalam sejarah metode.html ( dilihat 2 Mei 2016 ; 14: 34
WIB)
Baini,Sid.1996. Ringkasan Filsafat
Ilmu ( Jakarta : Yayasan Piara, 1995
)
Djiwapradja, Dodong,Islam Filsafat dan Ilmu
( Bandung : PT Karya Nusantar,1984 ).
Husaini,
Adian, Filsafat Ilmu Perspektif Barat
dan Islam(Jakarta : Gema Insani,2013)
Adib,
Mohammad, Filsafat Ilmu, ( Yogyakarta
: Pustaka Pelajar, 2015)
Nasution ,Muhammad Syukri Abani ,1996. Ringkasan
Filsafat Ilmu , Jakarta : Pustaka Media 1997 )
[1]Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta : Logos Wacana
Ilmu, 1997 ), hlm. 91.
[2]Syafaruddin, Filsafat
IlmuMengembangkan Kreativitas dalam Proses Keilmuan (Bandung : Citapustaka Media Perintis,
2008), hlm. 92-95.
[3]Harun Nasution,Falsafat Agama, ( Jakarta : Bulan
BIntang, 1991),hlm.41
[4]Mohammad Adib, Filsafat Ilmu, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2015 ), hlm.91
[5]http://abubassam19.blogspot.co.id/2014/03/ilmiah dalam sejarah metode.html ( dilihat 2 Mei 2016 ; 14: 34
WIB)
[6]
http://abubassam19.blogspot.co.id/2014/03/ilmiah dalam sejarah metode.html ( dilihat 2 Mei 2016 ; 12: 34
WIB)
[7]Syafaruddin, Filsafat
IlmuMengembangkan Kreativitas dalam Proses Keilmuan (Bandung : Citapustaka Media Perintis,
2008), hlm. 92-93
[9]Sid Baini,.1996. Ringkasan Filsafat Ilmu
( Jakarta : Yayasan Piara, 1995 ),hlm54
[11]Adian Husaini, Filsafat Ilmu
Perspektif Barat dan Islam(Jakarta : Gema Insani,2013),hlm. 65
[12]Muhammad Syukri Abani Nasution,1996.Ringkasan Filsafat Ilmu , (
Jakarta : Pustaka Media, 1997 ),hlm.43-44
[13]Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta : Logos Wacana
Ilmu, 1997 ), hlm. 93-94
Tidak ada komentar:
Posting Komentar