Sabtu, 04 Juni 2016

makalah metode ilmiah



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Kita ketahui bersama, bahwa di era post modern saat ini telah begitu banyak ditemukan penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan.Penemuan-penemuan tersebut dapat kita rasakan hampir dalam segala bidang dan lingkungan di mana kita berada.Misalnya, keberadaan ilmu teknologi yang semakin hari semakin canggih. Hasil penemuan baru tersebut tentunya melalui sejumlah proses yang memakan waktu cukup relatif panjang. Hal ini (semakin pesatnya penemuan-penemuan baru) merupakan suatu yang tidak dapat terelakkan lagi, karena ia merupakan tuntutan dari keberadaan manusia itu sendiri, yakni keberadaan kebutuhan dan keinginan manusia yang semakin tinggi dan beragam. Di dalam proses penelitian tentang suatu ilmu tersebut maka diperlukan yang namanya metode ilmiah sebagai jalan untuk meraih hasil yang sesuai dengan keilmuannya, karena itulah kami mengambil judul tersebut sebagai topik utama dalam makalah ini.
Pada dasarnya setiap objek yang ada di dunia, pastilah menuntut metode tertentu.Seperti halnya dalam memperoleh pengetahuan.Suatu ilmu, mungkin membutuhkan lebih dari satu metode ataupun dapat diselesaikan menurut berbagai metode.Akhirnya suatu pendapat mengatakan, bahwa suatu memiliki berbagai segi yang menuntut penggunaan berbagai metode.Untuk memperoleh pengetahuan, maka digunakanlah metode berfikir ilmiah.Namun tidak semua pengetahuan didapatkan melalui metode ilmiah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan metode ilmiah?
2.      Bagaimanakah sejarah metode ilmiah?
3.      Apa saja karakteristik ilmiah?
4.      Apa saja macam-macam sikap ilmiah?
5.      Apakah fungsi dari metode?

C.    TujuanPenulisan Makalah
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan metode ilmiah.
2.      Untuk mengetahui bagaimana sejarah metode ilmiah.
3.      Untuk mengetahui karakteristik ilmiah.
4.      Untuk mengetahui macam-macam sikap ilmiah.
5.      Untuk mengetahui fungsi dari metode.






























BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Metode Ilmiah
Dari segi bahasa metode berasal dari dua pekataan, yaitu metadan hodos. Meta berarti ”melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Dengan demikian metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[1]
Ilmiah “scientific”, artinya berdasarkan ilmu pengetahuan.Ilmiah adalah bentuk kata sifat dari ilmu.Dengan demikian, ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘Alima, artiya tahu.Bahasa Inggrisnya yaituscience yang artinya juga tahu.Jadi baik ilmu maupun science menurut etimologinya berarti “pengetahuan”.
(Kafie, 1989: 85).
Menurut Suriasumantri(1985) metode ilmiah adalah prosedur dalam mendapatkan pengetahuan melalui penggunaan metode ilmiah.Hasilnya disebut pengetahuan ilmiah.
Metode ilmiah adalah pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah[2]
Metode ilmiah merupakan proses berpikir untuk memecahkan masalah
Metode ilmiah berangkat dari suatu permasalahan yang perlu dicari jawaban atau pemecahannya.[3]
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.[4]
Jadi metode ilmiah adalah prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Dan ilmu didapat dari metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan  dapat disebut ilmu sebab pengetahuan yang disebut ilmu apabila pengetahuan tersebut brsifat rasional dan empiris dan telah mendapatkan uji kelayakan.


B.     Sejarah Metode Ilmiah
Pada zaman pra Socrates terdapat dua kaum yang berbeda dalam mencari suatu kebenaran terhadap realitas.Ia adalah kaum Rasionalis dan kaum Empirik, dua kaum ini mempunyai keunikan untuk mencapai suatu kebenaran dalam mengidentifikasi sebuah realitas.
Kaum rasionalis dalam mencari suatu kebenaran menggunakan daya nalar atau rasio, dan kaum ini lebih berkonsentrasi kepada disiplin pemikiran dalam menentukan suatu kebenaran, bahkan sebagian yang berpegang teguh pada cara berpikir apriori tidak terlalu percaya dengan panca indera karena baginya panca indera dapat menipu dalam menelaah suatu kebenaran sebuah objek yang sedang diidentifikasinya. Maka kaum ini cara berpikirnya menggunakan metode deduksi (menelaah dari umum ke khusus).[5]
Contoh :          P1 : Semua makhluk hidup pasti akan meninggal

                        P2 : Udin adalah manusia

                        P3 : Maka Udin akan meninggal
Inilah yang disebut cara berpikir dalam sebuah pernyataan yang umum menjadi pernyataan yang lebih spesifik lagi atau khusus. Dan kaum ini sering sekali disebut kaum yang mempunyai paham apriori.
Kemudian kaum Empirik dalam mencari suatu kebenaran sangat berbeda dengan kaum Rasionalis, kaum ini tidak begitu percaya dengan daya nalar dalam mengidentifikasi suatu kebenaran, karena jika menggunakan daya nalar tanpa melakukan penelitian atau pengalaman bagi mereka akan menjadi asumsi saja, dan cara kaum Empirik dalam mengidentifikasi suatu kebenaran yaitu dengan menggunakan pancainderanya , atau bisa dibilang kaum yang cara berpikirnya menggunakan metode induksi (menelaah dari khusus ke umum).



Contoh:      
Jika selama bulan Oktober dalam beberapa tahun yang lalu hujan selaluturun.
Kesimpulan:    Maka setiap bulan Oktober akan selalu turun hujan
Inilah yang disebut cara berpikir dalam sebuah pernyataan yang khusus ditarik kesimpulannya menjadi pernyataan yang general atau umum, dan kaum ini sering sekali disebut kaum yang mempunyai Paham Aposteriori.
Kaum Rasionalis dan Empirik mempunyai logikanya masing-masing, dan dua kaum inipun mempunyai kelebihan dan kekurangannya dalam mengidentifikasi suatu objek, maka dari itu beberapa para filsuf/ilmuwan mencoba menggabungkan cara berpikir dua kaum ini, yang sekarang kita kenal dengan nama metode ilmiah, jadi berpikir ilmiah itu ada dasarnya penggabungan antara cara berpikir kaum Rasionalis dan kaum Empirik, maka dari itu metode ilmiah harus mempunyai pemikiran yang konsisten dan kebenarannya teruji secara empirik.[6] Jadi kaum rasionalis dalam mencari suatu kebenaran menggunakan daya nalar atau rasio sedangkan kaum empirik dalam mengidentifikasi suatu kebenaran yaitu dengan menggunakan pancainderanya.
C.    Karakteristik Ilmiah
Ilmiah “scientific”, artinya berdasarkan ilmu pengetahuan.Ilmiah adalah bentuk kata sifat dari ilmu.Dengan demikian, ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘Alima, artiya tahu.Bahasa Inggrisnya yaitu science yang artinya juga tahu.Jadi baik ilmu maupun science menurut etimologinya berarti “pengetahuan” (Kafie, 1989: 85).
Berdasarkan istilah (terminologi), ilmu maupun science adalah semacam pengetahuan yang mempunyai ciri khas, tanda-tanda dan persyaratan tertentu, berbeda dengan pengetahuan biasa.
Pengetahuan artinya hasil dari pekerjaan tahu, yakni satu kesatuan dalam mana objek itu dipandang oleh subjek sebagai yang diketahui.Subjek di sini ialah manusia sebagai kesatuan pelbagai, macam kesanggupan dan kemampuan yang digunakan untuk mengetahui sesuatu.Jelasnya, manusia sebagai kesadaran.
Objek pengetahuan adalah sesuatu yang diselidiki oleh subjek sebagai realitas yang dikenal, dialami, dan dicoba kemudian disadari dalam otak menjadi kesan atau kenangan (appersepsi).Jadi subjek mengetahui objek berdasarkan pencapaian inderawinya yang dapat direkam atau dicamkan. Dapat dikatakan bahwa seluruh isi pikiran itu adalah pengetahuan
Dalam pembicaraan sehari-hari, produk pikiran tersebut disebut pengetahuan.Apabila pengetahun itu dikembangkan lagi dan dipikirkan lagi oleh subjek dengan jalan observasi, riset, eksperiman, persaksian dan otoritas dari para ahli, kemudian disusun secara sistematis, rasional dan objektif, menjadilah ilmu pengetahuan.Dengan demikian, ilmu pengetahuan itu disini artinya seluruh yang dikenal, dialami, dicoba, diorganisasikan dan dipelajari kemudian diuji kebenarannya.Maka ilmuwan (orang alim) adalah orang yang banyak mengenal, mengalami, mencoba, menyaksikan dan mempelajari.Dapat dipastikan bahwa ilmuwan itu adalah orang yang terpelajar. Orang yang terpelajar biasanya suka berpikir ilmiah.[7]
Pengembangan epistemologi sebagai bagian dari kultur manusia harus dapat menyumbang pada kodrat kemanusiaan. Keberagaman pengetahuan harus dapat menyumbang dan saling memperkaya bagi keutuhn pribadi manusia. Kajian ini disebut epistemologi dasar.
Dasar epistemologi baru yaitu manusia adalah makhluk eksistensialis yang memiliki cara berada, sebagai ciri epistemologi yang luas dan majemuk. Dalam hal ini manusia adalah makhluk berkodrat dan berbudaya:
1.      Penerimaan dinamis terhadap kodrat manusia untuk dapat disempurnakan melalui pengembangan epistemologi,
2.       Kenyataan konkrit manusia adalah makhluk berkodrat dan berbudaya (Watloly, 2001). Karena itu pengetahuan manusia tidak selamanya benar dan tidak pula selamanya salah.
Situasi baru dalam pengembangan epistemologi adalah keterpaduan untuk membangun suatu kebenaran dialogis yang sifatnya majemuk tanpa determinasi sepihak
Pengembangan epistemologi dengan rob. Inteligensi dan kebebasan merupakan upaya kulturl untuk menyumbang dan menyempurnakan pemenuhan terhadap kodrat kejadian manusia.Tidak ada budaya manusiawi tanpa kodrat manusiawi dan tidakada kodrat yang benar-benar manusiawi tanpa ada kebudayan.
Ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah atau menggunakan metode ilmiah. Ilmu itu bersifat dinamis, atau not fixed, solid array of objective. Ilmu adalah salah satu genus pengetahuan.Sebagai sebuah pengetahuan, ilmu secara tersu menerus bersifat dinamis dengan adanya penelitian ilmiah yang mengunakan metode ilmiah. Dengan kata lain,penelitian adalah ciri penelitian ilmiah atau cara perolehan ilmu. .
Empiris itu sendirian dimaksudkan bahwailmumemisahkan antara  pengetahuan yang sesuai dengan fakta yang tidak sesuai dengan fakta.
Metode ilmiah adalah pengabungan antara rasionalisme dengan empirisme.
Adapun yang perlu diperhatikan dalam penelitian ilmiah sebagai implementasi metode ilmiah untuk memperoleh ilmu, yaitu :
1.      Adanya dasar pembenaran  ( a posteriori )
2.      Sistematik ( horizontal dan vertical )
3.      Inter - subjektivitas (  di terima para pelaku ilmu atau pelaku ilmu tersebut mengakui kebenaran yang di peroleh ).
Karena harus diterima bahwa tidak ada kebenaran mutlak dalam ilmu , atau tidak ada zero tolerance
Sains atau ilmu bermuara kepada peroses peningkatan daya piker atau melek piker, sedangkan teknologi bertujuan meningkatkan kemampuan atau melek teknologi.[8]Dapat pula dipahami bahwa teknologi merupakan cara adaftasi untuk mencapai efesiensi system bermuara pada pencapain hasil. Tujuannya adalah peningkatan kemampuan dan perubahan praktis pada dunia nyata.


Ada beberapa karekteristik suatu pekerjaan ilmiah. Ciri ilmiah dimaksud yaitu :
1.      Ada dasar pembenaran. Setiap pernyataan ilmiah di dasari oleh adanya dasar pembenaran sehingga memperoleh derajat pembenara terhadap pengetahuannya. Jadi berpikir dalam pengetahuan ilmiah bersifat aposteriori terlebih dahulu, bukan apriori.
2.      Sistematik dan sistemik. Sistematik, sistemik dan holistik. Berpikir ilmiah harus sistematik yaitu dilakukan secara logis ( diterima akal sehat ), kritis
( tajam ) dan analitik ( mengurai bagian-bagian ). Sedangkan sifat sistematik yaitu yang dipikirkan bukan hanya bagian tetapi holistik dengan melihat antar komponen baik horizontal dan hubungan vertikal. Bahkan implikasi berpikir sistematik dan sistemik ini melahirkan sikap antisipatif terhadap hal yang multidimensional, ada visi ( wawasan tentang masa depan ) dari apa yang ada sekarang.
3.      Intersubjektivitas yaitu ada kesepakatan atau penerimaan antar ilmuwan sebidang. Jika seorang ilmuwan dapat menjelaskan sejelas-jelasnya hakikat ilmu itu tersebut pada masyarakat dan diterima ilmuwan sebidang, maka makin tinggi derajat kebenarannya.
Jadi pelaku ilmu yang menemukan pengetahuan ilmiah itu tidak semata intuisi, tidak melibatkan sifat pribadi dalam membuat simpulan dan pengubahan bentuk dan didampingin ahli lain.
Untuk itu subjek ilmu disyaratkan paling tidak memiliki kecerdasan kemampuan pikir akali, kritis, dan pengetahuan luas untuk menyusun pengertian.[9]
Umumnya terdapat empat karakteristik penelitian ilmiah :
1.      Bersifat kritis, analistis, artinya metode menunjukkan adanya proses yang tepat untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan metode untuk pemecahan masalah.
2.      Bersifat logis, artinya dapat memberikan argumentasi ilmiah. Kesimpulan yang dibuat secara rasional berdasarkan bukti-bukti yang tersedia
3.      Bersifat obyektif, artinya dapat dicontoh oleh ilmuwan lain dalam studi yang sama dengan kondisi yang sama pula.
4.      Bersifat konseptual, artinya proses penelitian dijalankan dengan pengembangan   konsep dan teori agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
5.      Bersifat empiris, artinya metode yang dipakai didasarkan pada fakta di lapangan.[10] Oleh karena itu para ilmuwan dapat menjelaskan sejelas-jelasnya hakikat ilmu itu tersebut pada masyarakat dan diterima ilmuwan sebidang, maka makin tinggi derajat kebenarannya.
D.    Macam-macam Sikap Ilmiah
1.      Obyektivitas(berusaha meneliti sesuatu dengan  sejujur-jujurnya)
Dalam suatu peninjauan yang dipentingkan adalah obyeknya. Pengaruh subyek dalam membuat deskripsi dan analisa seharusnya dilepaskan jauh-jauh, walaupun tidak mungkin untuk mendapatkan obyektivitas yang absolute, oleh karena itu, ilmu itu senidri merupakan hasil budaya manusia, yang sebagai subyek sedikit banyak akan memberikan pengaruhnya.
2.      Sikap serba relative (menemukan kebenaran yang tidak hanya satu)
Ilmu tidak bermaksud untuk mencari kebenaran mutlak. Ilmu mendasarkan kebenaran-kebenaran ilmiahnya atas beberapa postulat, yang secara priori telah diterima sebagai suatu kebenaran. Malahan teori-teori dalam ilmu sering digugurkan oleh teori-teori yang lain. Dan boleh dikatakan bahwa tujuan penyelidikan ilmu terutama adalah menggugurkan teori-teori yang sebelumnya telah diterima.
3.      Sikap spektif
Ialah sikap untuk selalu ragu-ragu terhadap pernyataan yang belum cukup kuat dasar-dasar pembuktiannya.
Kesabaran intelektual23[11]
Sanggup menahan diri dan kuat untuk tidak menyerah kepada tekanan agar menyatakan suatu penirian ilmiah, karena memang belum selesai dan cukup lengaka hasil dari penelitian, adalah sikap utama seorang ilmuwan.
4.      Kesederhanaan
Sebagi sikap ilmiah adalah kesederhann dalam cara berpikir, dalam cara menyatakan.
5.      Sikap tidak memihak pada etik.[12]
Dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan ialah bahwa ilmu tidak mempunyai tujuan untuk pada akhirnya membuat penilian tentang apa yang baik dan apa yang buruk
E.     Fungsi Metode
Tentang fungsi metode secara umum dapat dikemukakan sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan tersebut. Sedangkan dalam konteks lain metode dapat merupakan sarana untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin suatu ilmu.
Dari dua pendekatan ini segera dapat dilihat bahwa pada intinya metode berfungsi menghantarkan suatu tujuan kepada obyek sasaran dengan cara yang sesuai dengan perkembangan objek sasaran tersebut. Dalam Alquran sebagaimana nanti akan dijelaskan di bawah ini, metode dikenal sebagai sarana yang menyampaikan seseorang kepada tujuan penciptanya sebagai khalifah di muka bumi dengan melaksanakan pendekatan di mana manusia ditempatkan sebagai makhluk yang memiliki potensi rohaniah dan jasmaniah yang keduanya dapat digunakan sebagai saluran penyampaian materi pelajaran. Karenanya terdapat suatu prinsip yang umum dalam memfungsikan metode, yaitu prinsip agar pengajaran dapat disampaikan dalam suasana menyenangkan.Menggembirakan, penuh dorongan dan motivasi, sehingga pelajaran atau materi didikan itu dapat dengan mudah diberikan.Banyaknya metode ini yang ditawarkan para ahli sebagaimana dijumpai dalam buku-buku kependidikan lebih merupakan usaha mempermudah atau mencari jalan paling sesuai dengan perkembangan jiwa si anak dalam menerima pelajaran.
Dalam menyampaikan materi pendidiakan kepada peserta didik sebagaimana disebutkan di atas perlu ditetapkan metode yang didasarkan kepada pandangan dan persepsi dalam mengahadapi manusia sesuai dengan unsur penciptaannya, yaitu jasmanai, akal, dan jiwa yang dengan mengarahkannya agar menjadi orang yang sempurna. Karena itu materi-materi pendidikan yang disajikan oleh Alquran senantiasa mengarah kepada pengembangan jiwa, akal, dan jasmani manusia itu, hingga dijumpai ayat yang mengaitkan keteramapilan dengan kekuasaan Tuhan, yaitu ayat yang berbunyi:
Dan bukanlah kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.(Q.S. Al-Anfal, 8:7).[13]
Dengan demikian, jelaslah bahwa metode amat berfungsi dalam menyampaikan materi pendidikan.Namun, hal itu menurut perspektif Alquran harus bertolak dari pandangan yang tepat terhadap manusia sebagai makhluk yang dapat dididik melalui pendekatan jasmani, jiwa dan akal pikiran.
Karena itu ada materi yang berkenaan dengan dimensi afektif dan psikomotorik, dan ada materi yang berkenaan dengan dimensi afektif yang kesemuanya itu menghendaki pendekatan metode yang berbeda-beda.









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Dari segi bahasa metode berasal dari dua pekataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti ”melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Dengan demikian metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.Ilmiah “scientific”, artinya berdasarkan ilmu pengetahuan. Ilmiah adalah bentuk kata sifat dari ilmu. Dengan demikian, ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘Alima, artiya tahu. Bahasa Inggrisnya yaitu science yang artinya juga tahu. Jadi baik ilmu maupun science menurut etimooginya berarti “pengetahuan”. Jadi metode ilmiah adalah prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang  disebut ilmu. Dan ilmu didapat dari metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan  dapat disebut ilmu sebab pengetahuan yang disebut ilmu apabila pengetahuan tersebut bersifat rasional dan empiris dan telah mendapatkan uji kelayakan.
2.      Sejarah Metode Ilmiah yakni Pada zaman pra Socrates terdapat dua kaum yang berbeda dalam mencari suatu kebenaran terhadap realitas. Ia adalah kaum Rasionalis dan kaum Empirik, dua kaum ini mempunyai keunikan untuk mencapai suatu kebenaran dalam mengidentifikasi sebuah realitas. Kaum rasionalis dalam mencari suatu kebenaran menggunakan daya nalar atau rasio, dan kaum ini lebih berkonsentrasi kepada disiplin pemikiran dalam menentukan suatu kebenaran, bahkan sebagian yang berpegang teguh pada cara berpikir apriori tidak terlalu percaya dengan panca indera karena baginya panca indera dapat menipu dalam menelaah suatu kebenaran sebuah objek yang sedang diidentifikasinya. Maka kaum ini cara berpikirnya menggunakan metode deduksi (menelaah dari umum ke khusus).
3.      Umumnya terdapat empat karakteristik penelitian ilmiah :
a.       Bersifat kritis, analistis, artinya metode menunjukkan adanya proses yang tepat untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan metode untuk pemecahan masalah.
b.      Bersifat logis, artinya dapat memberikan argumentasi ilmiah. Kesimpulan yang dibuat secara rasional berdasarkan bukti-bukti yang tersedia
c.       Bersifat obyektif, artinya dapat dicontoh oleh ilmuwan lain dalam studi yang sama dengan kondisi yang sama pula.
d.      Bersifat konseptual, artinya proses penelitian dijalankan dengan pengembangan   konsep dan teori agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
e.       Bersifat empiris, artinya metode yang dipakai didasarkan pada fakta di lapangan.
4.      Macam-macam Sikap Ilmiah
a.       Obyektivitas(berusaha meneliti sesuatu dengan  sejujur-jujurnya)
b.      Sikap serba relative (menemukan kebenaran yang tidak hanya satu)
c.       Sikap spektif.
d.      Kesabaran intelektual
e.       Kesederhanaan
f.       Sikap tidak memihak pada etik
5.      Fungsi Metodesecara umum dapat dikemukakan sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan tersebut. Sedangkan dalam konteks lain metode dapat merupakan sarana untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin suatu ilmu.











DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abudin , Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997 ).
Syafaruddin, Filsafat IlmuMengembangkan Kreativitas dalam Proses Keilmuan  (Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2008).
Nasution, Harun ,Falsafat Agama, ( Jakarta : Bulan BIntang, 1991).
http://abubassam19.blogspot.co.id/2014/03/ilmiah dalam sejarah metode.html ( dilihat 2 Mei 2016 ; 14: 34 WIB)
Baini,Sid.1996. Ringkasan Filsafat Ilmu  ( Jakarta : Yayasan Piara, 1995 )
Djiwapradja, Dodong,Islam Filsafat dan Ilmu ( Bandung : PT Karya Nusantar,1984 ).
 Husaini, Adian, Filsafat  Ilmu Perspektif Barat dan Islam(Jakarta : Gema Insani,2013)
Adib, Mohammad, Filsafat Ilmu, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015)
Nasution ,Muhammad Syukri Abani ,1996. Ringkasan Filsafat Ilmu , Jakarta : Pustaka Media 1997 )






[1]Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997 ), hlm. 91.
[2]Syafaruddin, Filsafat IlmuMengembangkan Kreativitas dalam Proses Keilmuan  (Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2008), hlm. 92-95.
[3]Harun Nasution,Falsafat Agama, ( Jakarta : Bulan BIntang, 1991),hlm.41
[4]Mohammad Adib, Filsafat Ilmu, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2015 ), hlm.91
[5]http://abubassam19.blogspot.co.id/2014/03/ilmiah dalam sejarah metode.html ( dilihat  2 Mei 2016 ; 14: 34 WIB)


[6] http://abubassam19.blogspot.co.id/2014/03/ilmiah dalam sejarah metode.html ( dilihat  2 Mei 2016 ; 12: 34 WIB)

[7]Syafaruddin, Filsafat IlmuMengembangkan Kreativitas dalam Proses Keilmuan  (Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2008), hlm. 92-93

[8]Ibid,hlm.96

[9]Sid Baini,.1996. Ringkasan Filsafat Ilmu  ( Jakarta : Yayasan Piara, 1995 ),hlm54

[10]Dodong Djiwapradja,Islam Filsafat dan Ilmu ( Bandung : PT Karya Nusantar,1984 ), hlm.33
[11]Adian Husaini, Filsafat  Ilmu Perspektif Barat dan Islam(Jakarta : Gema Insani,2013),hlm. 65

[12]Muhammad Syukri Abani Nasution,1996.Ringkasan Filsafat Ilmu , ( Jakarta : Pustaka Media, 1997 ),hlm.43-44


[13]Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997 ), hlm. 93-94

Tidak ada komentar:

Posting Komentar