Sabtu, 04 Juni 2016

makalah hadis metode



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Keberhasilan menanamkan nilai-nilai rohaniah (keimanan dan ketakwaan pada Allah swt) dalam diri peserta didik, terkait dengan satu faktor dari sistem pendidikan, yaitu metode pendidikan yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan pesan-pesan Ilahiyah, sebab dengan metode yang tepat, materi pelajaran akan dengan mudah dikuasai peserta didik. Dalam pendidikan Islam, perlu dipergunakan metode pendidikan yang dapat melakukan pendekatan menyeluruh terhadap manusia, meliputi dimensi jasmani dan rohani (lahiriah dan batiniah), walaupun tidak ada satu jenis metode pendidikan yang paling sesuai mencapai tujuan dengan semua keadaan.
Sebaik apapun tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai tidaknya suatu informasi secara lengkap atau tidak. Bahkan sering disebutkan cara atau metode kadang lebih penting daripada materi itu sendiri. Oleh sebab itu pemilihan metode pendidikan harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, sehingga hasil pendidikan dapat memuaskan.
Proses pembelajaran mempunyai dua yaitu: aspek idial dan aspek teknis. Secara idial harus selalu diingat bahwa program pembelajaran adalah sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu, yang harus menjadi pedoman utama adalah bagaimana mengusahakan perkembangan peserta didik yang optimal, baik sebagai perseorangan maupun anggota masyarakat. Aspek ideal ini harus tertanam dalam sikap dasar  sebagai pendidik dan diwujudkan dalam cara pendekatan pendidik terhadap peserta didik sesuai dengan tahap perkembangannya, serta dilaksanakan, baik secara individual maupun kelompok.
B.     Rumusan Masalah
1. Apa pengertian metode pelatihan?
2. Apa saja hadis-hadis tentang metode pengulangan dan latihan?
3. Apa saja kelemahan dan kekurang metode pengulangan dan latihan  ?
C.    Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian metode pelatihan
2. Untuk mengetahui apa saja hadis-hadis tentang metode pengulangan dan latihan
3.Untuk mengetahui apa saja kelemahan dan kekurang metode pengulangan dan  latihan
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Metode Pelatihan
Metode pelatihan adalahsuatu cara mengajar dimana siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan, agar siswa memiliki ketangkasan atau ketrampilan yang lebih tinggi dari apa yang dipelajari.[1]
Dalam buku Nana Sudjana, metode pelatihan adalah satu kegiatan melakukan hal yang sama, berulang-ulang secara sungguh-sungguh dengan tujuan untuk memperkuat suatu asosiasi atau menyempurnakan suatu ketrampilan agar menjadi bersifat permanen.
Ciri yang khas dari metode ini adalah kegiatan berupa pengulangan yang berkali-kali dari suatu hal yang sama.
Defenisi metode pelatihan menurut para ahli antara lain[2] :
Menurut (Syaiful Sagala, 2009:21) “Metode pelatihanadalah suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga sebagai sarana untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan”
(Abdul Rahman Shaleh, 2006: 203).” Metode pelatihan adalah kegiatan yang berupa pengulangan yang berkali-kali supaya asosiasi stimulus dan respons menjadi sangat kuat dan tidak mudah untuk dilupakan. Dengan demikian terbentuklah sebuah keterampilan (pengetahuan) yang setiap saat siap untuk dipergunakan oleh yang bersangkutan”
Dalam buku Nana Sudjana, metode pelatihan adalah “satu kegiatan melakukan hal yang sama, berulang-ulang secara sungguh-sungguh dengan tujuan untuk memperkuat suatu asosiasi atau menyempurnakan suatu ketrampilan agar menjadi bersifat permanen”
Dalam hal ini Sugiyanto (1996: 72) menyatakan, “ dalam metode pelatihan siswa melakukan gerakan-gerakan sesuai dengan apa yang diinstruksikan guru dan melakukan secara berulang-ulang. Pengulangan gerakan ini dimaksudkan agar terjadi otomasisi gerakan. Oleh karena itu dalam pendekatan tradisional perlu disusun tata urutan pembelajaran yang baik agar siswa terlibat aktif, sehingga akan diperoleh hasil belajar yang optimal.

Roestiyah N K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bina Aksara, 1985), hlm. 125. Suatu teknik yang dapat diartikan sebagai suatu cara mengajar dimana siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan, siswa memiliki ketangkasan atau ketrampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari.
B.     Hadis-hadis Tentang Metode Pengulangan dan Latihan
Sehubung dengan penggunaan metode pengulangan dan latihan dalam pendidikan hadis dapat dilihat antara lain sebagai berikut :
Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhori Umar :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ وَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَرَجَعَ يُصَلِّي كَمَا صَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ثَلَاثًا فَقَالَ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِي فَقَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا وَافْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا.)[3] رواه البخارى(
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW masuk masjid, maka masuklah seorang laki-laki dan melakukan shalat, lalu ia memberi salam kepada Nabi SAW dan beliau pun menjawab salamnya seraya bersabda. “Kembali dan shalatlah, karena sesungguhnya engkau belum shalat.” Kemudian ia datang memberi salam kepada Nabi SAW, dan beliau bersabda. Kemba1i dan salatlah, karena sesungguhnya engkau belum shalat” (tiga kali). Laki-Iaki itu berkata, ‘Demi Zat yang mengutusmu dengan benar, aku tidak dapat melakukan yang lebih baik darinya. maka ajarilah aku. Beliau SAW bersabda, “Apabila engkau berdiri untuk shalat maka hertakbirlah, kemudian bacalah apa yang mudah bugimu dari Alquran, lalu rukuklah hingga engkau tuma‘ninah (tenang) dalam rukuk. Kemudian bangkitlah hingga engkau berdiri lurus. Kemudian sujudlah hingga engkau tuma‘ninah dalam sujud, lalu bangkitlah hingga engkautuma‘ninah dalam duduk. Lakukun yang demikiun itu pada seluruh shalatmu.
Hadis di atas menginformasikan beberapa hal, di antaranya:
1.       Nabi saw. melihat seorang laki-laki mendirikan salat dalam masjid,
2.      Setelah salat, laki-laki itu datang kepada Nabi dan mengucapkan salam dan Nabi menjawabnya, 
3.      Nabi menyuruhnya mengulang salatnya karena belum benar,
4.       Laki-laki itu mengulang salat dengan cara seperti pertama kali,
5.      Nabi menyuruh ulang lagi sampai tiga kali,
6.      Laki-laki itu mengulang salatnya sampai tiga kali pula.
7.       Sesudah itu, laki-laki itu mengaku bahwa ia tidak mampu lagi melakukan salat lebih baik daripada itu dan meminta Nabi mengajarnya, dan
8.       Nabi mengajarkan kaifiat salat yang benar. Di sini, Rasulullah saw. tidak langsung mengajar sahabat bagaimana tatacara salat yang benar, tetapi menyuruhnya terlebih dulu secara berulang-ulang. Dalam kasus ini terlihat prinsip metode pengulangan yang digunakan oleh Rasulullah saw. Dengan digunakannya oleh Rasulullah saw.  metode pengulangan ini, sahabat terkesan dan harus bersungguh-sungguh dan berhati-hati memperhatikan apa yang akan diajarkan oleh Rasulullah saw. Hal ini diperlukan agar materi yang diajarkan memberikan kesan yang kuat dalam memori orang yang diajar.
Pengajaran memerlukan banyak pengulangn. Pengulangan bahan yang telah dipelajari akan memperkuat hasil belajar. Kenyataan tersebut telah dibuktikan oleh para ahli psikologi pendidikan modern seperti konsep teori “Conditional Stimuli and Responses” sebagai natijah dari exsperiment Pavlov.[4]Syaibany juga menyatakan bahwa Alquran banyak melakukan pengulangan yang dapat dijadikan dalil untuk memperkuat perlunya prinsip pengulangan ini dipertimbangkan.[5]Pengulangan dalam proses belajar mengajar berlandaskan kepada dua hal. Pertama, individu pada umumnya berkecenderungan meniru orang lain, apalagi orang yang ditiru cukup berpengaruh ( misalnya karena faktor identifikasi dan simpatik). Kedua peniruan dan pengulangan memperhatikan efektivias yang tinggi. Nabi Muhammad ketika menerima wahyu yang pertama dalam keadaan “meniru dan mengulang” apa yang disampaikan oleh Jibril.
Dalam pelaksanaannya, pengulangan dapat dilakukan sebelum pemberian materi pelajaran dan dapat pula sesudah penyampaian bahan pelajaran. Pengulangan yang dilakukan sebelum penyampaian materi pelajaran dimaksudkan untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik  sehubungan dengan materi yang akan diajarkan dan dapat pula untuk meningkatkan daya konsentrasi peserta didik  terhadap materi yang akan diajarkan. Pengulangan yang dilakukan setelah pemberian materi dimaksudkan untuk mempertinggi penguasaan peserta didik  terhadap materi pelajaran yang sudah diterima.
Dalam hadis di atas, Rasulullah saw. menggunakan pengulangan sebelum mengajarkan kaifiat salat. Dengan metode ini, sahabat yang bersangkutan memiliki minat dan konsentrasi yang tinggi terhadap materi pelajaran yang akan diajarkan oleh Nabi.
Pengulangan tawaran opini atau pemikiran tertentu kepada seseorang biasanya akan menyebabkan opini atau pemikiran tersebut tertanam kuat di dalam benaknya. Beberapa studi para psikolog modern mengungkapkan pentingnya pengulangan dalam proses belajar.[6] Pengulangan dapat meningkatkan perhatian seseorang terhadap objek yang diulangkan. Perhatian ini sangat dibutuhkan dalam proses belajar.
Perhatian merupakan faktor penting dalam belajar, menimba pengetahuan, dan memperoleh ilmu. Jika seseorang tidak memerhatikan, misalnya, suatu perkuliahan, ia tidak akan dapat memahami informasi-informasi yang terdapat dalam perkuliahan itu. Lebih jauh lagi, ia tidak akan dapat mempelajari dan mengingat perkuliahan itu untuk selanjütnya. Oleh karena itu,  para pengajar dan pendidik selalu berusaha membangkitkan perhatian siswa-siswa agar mereka dapat menyerap, memahami dan mempelajari pelajaran.
Nabi sendiri telah mengkhususkan waktu tiga tahun berturut-turut untuk menanamkan perintah penting dalam Islam, yaitu perintah salat. Betapa pentingnya kedudukan salat itu dapat dipahami dari firman Allah dalam A1quran disebutkan, “Perintahkanlah  keluargamu mengerjakan salat dan hendaklah bersabar melaksanakannya.”[7]. Mendidik anak mengerjakan salat membutuhkan kesabaran dan perintah yang berulang-ulang. Setiap waktu salat masuk, orang tua harus menyuruh anaknya mengerjakan salat. Orang tua tidak boleh bosan dalam melaksanakan kewajiban ini.
Menurut Ali Al-Jumbulati, psikologi modern memandang bahwa pengulangan itu merupakan salah satu metode belajar yang baik, karena dapat memperbaiki pengetahuan pada tahap permulaannya yang sesuai dengan teori- kemampuan menangkap pengertian manusia terhadap obyek pengamatan (seperti telah diuraikan dalam teori Gestalt).[8]

عَنْ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أَنَّ رَجُلاً تَوَضَّأَ فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ فَرَجَعَ ثُمَّ صَلَّى)[9] رواه البخارى(
Umar ibn Khattab meriwayatkan bahwa seorang laki-laki berwuduk lalu ia meninggalkan membasuh tumitnya selebar kuku. Hal itu dilihat oleh Nabi SAW. Lalu, beliau bersabda: Ulangilah dan perbaiki wudukmu. Seterusnya, laki-laki itu mengulang wuduknya lalu mengerjakan salat.
Dalam hadis ini, Rasulullah saw. mengajarkan cara berwuduk setelah melihat ada rukun wuduk sahabat yang tidak sempurna. Beliau menyuruh sahabat itu mengulangi wuduknya.
Metode praktik langsung dan pengulangan ini sangat penting dalam pembelajaran agama Islam terutama masalah ibadah agar peserta didik mampu memahami dan melaksanakan sesuai dengan kaifiyat yang benar. Tanpa praktik dan pengulangan, ilmu pengetahuan yang diperoleh oleh peserta didik tidak aplikatif dan tidak fungsional.
C. Kelemahan dan Kekurang Metode Pengulangan dan Latihan  
Kelebihan metode latihan (Driil):
1.      Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dengan mempergunakan metode ini akan menambah ketepatan pelaksanaan
2.      Pemanfaatan kebiasaan tidak memerluan banyak konsentrasi dalam pelaksanaannya.
3.      Pembentukan kebiasaan membuat gerakan-gerakan yang kompleks, rumit menjadi otomatis.
Kekurangan metode latihan (driil):
1. Menghambat bakat dan inisiatif peserta didik.
2. Kadang latihan yang dilaksanakan membosankan.
3. Membentuk kebiasaan yang kaku.




















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1. PengertianMetode pelatihan adalahsuatu cara mengajar dimana siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan, agar siswa memiliki ketangkasan atau ketrampilan yang lebih tinggi dari apa yang dipelajari
Defenisi metode pelatihan menurut para ahli antara lain:
Menurut (Syaiful Sagala, 2009:21) “Metode pelatihanadalah suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga sebagai sarana untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan”
(Abdul Rahman Shaleh, 2006: 203).” Metode pelatihan adalah kegiatan yang berupa pengulangan yang berkali-kali supaya asosiasi stimulus dan respons menjadi sangat kuat dan tidak mudah untuk dilupakan. Dengan demikian terbentuklah sebuah keterampilan (pengetahuan) yang setiap saat siap untuk dipergunakan oleh yang bersangkutan”
Dalam buku Nana Sudjana, metode pelatihan adalah “satu kegiatan melakukan hal yang sama, berulang-ulang secara sungguh-sungguh dengan tujuan untuk memperkuat suatu asosiasi atau menyempurnakan suatu ketrampilan agar menjadi bersifat permanen
`2.hadis-hadis tentang metode pengulangan dan latihan
Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhori Umar :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ وَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَرَجَعَ يُصَلِّي كَمَا صَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ثَلَاثًا فَقَالَ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِي فَقَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا وَافْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا.) رواه البخارى(
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW masuk masjid, maka masuklah seorang laki-laki dan melakukan shalat, lalu ia memberi salam kepada Nabi SAW dan beliau pun menjawab salamnya seraya bersabda. “Kembali dan shalatlah, karena sesungguhnya engkau belum shalat.” Kemudian ia datang memberi salam kepada Nabi SAW, dan beliau bersabda. Kemba1i dan salatlah, karena sesungguhnya engkau belum shalat” (tiga kali). Laki-Iaki itu berkata, ‘Demi Zat yang mengutusmu dengan benar, aku tidak dapat melakukan yang lebih baik darinya. maka ajarilah aku. Beliau SAW bersabda, “Apabila engkau berdiri untuk shalat maka hertakbirlah, kemudian bacalah apa yang mudah bugimu dari Alquran, lalu rukuklah hingga engkau tuma‘ninah (tenang) dalam rukuk. Kemudian bangkitlah hingga engkau berdiri lurus. Kemudian sujudlah hingga engkau tuma‘ninah dalam sujud, lalu bangkitlah hingga engkautuma‘ninah dalam duduk. Lakukun yang demikiun itu pada seluruh shalatmu..

عَنْ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أَنَّ رَجُلاً تَوَضَّأَ فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ فَرَجَعَ ثُمَّ صَلَّى) رواه البخارى(
Umar ibn Khattab meriwayatkan bahwa seorang laki-laki berwuduk lalu ia meninggalkan membasuh tumitnya selebar kuku. Hal itu dilihat oleh Nabi SAW. Lalu, beliau bersabda: Ulangilah dan perbaiki wudukmu. Seterusnya, laki-laki itu mengulang wuduknya lalu mengerjakan salat.
3. Kelemahan dan Kekurang Metode Pengulangan dan Latihan  
Kelebihan metode latihan (Driil):
1.      Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dengan mempergunakan metode ini akan menambah ketepatan pelaksanaan
2.      Pemanfaatan kebiasaan tidak memerlukan banyak konsentrasi dalam pelaksanaannya.
3.      Pembentukan kebiasaan membuat gerakan-gerakan yang kompleks, rumit menjadi otomatis.
Kekurangan metode latihan (driil):
1. Menghambat bakat dan inisiatif peserta didik.
2. Kadang latihan yang dilaksanakan membosankan.
3. Membentuk kebiasaan yang kaku.


DAFTAR PUSTAKA

Gulo, 2010, Strategi Belajar Mengajar Jakarta:Grasindo,
Sujadna S. DKK. 2001, Metode dan Tehnik Pembelajaran Partisipatif. Bandung : Falah Production,hlm
Al-Bukhariy, Op.cit., Juz 1,
Mc Connel ,James V., dalam Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: kalam Mulia, 1990),
Al-Syaibani,Umar Muhammad Al-Thoumy,Falsafah Pendidikan Islam, Terjemahan Langgulung ,Hasan, (Jakarta, Bulan Bintang, 1979),
Najati, Muhammad Utsman, Psikologi dalam Al-Quran Terapi Qurani dalam Penyembuhan Gangguan Kejiwaan, Judul Asli "Al-Qur'ân wa 'Ilm al-Nafs" Terejemahan M. Al-Farisi ,Zaka, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), cet. ke-1,
QS. Thâhâ: 132
Al-Jumbulati ,Ali, Op.cit.,
Ibn Hanbal ,Ahmad, Op.cit., Juz 1,







[1]Gulo, 2010, Strategi Belajar Mengajar Jakarta:Grasindo, hlm : 5
[2]Sujadna S. DKK. 2001, Metode dan Tehnik Pembelajaran Partisipatif. Bandung : Falah Production,hlm : 67


[3]Al-Bukhariy, Op.cit., Juz 1, h. 297

[4] James V. Mc Connel, dalam Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: kalam Mulia, 1990), h. 95
[5]Umar Muhammad Al-Thoumy Al-Syaibani,, Falsafah Pendidikan Islam, Terjemahan Hasan Langgulung, (Jakarta, Bulan Bintang, 1979), h. 610

[6]Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Quran Terapi Qurani dalam Penyembuhan Gangguan Kejiwaan, Judul Asli "Al-Qur'ân wa 'Ilm al-Nafs" Terejemahan M. Zaka Al-Farisi, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), cet. ke-1, h. 282
[7]QS. Thâhâ: 132

[8]Ali Al-Jumbulati, Op.cit.,  h. 200
[9]Ahmad Ibn Hanbal, Op.cit., Juz 1, h. 140


Tidak ada komentar:

Posting Komentar