BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam
kegiatan sehari – hari baik secara disadari atau tidak kita pasti mengalami
sebuah kegiatan yaitu belajar. Belajar secara teori maupun praktek dari
lingkungan sekitar. Belajar mengerti arti kehidupan dan belajar menjadi semakin
baik. Anak – anak kecil pun belajar bagaimana cara mereka berjalan dan
berkomunikasi dengan baik. Sebagai calon pendidik kita juga dituntut untuk
mengetahui tentang arti penting belajar. Karena belajar merupakan masalah yang
pasti dihadapi setiap orang. Oleh karena itu di sini kita akan mengupas lebih
dalam tentang arti dari kata belajar itu sendiri. Yang diharapkan nantinya akan
berguna bagi kita para calon pendidik untuk lebih memahami kegiatan beajar
mengajar ini dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari bagi peserta
didik kita.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
defenisi belajar ?
2. Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ?
3. Apa
yang dimasud dengan teori classical conditioning?
4. Apa
yang dimasud dengan teori operant conditioning ?
C. Tujan Penulisan
Makalah
1. Untuk mengetahui defenisi belajar
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar
3. Untuk mengetahui yang dimasud dengan teori
classical conditioning
4. Untuk mengetahui yang dimasud dengan teori
operant conditioning
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar
Kata atau Istilah belajar bukanlah sesuatu yang baru,
sudah sangat dikenal secara luas, namun dalam pembahasan belajar ini
masing-masing ahli memiliki pemahaman dan definisi yang berbeda-beda,walaupun
secara praktis masing-masing kita sudah sangat memahami apa yang dimaksud
belajar tersebut.
Artiya :Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.( QS : An-Nahl : 125 )
Oleh
karena itu, untuk menghindari pemahaman yang beragam tersebut, berikut akan
dikemukakan berbagai definisi belajar menurut para ahli.[1]
Menurut
R. Gagne (1989), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses
dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Dua konsep ini menjadi terpadu dalam satu kegiatan dimana terjadi
interaksi antara guru dengan siswa, serta siswa dengan siswa pada saat pembelajaran
berlangsung.
Adapun
menurut Burton dalam Usman danSetiawati (1993:4), belajar dapat diartikan
sebagai perubahan tingkah laku pada diri
individu berkat adanya interaksi anatar
individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga
mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
Sementara menurut E.R Hilgard (1962),
belajar adalah suatu perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungan. Perubahan
kegiatan yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini diperoleh
melalui latihan (pengalaman). Hilgard menegaskan bahwa belajar merupakan proses
mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembiasaan,
pengalaman dan sebagainya.
Kingsley
mambagi hasil belajar menjadi tiga macam, yaitu:
(a) keterampilan dan kebiasaan;
(b) pengetahuan dan pengertian; dan
(c) sikap dan cita-cita.
Sedangkan
Djamarah dan Zain (2002:120) menetapkan bahwa hasil belajar telah tercapai
apabila telah terpenuhi dua indikator yaitu:
1. Daya
serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik
secara individual maupun kelompok.
2.
Perilaku yang
digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus telah dicapai oleh
siswa baik secara individu maupun kelompok.
Sementara Hamalik (2003) menjelaskan bahwa
belajar adalah memodifikasi atau memperteguh perilaku melalui pengalaman (learning is defined as the modificator or
strengthening of behavior through
experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu hasil atau
tujuan. Dengan demikian, belajar itu bukan sekedar mengingat atau menghafal
saja, namun lebih luas dari itu merupakan mengalami. Hamalik juga menegaskan
bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu atau
seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku ini
mencakup perubahan dalam kebiasaan (habit),
sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Perubahan tingkah laku dalam
kegiatan belajar disebabkan oleh pengalaman atau latihan.2[2]
Adapun pengertian belajar menurut W.S
Winkel (2002) adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi
aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat
relatif konstan dan berbekas. Jadi, kalau seseorang dikatakan belajar
matematika adalah apabila pada diri orang ini terjadi suatu kegiatan yang dapat
mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika.
Perubahan ini terjadi dari tidak tahu menjadi tahu konsep matematika ini, dan
mampu menggunakannya dalam materi lanjut atau dalam kehidupan sehari-hari.
Dari beberapa
pengertian belajar diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu
aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk
memperoleh suatu konsep, pemahaman atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan
seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berfikir,
merasa maupun dalam bertindak.[3]
Sebagai landasan penguraian mengenai apa
yang dimaksud dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa
definisi.
a) Hilgard
dan bower, dalam buku theoes of learning (1975) mengemukakan. “bejar behubungan
dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana
perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan
respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya
kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).”
b) Gagne,
dalam buku the conditions of learning (1977) menyatakan bahwa: “belajar terjadi
apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi sesuatu
sedemikian rupa sehingga perbuatannya (perfomance-nya) berubah dari waktu
sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu
sesudah ia mengalami situasi tadi.”
c) Morgan,
dalam bukunya introduction to psychology (1978) mengemukakan “ belajar adalah
setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai
suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”
d) Witherington,
dalam buku educational psychology mengemukakan. “ belajar adalah suatu
perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru
daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu
pengertian.”
Dari definisi-definisi yang dikemukakan
di atas, dapat dikemukan adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan
pengertian tentang belajar, yaitu bahwa.
a. Belajar
merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat
mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi ada juga kemungkinan
mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
b. Belajar
merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman: dalam
arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak
dianggap sebagai hasil belajar: seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada
diri seorang bayi.
c. Untukdapat
di sebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap: harus merupakn akhir
daripada suatu periode yang cukup panjang.
d. Tingkah
lakuyang mengalamiperubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek
kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam pengertian,
pemecahan suatu masalah atau berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan,
ataupun sikap.
B. Faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar.
Menurut teori Gestalt, belajar merupakan suatu
proses perkembangan. Artinya bahwa secara kodrati jiwa raga anak mengalami
perkembangan. Perkembangan sendiri memerlukan sesuatu baik yang berasal dari
diri siswa sendiri maupun pengaruh dari lingkungannya. Berdasarkan teori ini
hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan
lingkungannya. Pertama, siswa; dalam
arti kemampuan berfikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat dan
kesiapan siswa, baik jasmani maupun rohani. Kedua,
lingkungan; yaitu sarana prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru,
sumber-sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan, keluarga dan
lingkungan.[4]
Pendapat yang senada
dikemukakan oleh Wasliman (2007:158), hasil belajar yang dicapai oleh peserta
didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang memengaruhi, baik
faktor internal maupun eksternal, sebagai berikut:
a.
Faktor internal; faktor
internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang
memengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan,
minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar,
serta kondisi fisik dan kesehatan.
b.
Faktor eksternal; faktor
yang berasal dari luar diri peserta didik yang memengaruhi hasil belajar yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Keluarga yang morat-marit keadaan ekonominya, pertengkaran suami
istri, perhatian orang tua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan
sehari-hari berprilaku yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan
sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik.
Selanjutnya, dilakukan
oleh Wasliman (2007:159) bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut
menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan
kualitas pengajaran di sekolah, maka semakin tinggi pula hail belajar siswa.
Kualitas
pengajaran di sekolah sangat di tentukan oleh guru, sebagaimana dikemukakan
oleh Wina Sanjaya (2006:50), bahwa guru adalah komponen yang sangat menentukan
dalam implementasi suatau strategi pembelajaran. Berdasarkan pendapat ini dapat
ditegaskan bahwa salah satu faktor eksternal yang sangat berperan memengaruhi
hasil belajar siswa adalah guru. Guru dalam proses pembelajaran memegang
peranan yang sangat penting. Peran guru,apalagi untuk siswa pada usia sekolah
dasar, tak mungkin dapat digantikan oleh perangkat lain, seperti, televisi,
radio, dan komputer. Sebab, siswa adalah organisme yang sedang berkembang yang
memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa.[5]
Menurut
Dunkin dalam Wina Sanjaya (2006:51),terdapat sejumlah aspek yang dapat
memengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu:
1.
Teacher
formative experience, meliputi jenis kelamin
serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka.
Yang termasuk kedalam aspek ini di antaranya tempat asal kelahiran guru
termasuk suku, latar belakang budaya,
dan adat istiadat.
2.
Teacher
training experience, meliputi
pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang
pendidikan guru, misalnya, pengalaman latihan profesional, tingkat pendidikan,
dan pengalaman jabatan.
3.
Teacher
properties, adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan sifat yang dimiliki guru, misalnya sikap guru terhadap profesinya, sikap
guru terhadap siswa, kemampuan dan inteligensi guru, motivasi dan kemampuan
mereka baik kemampuan pengelolaan pembelajaran termasuk di dalamnya kemampuan
dalam merencanakan dan evaluasi pembelajaran maupun kemampuan dalam penguasaan
materi.
Dengan
demikian, semakin jelaslah bahwa hasil belajar siswa merupakan hasil dari suatu
waktu proses yang didalamnya terlibat sejumlah faktor yang memengaruhinya.
Tinggi hasil belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.
Ruseffendi (1991:7) mengindetifikasi faktor-faktor yang memengaruhi hasil
belajar kedalam sepuluh macam, yaitu: kecerdasan, kesiapan anak, bakat anak,
kemauan belajar, minat anak, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru,
suasana belajar, kompetensi guru, dan kondisi masyarakat.6[6]
Dari
kesepuluh faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan siswa belajar, terdapat
faktor yang dapat dikatakan hampir sepenuhnya tergantung pada siswa.
Faktor-faktor itu adalah kecerdasan anak, kesiapan anak, dan bakat anak. Faktor
yang sebagian penyebabnya hampir sepenuhnya tergantung pada guru, yaitu:
kemampuan (kompetensi), suasana belajar, dan kepribadian guru. Kiranya dapat
dikatakan bahwa keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pada faktor dari
dalam siswa dan faktor dari luar siswa. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan
oleh Sudjana (1989:39), bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi
oleh dua faktor yang datang dari luar atau faktor lingkungan. Faktor yang
datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan
siswa besar pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa.
1. Kecerdasan Anak
Kemampuan
intelegensi seseorang sangat memengaruhi terhadap cepat dan lambatnya
penerimaan informasi serta terpecahkan atau tidaknya suatu permasalahan.
Kecerdasan siswa sangat membantu pengajar untuk menentukan apakah siswa itu
mampu mengikuti pelajaran yang diberikan dan untuk meramalkan keberhasilan
siswa setelah mengikuti pelajaran yang diberikan meskipun tidak akan terlepas
dari faktor lainnya.
Kemampuan
merupakan potensi dasar bagi pencapaian hasil belajar yang dibawa sejak lahir.
Alfred Binnet membagi intelegensi kedalam tiga aspek kemampuan yaitu: direction, adaptation, dan criticism. Pertama, direction, artinya kemampuan untuk memusatkan kepada suatu masalah
yang dipecahkan. Kedua, adaption,
artinya kemampuan untuk mengadakan adaptasi terhadap suatu masalah yang
dihadapinya secara fleksibel didalam menghadapi masalah. Ketiga, cristicism, artinya kemampuan untuk mengadakan kritik, baik
terhadap masalah yang dihadapi maupun terhadap dirinya sendiri.[7]
2. Kesiapan atau Kematangan
Kesiapan
atau kematangan adalah tingkat perkembangan dimana individu atau organ-organ
sudah berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam proses belajar, kematangan atau
kesiapan ini sangat menentukan keberhasilan dalam belajar tersebut. Oleh karena
itu, setiap upaya belajar akan lebih berhasil jika dilakukan bersamaan dengan
tingkat kematangan individu, karena kematangan ini erat hubungannya dengan
masalah minat dan kebutuhan anak.
3. Bakat Anak.
Menurut
Chaplin, yang dimaksud degan bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki
seeorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan
demikian, sebetulnya setiap orang memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk
mencapai prestasi sampai tingkat tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
bakat akan dapat memengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar.
4. Kemauan Belajar.
Salah
satu tugas guru yang kerap sukar dilaksanakan ialah membuat anak menjadi giat
untuk belajar. Keengganan siswa untuk belajar mungkin disebabkan karena ia
belum mengerti bahwa belajar sangat penting untuk kehidupannya kelak. Kemauan
belajar yang tinggi disertai dengan rasa tanggung jawab yang besar tentunya berpengaruh positif
terhadap hasil belajar yang diraihnya. Karena kemauan belajar menjadi salah
satu penentu dalam mencapai keberhasilan belajar.[8]
5. Minat.
Secara
sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu. Seorang siswa yang menaruh minat besar
terhadap pelajaran akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa
lainnya. Kemudian karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi
itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat lagi, dan akhirnya
mencapai prestasi yang diinginkan.
6. Model Penyajian Materi Pelajaran.
Keberhasilan
siswa dalam belajar tergantung pula pada model penyajian materi. Model
penyajian materi yang menyenangkan, tidak membosankan, menarik dan mudah
dimengerti oleh para siswa tentunya berpengaruh secara positif terhadap
keberhasilan belajar.
7. Pribadi Dan Sikap Guru.
Siswa, begitu juga manusia pada umumnya dalam melakukan
belajar tidak hanya melalui bacaan atau melalui guru saja, tetapi bisa juga
melalui contoh-contoh yang baik dari sikap, tingkah laku dan perbuatan. Kepribadian
dan sikap guru yang kreatif dan penuh inovatif dalam perilakunya, maka siswa
akan meniru gurunya yang aktif dan kreatif ini. Pribadi dan sikap guru yang
baik ini tercermin dari sikapnya yang ramah, lemah lembut, penuh kasih sayang,
membimbing dengan penuh perhatian, tidak cepat marah, tanggap terhadap keluhan
atau kesulitan siswa, antusias dan semangat dalam bekerja dan mengajar,
memberikan penilaian yang objektif, rajin, disiplin, serta bekerja penuh
dedikasi dan bertanggung jawab dalam segala tindakan yang ia lakukan.
8. Suasana Pengajaran.
Faktor
lain yang ikut menentukan keberhasilan siswa dalam belajar adalah suasana
pengajaran. Suasana pengajaran yang tenang, terjadinya dialog yang kritis
antara siswa dengan guru, dan menumbuhkan suasana yang aktif diantara siswa
tentunya akan memberikan nilai pada proses pengajaran. Sehingga keberhasilan
siswa dalam belajar dapat meningkat secara maksimal.
9.
Kompetensi Guru.
Guru
yang berprofesional memiliki kemampuan-kemampuan tertentu. Kemampuan-kemampuan
itu diperlukan dalam membantu siswa
dalam belajar. Keberhasilan siswa akan banyak dipengaruhi oleh kemampuan guru
yang profesional. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompeten
dalam bidangnya dan menguasai dengan baik bahan yang akan diajarkan serta mampu
memilih metode belajar mengajar yang tepat sehingga pendekatan itu bisa
berjalan dengan semestinya.
10. Masyarakat.
Dalam
masyarakat terdapat berbagai macam tingkah laku manusia dan berbagai macam
latar belakang pendidikan. Oleh karena itu, pantaslah dalam dunia pendidikan
lingkungan masyarakat pun akan ikut memengaruhi kepribadian siswa. Kehidupan
modern dengan keterbukaan serta kondisi yang luas banyak dipengaruhi dan
dibentuk oleh kondisi masyarakat dibanding oleh keluarga dan sekolah.[9]
C. Teori Classical Conditioning Ivan
Pavlov
Ivan
Petrovich Pavlov, dilahirkan di Rjasan (Rusia), (yang saat ini Negara Rusia
telah menjadi negara-negara kecil) pada tanggal 18 September 1849 dan wafat di
Leningrad pada tanggal 7 Februari 1936. Pavlov anak seorang Pendeta;
sebagaimana keterangan yang kami kutip bahwa orang tua Ivan Pavlov berkeinginan
supaya anaknya kelak mengikuti jejaknya menjadi pendeta, karenaitu dalam
pendidikannya, Pavlov memang disiapkan untuk itu. Tetapi Pavlov sendiri merasa
tidak cocok dengan pekerjaan sebagai pendeta, ia memilih belajar kedokteran,
dan mengambil spesialisasi dalam bidang fisiologi. Sejak tahun 1890 ia telah
menjadi ahli filosofi yang ternama
Dalam sub
judul ini penulis banyak mengutip uraian Hendry C. Ellis, tentang eksperimennya
Pavlov di laboratorium pada seekor anjing. Beliau melakukan operasi kecil pada
pipi anjing itu sehingga bagian dari kelenjar liur dapat dilihat dari kulit
luarnya. Sebuah saluran kecil di pasang pada pipinya untuk mengukur aliran air
liurnya. Kondisi anjing itu terpisah dari penglihatan dan suara luar, atau
diletakkan pada panel gelas.[10]
Rita L.
Atkinson, et.al mengungkapkan; lampu dinyalakan. Anjing dapat bergerak sedikit,
tetapitidak mengeluarkan liur. Setelah beberapa detik, bubuk daging diberikan;
anjing tersenut lapar dan memakannya. Alat perekam mencatat pengeluaran air
liur yang banyak. Prosedur ini beberapa kali. Kemudian lampu dinyalakan tetapi
bubuk daging tidak diberikan, namun anjing tetap mengeluarkan air liur.
Binatang itu telah belajar mengasosiasikan dinyalakan lampu dengan makanan.[11]
Secara
sederhana dari peristiwa ini, Pavlov kemudian mengeksplorasi fenomena
eksperiment tersebut, dan kemudian mengembangkan satu study perilaku
(behavioral study) yang dikondisikan. yang dikenal dengan teori Clasical
Conditioning. Classical conditioning adalah model pembelajaran yang menggunakan
stimulus untuk membangkitkan rangsangan secara alamiah melalui stimulus lain.
Secara
sederhana pengkondisian klasik merujuk pada sejumlah prosedur pelatihan dimana
satu stimulus/ rangsangan muncul untuk menggantikan stimulus lainnya dalam
mengembangkan suatu respon, bahwa prosedur ini disebut klasik karena prioritas
historisnya seperti dikembangkan oleh Pavlov. Kata clasical yang mengawali nama
teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap
paling dahulu dibidang conditioning (upaya pengkondisian) dan untuk
membedakannya dari teori conditioning lainnya.
Menurut
teori ini, ketika makanan (makanan disebut sebagai the unconditioned or
unlearned stimulus – stimulus yang tidak dikondisikan atau tidak dipelajari)
dipasangkan atau diikutsertakan dengan lampu (dinyalakan lampu disebut sebagai
the conditioned or learned stimulus-stimulus yang dikondisikan atau
dipelajari), maka dinyalakan lampu akan menghasilkan respons yang sama yaitu
keluarnya air liur dari anjing percobaan. Peristiwa ini menurut Pavlov
merupakan refleks bersyarat dari adanya masalah fungsi otak, sehingga masalaah
yang ingin dipecahkan oleh Pavlov dengan eksperimen itu ialah bagaimanakah
refleks bersyarat itu terbentuk. Pavlov melakukan eksperimen itu berulang-ulang
dengan berbagai variasi.
Dari
eksperimen Pavlov, menurutnya respon dikontrol oleh pihak luar; pihak inilah
yang menentukan kapan dan apa yang akan diberikan sebagai stimulus, sebagaimana
dijelaskan Agus Suryanto tentang teori Pavlov tersebut, beliau mengatakan semua
harus berobjekkan kepada segala yang tampak oleh indera, dari luar. Peranan
orang yang belajar bersifat pasif karena untuk mengadakan respon perlu adanya
suatu stimulus tertentu. Sedangkan mengenai penguat menurut Pavlov bahwa
stimulus yang ridak terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai hubungan
dengan penguatan. Stimulus itu sendirilah yang menyebabkan adanya pengulangan
tingkah laku dan berfungsi sebagai penguat. Setelah respon berkondisi tercapai,
apakah yang akan terjadi bila stimulus berkondisi diulang atau diberikan
kembali tanpa diikuti oleh stimulus tidak berkondisi? Dalam hal ini akan
terjadi pelenyapan atau padam. Dengan kata lain pelenyapan adalah tidak
terjadinya respon atau menurunnya kekuatan respon pada saat diberikan kembali
stimulus berkondisi tanpa diikuti stimulus tak berkondisi setelah terjadinya
respon. Sedangkan penyembuhan spontan adalah tindakan atau usaha nyata untuk
menghalangi terjadinya pelenyapan. Satu diantaranya ialah melalui rekondisioning
atau mengkondisikan kembali melalui pemberian kedua stimulus berkondisi secara
berpasangan.
Dari
peristiwa pengkondisian klasik ini , merupakan dasar bentuk belajar yang sangat
sederhana, sehingga banyak ahli kejiwaan menganggap Pavlov sebagai titik
permulaan tepat untuk penyelidikan belajar. Lalu peristiwa kondisioning juga
banyak terdapat pada diri manusia, misalnya anda dapat menjadi terkondisi
terhadap gambar makanan dalam berbagai iklan yang menampilkan makanan malam
dengan steak yang lezat, dapat memicu respon air liur meskipun anda mungkin
tidak lapar. Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Ivan Pavlov maka
terlihat bahwa pentingnya mengkondisi stimulus agar terjadi respon. Dengan
demikian pengontrolan stimulus jauh lebih penting daripada pengontrolan respon.
Konsep ini megisyaratkan bahwa proses belajar lebih mengutamakan faktor
lingkungan (eksternal) daripada motivasi (internal).
a. Teori
Classical Conditioning ( Pavlov
dan Watson ).
Dapat
dikatakan bahwa pelopor dari teori conditioning ini adalah pavlov seorang ahli
psikologi-refleksologi dari rusia. Ia mengadakan percobaan-percobaan dengan
seekor anjing.
Sesudah Pavlov, banyak ahli-ahli psikologi lain yang mengadakan percobaan dengan binatang,antara lain guthrie, Skinner, Watson dan lain-lain.
Sesudah Pavlov, banyak ahli-ahli psikologi lain yang mengadakan percobaan dengan binatang,antara lain guthrie, Skinner, Watson dan lain-lain.
Watson
mengadakan eksperimen-aksperimen tentang perasaan takut pada anak dengan
menggunakan tikus dan kelinci. Dari hasil percobaanya dapat ditarik kesimpulan
bahwa perasaan takut pada anak dapat di ubah atau dilatih.
Demikianlah maka menurut teori conditioning belajar itu adalah
suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions)
yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Yang terpenting dalam belajar
menurut conditioning ialah adanya latihan-latihan continu.Yang di utamakan
dalam teori ini adalah hal belajar yang terjadi secara otomatis.
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia
juga tidak lain adalah hasil dari pada conditioning. Yakni hasil dari pada
latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat
tertentu yang dialaminya di dalam kehidupannya.12[12]
Kelemahan
dari teori conditioning ini ialah teori ini menganggap bahwa belajar itu
hanyalah terjadi secara otomatis. Peranan
latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tahu bahwa dalam
bertinda dan berbuat sesuatu, manusia tidak semata-mata tergantung kepada
pengaruh dari luar. Teori conditioning ini memang tepat kalau kita hubungkan
dengan kehidupan binatang. Pada manusia teori ini hanya dapat kita terima dalam
belajar yang mengenai skills tertentu dan mengenai pembiasaan opasa anak-anak
kecil.
b. Penerapan Teori Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Teori classical
conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara
mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Dengan adanya
stimulus berupa hadiah (reward) yang diberikan kepada peserta didik dapat
menumbuhkan motivasi belajar siswa, sehingga siswa lebih tertarik pada guru,
artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh , tertarik pada mata
pelajaran yang diajarkan, mempunyai antusias yang tinggi serta mengendalikan
perhatianya terutama pada guru, selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya
kembali, dan selalu terkontrol oleh lingkungan. Contohnya yaitu pada awal tatap
muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru
menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya,
sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.
D.
Teori Operant Conditioning (skinner).
1.
Pengertian
teori operant conditioning
Dalam kamus psikologi disebut bahwa
Operant ialah setiap respon yang bersifat instrumental dalam menimbulkan
akibat-akibat tertentu, seperti hadiah makanan atau satu kejutan listrik.
Respon tersebut beroperasi ke dalam lingkungan, sementara Conditioning
menpunyai arti mempelajari respon tertentu ( Kartini Kartono dan dali Gulo,
1987:84 dalam Riyanto 2005:24). Di bawah ini merupakan beberapa definisi dari
Operant Conditioning:[13]
1. Suatu tipe (instrumental)
conditioning yang melibatkan modifikasi operant respon melalui pemberian
hadiah. Dengan cara tertentu, suatu respon yang dipancarkan oleh organisme
terjadi diperkuat sesuai dengan urutan waktunya, dan perubahan – perubahan yang
ditimbulkannya dipelajari sebagai alat penguat respon yang biasa digunakan.
2.
Suatu tipe
belajar dengan mempelajari konsekuensi atau akibat dari tingkah laku kita di
dalam lingkungan, perilaku-perilaku mana saja yang mendorong kita untuk
menghindari akibat-akibat penguatan negatif “tidak menyenangkan”.
3. Suatu tipe pengkondisian
instrumental yang mencakup memodifikasi / perubahan dari suatu operant, suatu
operant yang dipancarkan oleh suatu organisme kemudian diperkuat dengan
cara-cara tertentu sesuai jadwal tertantu dengan menghasilkan perubahan dalam
kecepatan kejadianya. (Kartini Kartono dan Dali
Gulo,1987:320 dalam Riyanto, 2005:25)
Operant
conditioning merupakan pembelajaran dimana konsekuensi perilaku mengarah
perubahan dalam probabilitas terjadinya perilaku.
.
2. Prinsip-prinsip operant conditioning
a.
Penguatan (reinforcement)
Penguatan adalah proses belajar untuk
meningkatkan kemungkinan dari sebuah perilaku dengan memberikan atau
menghilangkan rangsangan. Prinsip penguatan dibagi menjadi dua, yaitu penguatan
positif dan penguatan negatif.
1.
Positive Reinforcement (Penguatan Positif)
Penguatan positif (positive
reinforcement) adalah suatu rangsangan yang diberikan untuk memperkuat
kemungkinan munculnya suatu perilaku yang baik sehingga respons menjadi
meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung. Sebagai contoh,
seorang anak yang pada dasarnya memiliki sifat pemalu diminta oleh guru maju ke
depan kelas untuk menceritakan sebuah gambar yang dibuat oleh anak itu sendiri.
Setelah anak tersebut membacakan cerita, guru memberikan pujian kepada anak
tersebut dan teman-teman sekelasnya bertepuk tangan. Ketika hal tersebut
berlangsung berulang-ulang, maka pada akhirnya anak tersebut menjadi lebih
berani untuk maju ke depan kelas, bahkan kemungkinan sifat pemalunya akan
hilang.
Rangsangan yang diberikan untuk
penguatan positif dapat berupa hal-hal dasar seperti, makanan, minuman, sex,
dan kenyamanan pisikal. Selain itu, beberapa hal-hal lain seperti uang,
persahabatan, cinta, pujian, penghargaan, perhatian, dan kesuksesan karir juga
dapat digunakan sebagai rangsangan penguatan positif
2.
Negative Reinforcement (Penguatan Negatif)
Negative Reinforcement adalah
peningkatan frekwensi suatu perilaku positif karena hilangnya rangsangan yang
merugikan (tidak menyenangkan). Sebagai contoh, seorang ibu yang
memarahi anaknya setiap pagi karena tidak membersihkan tempat tidur, tetapi
suatu pagi si anak tersebut membersihkan tempat tidurnya tanpa di suruh dan si
ibu tidak memarahinya, pada akhirnya si anak akan semakin rajin membersihkan
tempat tidurnya diringi dengan berkurangnya frekwensi sikap kemarahan dari
ibunya.
Perbedaan
mutlak penguatan negatif dengan penguatan positif terletak pada penghilangan
dan penambahan stimulus yang sama-sama bertujuan untuk meningkatkan suatu
perilaku yangbaik.
* Penguatan Positif + Stimulus => Perilaku baik
* Penguatan Positif + Stimulus => Perilaku baik
* Penguatan
Negatif – Stimulus => Perilaku baik
.b. Hukuman
(Punishment)
Penguatan negatif (negative
reinforcement) tidaklah sama dengan hukuman, keduanya sangat berbeda. Penguatan
negatif lebih bertujuan untuk meningkatkan probabilitas dari sebuah perilaku,
sedangkan hukuman lebih bertujuan untuk menurunkan probabilitas terjadinya
perilaku. Dalam penguatan negatif respon akan meningkat karena konsekuensinya,
sedangkan pada hukuman respon akan menurun karena konsekuensinya. Sebagai
contoh, ketika kita meminum obat saat kita sakit kepala dan hasilnya
sakit kepala kita hilang , maka kita akan meminum obat yang sama saat
kita mengalami sakit kepal. Penghilangan rasa sakit kepala pada kasus ini
merupakan penguatan negatif, sedangkan apabila setelah meminum obat ternyata
kita mendapat alergi, maka tentunya kita tidak akan meminum obat yang sama lagi
sebab mendapat alergi dalam kasus ini merupakan sebuah hukuman sehingga
perilaku berikutnya tidak akan mengulangi hal yang sama.
Hukuman (punishment) adalah sebuah
konsekuensi untuk mengurangi atau menghilangkan kemungkian sebuah perilaku akan
muncul. Sebagai contoh, seorang anak bermain-main pedang-pedangan menggunakan
pisau, kemudian kulit jari tanganya terpotong ketika pisau tersebut salah
diarahkan. Pada akhirnya anak tersebut akan sedikit kemungkinannya bermain-main
menggunakan pisau.
Hukuman positif dan
hukuman negatif
Dalam hukuman juga terdapat pembagian
antara positif dan negatif. Hukuman positif (positive punishment) dimana sebuah
perilaku berkurang ketika diikuti dengan rangsangan yang tidak menyenangkan,
misalnya ketika seseorang anak mendapat nilai buruk di sekolah maka orangtuanya
akan memarahinya hasilnya anak tersebut akan belajar lebih giat untuk
menghindari omelan orangtuanya (akan kecil kemungkinannya anak tersebut akan
mendapatkan nilai jelek). Hukuman negatif (negative punishment), sebuah
perilaku akan berkurang ketika sebuah rangsangan positif atau menyenagkan
diambil. Sebagai contoh, seorang anak mendapat nilai jelek akibat terlalu
sering bermain-main dengan temannya dan malas belajar, kemudian anak tersebut
dihukum oleh orangtuanya untuk tidak boleh bermain dengan teman-temannya selama
sebulan, akhirnya anak tersebut tidak akan terlalu sering bermain-main dengan
temannya atau lebih mengutamakan pelajarannya
3. Kelebihan dan
Kelemahan Operant Conditioning
a. Dengan diterapkannya dalam
pendidikan akan memberikan semangat tersendiri bagi siswa karena adanya
pemberian hadiah, sehingga mamacu semangat untuk belajar.
b. Siswa lebih aktif dan semangat dalam
menjawab pertanyaan dari guru dengan harapan akan mendapat reward.
c. Memacu siswa untuk terus berprestasi
didalam kelas.
2. Kelemahan
a. Adanya pelaksanaan Mastery Learning,
yaitu siswa mempelajari materi secara tuntas menurut waktunya masing-masing,
karena setiap siswa berbeda-beda iramanya. Akibatnya siswa naik atau lulus
sekolah dalam waktu yang berbeda-beda.
b. Adanya kecemburuan kelas
c. Bagi anak yang dapat menjawab
pertanyaan guru, ia akan mendominasi, sedangkan yang tidak bisa ia akan diam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kata atau Istilah belajar bukanlah sesuatu yang baru,
sudah sangat dikenal secara luas, namun dalam pembahasan belajar ini
masing-masing ahli memiliki pemahaman dan definisi yang berbeda-beda,walaupun
secara praktis masing-masing kita sudah sangat memahami apa yang dimaksud
belajar tersebut. Oleh karena itu, untuk menghindari
pemahaman yang beragam tersebut, berikut akan dikemukakan berbagai definisi
belajar menurut para ahli.
Menurut
R. Gagne (1989), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses
dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Dua konsep ini menjadi terpadu dalam satu kegiatan dimana terjadi
interaksi antara guru dengan siswa, serta siswa dengan siswa pada saat
pembelajaran berlangsung.
Adapun
menurut Burton dalam Usman danSetiawati (1993:4), belajar dapat diartikan
sebagai perubahan tingkah laku pada diri
individu berkat adanya interaksi anatar
individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga
mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
Sementara menurut E.R Hilgard (1962),
belajar adalah suatu perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungan. Perubahan
kegiatan yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini
diperoleh melalui latihan (pengalaman). Hilgard menegaskan bahwa belajar
merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan,
pembiasaan, pengalaman dan sebagainya.”
Dari definisi-definisi yang dikemukakan
di atas, dapat dikemukan adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan
pengertian tentang belajar, yaitu bahwa.
Belajar merupakan
suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada
tingkah laku yang lebih baik, tetapi ada juga kemungkinan mengarah kepada
tingkah laku yang lebih buruk.
Pendapat yang senada
dikemukakan oleh Wasliman (2007:158), hasil belajar yang dicapai oleh peserta
didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang memengaruhi, baik
faktor internal maupun eksternal, sebagai berikut:
a.
Faktor internal; faktor
internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang
memengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan,
minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar,
serta kondisi fisik dan kesehatan.
b.
Faktor eksternal; faktor
yang berasal dari luar diri peserta didik yang memengaruhi hasil belajar yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Keluarga yang morat-marit keadaan ekonominya, pertengkaran suami
istri, perhatian orang tua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan
sehari-hari berprilaku yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan
sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik.
B.
Saran
Pengertian dan perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami
oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar ,
sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat dicapai. Dengan memahami
berbagai teori belajar, pendidik dapat menembangkan pembelajaran di dalam kelas
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
susanto, 2014,Teori belajar dan pembelajaran,(Jakarta:Prendamedia
Group).
M.ngalim
purwanto,1989. psikologi pendidikan, (Bandung: Remadja karya,).
M. Ngalim Purwanto ,2007. Psikology
Pendidikan , ( Bandung : Rosdakarya)
Ahmad
susanto,2014. teori belajar dan pembelajaran, (jakarta: prenada media
group)
Ellis,
Hendry C.1978. Fundamnental Of Human Learning, Memory, and Cognition, Second edition, United States Of America: Wn.
C. Brown Company Publishers.
Rita
L. Atkinson, et.al, Intrudoction To Psycology, Eight Edition, Terj, Nurjannah
Taufiq
Kartini Kartono dan dali Gulo, 1987:84 dalam
Riyanto 2005:24).
Satrock,John W.2007.Psikologi Pendidikan. edisi kedua. Jakarta:PT Kencana Media Group
[3] M.ngalim
purwanto,1989. psikologi pendidikan, (Bandung: Remadja karya,),
hlm. 80-82
[5] Ibid.hlm.108
[6] Ibid.hlm.109
[9] Ahmad susanto, teori belajar dan pembelajaran, (jakarta: prenada media
group, 2014), hlm.12
[10] Ellis,
Hendry C.1978. Fundamnental Of Human Learning, Memory, and Cognition, Second
edition, United States Of America: Wn. C. Brown Company Publishers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar