Sabtu, 04 Juni 2016

psikologi umum belajar



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Dalam kegiatan sehari – hari baik secara disadari atau tidak kita pasti mengalami sebuah kegiatan yaitu belajar. Belajar secara teori maupun praktek dari lingkungan sekitar. Belajar mengerti arti kehidupan dan belajar menjadi semakin baik. Anak – anak kecil pun belajar bagaimana cara mereka berjalan dan berkomunikasi dengan baik. Sebagai calon pendidik kita juga dituntut untuk mengetahui tentang arti penting belajar. Karena belajar merupakan masalah yang pasti dihadapi setiap orang. Oleh karena itu di sini kita akan mengupas lebih dalam tentang arti dari kata belajar itu sendiri. Yang diharapkan nantinya akan berguna bagi kita para calon pendidik untuk lebih memahami kegiatan beajar mengajar ini dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari bagi peserta didik kita.

B.  Rumusan Masalah
1.  Apa defenisi belajar ?
2.  Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ?
3.  Apa yang dimasud dengan teori classical conditioning?
4.  Apa yang dimasud dengan teori operant conditioning ?
        C. Tujan Penulisan Makalah
1. Untuk mengetahui defenisi belajar
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
3. Untuk mengetahui yang dimasud dengan teori classical conditioning
4. Untuk mengetahui yang dimasud dengan teori operant conditioning





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Belajar
Kata atau Istilah belajar bukanlah sesuatu yang baru, sudah sangat dikenal secara luas, namun dalam pembahasan belajar ini masing-masing ahli memiliki pemahaman dan definisi yang berbeda-beda,walaupun secara praktis masing-masing kita sudah sangat memahami apa yang dimaksud belajar tersebut. 
Artiya :Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.( QS : An-Nahl : 125 )
Oleh karena itu, untuk menghindari pemahaman yang beragam tersebut, berikut akan dikemukakan berbagai definisi belajar menurut para ahli.[1]
Menurut R. Gagne (1989), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu  proses  dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dua konsep ini menjadi terpadu dalam satu kegiatan dimana terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta siswa dengan siswa pada saat pembelajaran berlangsung.
Adapun menurut Burton dalam Usman danSetiawati (1993:4), belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada  diri individu berkat adanya interaksi anatar  individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
Sementara menurut E.R Hilgard (1962), belajar adalah suatu perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungan. Perubahan kegiatan yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini diperoleh melalui latihan (pengalaman). Hilgard menegaskan bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembiasaan, pengalaman dan sebagainya.
Kingsley mambagi hasil belajar menjadi tiga macam, yaitu:
 (a) keterampilan dan kebiasaan;
 (b) pengetahuan dan pengertian; dan
 (c) sikap dan cita-cita.
Sedangkan Djamarah dan Zain (2002:120) menetapkan bahwa hasil belajar telah tercapai apabila telah terpenuhi dua indikator yaitu:
1.      Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
2.      Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus telah dicapai oleh siswa baik secara individu maupun kelompok.
Sementara Hamalik (2003) menjelaskan bahwa belajar adalah memodifikasi atau memperteguh perilaku melalui pengalaman (learning is defined as the modificator or strengthening of behavior through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu hasil atau tujuan. Dengan demikian, belajar itu bukan sekedar mengingat atau menghafal saja, namun lebih luas dari itu merupakan mengalami. Hamalik juga menegaskan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu atau seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku ini mencakup perubahan dalam kebiasaan (habit), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Perubahan tingkah laku dalam kegiatan belajar disebabkan oleh pengalaman atau latihan.2[2]
Adapun pengertian belajar menurut W.S Winkel (2002) adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas. Jadi, kalau seseorang dikatakan belajar matematika adalah apabila pada diri orang ini terjadi suatu kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika. Perubahan ini terjadi dari tidak tahu menjadi tahu konsep matematika ini, dan mampu menggunakannya dalam materi lanjut atau dalam kehidupan sehari-hari.
Dari beberapa pengertian belajar diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berfikir, merasa maupun dalam bertindak.[3]
Sebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi.
a)      Hilgard dan bower, dalam buku theoes of learning (1975) mengemukakan. “bejar behubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).”
b)      Gagne, dalam buku the conditions of learning (1977) menyatakan bahwa: “belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi sesuatu sedemikian rupa sehingga perbuatannya (perfomance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu  sesudah ia mengalami situasi tadi.”
c)      Morgan, dalam bukunya introduction to psychology (1978) mengemukakan “ belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”
d)     Witherington, dalam buku educational psychology mengemukakan. “ belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian.”
Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat dikemukan adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa.
a.       Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi ada juga kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
b.      Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman: dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar: seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
c.       Untukdapat di sebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap: harus merupakn akhir daripada suatu periode yang cukup panjang.
d.      Tingkah lakuyang mengalamiperubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah atau berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.

B.     Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.
Menurut teori Gestalt, belajar merupakan suatu proses perkembangan. Artinya bahwa secara kodrati jiwa raga anak mengalami perkembangan. Perkembangan sendiri memerlukan sesuatu baik yang berasal dari diri siswa sendiri maupun pengaruh dari lingkungannya. Berdasarkan teori ini hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan lingkungannya. Pertama, siswa; dalam arti kemampuan berfikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat dan kesiapan siswa, baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan, keluarga dan lingkungan.[4]
Pendapat yang senada dikemukakan oleh Wasliman (2007:158), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang memengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal, sebagai berikut:
a.      Faktor internal; faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang memengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.
b.      Faktor eksternal; faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga yang morat-marit keadaan ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orang tua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari berprilaku yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik.
            Selanjutnya, dilakukan oleh Wasliman (2007:159) bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah, maka semakin tinggi pula hail belajar siswa.
            Kualitas pengajaran di sekolah sangat di tentukan oleh guru, sebagaimana dikemukakan oleh Wina Sanjaya (2006:50), bahwa guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatau strategi pembelajaran. Berdasarkan pendapat ini dapat ditegaskan bahwa salah satu faktor eksternal yang sangat berperan memengaruhi hasil belajar siswa adalah guru. Guru dalam proses pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Peran guru,apalagi untuk siswa pada usia sekolah dasar, tak mungkin dapat digantikan oleh perangkat lain, seperti, televisi, radio, dan komputer. Sebab, siswa adalah organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa.[5]
Menurut Dunkin dalam Wina Sanjaya (2006:51),terdapat sejumlah aspek yang dapat memengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu:
1.      Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka. Yang termasuk kedalam aspek ini di antaranya tempat asal kelahiran guru termasuk  suku, latar belakang budaya, dan adat istiadat.
2.      Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru, misalnya, pengalaman latihan profesional, tingkat pendidikan, dan pengalaman jabatan.
3.      Teacher properties, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru, misalnya sikap guru terhadap profesinya, sikap guru terhadap siswa, kemampuan dan inteligensi guru, motivasi dan kemampuan mereka baik kemampuan pengelolaan pembelajaran termasuk di dalamnya kemampuan dalam merencanakan dan evaluasi pembelajaran maupun kemampuan dalam penguasaan materi.
Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa hasil belajar siswa merupakan hasil dari suatu waktu proses yang didalamnya terlibat sejumlah faktor yang memengaruhinya. Tinggi hasil belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Ruseffendi (1991:7) mengindetifikasi faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar kedalam sepuluh macam, yaitu: kecerdasan, kesiapan anak, bakat anak, kemauan belajar, minat anak, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru, dan kondisi masyarakat.6[6]
Dari kesepuluh faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan siswa belajar, terdapat faktor yang dapat dikatakan hampir sepenuhnya tergantung pada siswa. Faktor-faktor itu adalah kecerdasan anak, kesiapan anak, dan bakat anak. Faktor yang sebagian penyebabnya hampir sepenuhnya tergantung pada guru, yaitu: kemampuan (kompetensi), suasana belajar, dan kepribadian guru. Kiranya dapat dikatakan bahwa keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pada faktor dari dalam siswa dan faktor dari luar siswa. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Sudjana (1989:39), bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor yang datang dari luar atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa.
1.      Kecerdasan Anak
Kemampuan intelegensi seseorang sangat memengaruhi terhadap cepat dan lambatnya penerimaan informasi serta terpecahkan atau tidaknya suatu permasalahan. Kecerdasan siswa sangat membantu pengajar untuk menentukan apakah siswa itu mampu mengikuti pelajaran yang diberikan dan untuk meramalkan keberhasilan siswa setelah mengikuti pelajaran yang diberikan meskipun tidak akan terlepas dari faktor lainnya.
Kemampuan merupakan potensi dasar bagi pencapaian hasil belajar yang dibawa sejak lahir. Alfred Binnet membagi intelegensi kedalam tiga aspek kemampuan yaitu: direction, adaptation, dan criticism. Pertama, direction, artinya kemampuan untuk memusatkan kepada suatu masalah yang dipecahkan. Kedua, adaption, artinya kemampuan untuk mengadakan adaptasi terhadap suatu masalah yang dihadapinya secara fleksibel didalam menghadapi masalah. Ketiga, cristicism, artinya kemampuan untuk mengadakan kritik, baik terhadap masalah yang dihadapi maupun terhadap dirinya sendiri.[7]
2.      Kesiapan atau Kematangan
Kesiapan atau kematangan adalah tingkat perkembangan dimana individu atau organ-organ sudah berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam proses belajar, kematangan atau kesiapan ini sangat menentukan keberhasilan dalam belajar tersebut. Oleh karena itu, setiap upaya belajar akan lebih berhasil jika dilakukan bersamaan dengan tingkat kematangan individu, karena kematangan ini erat hubungannya dengan masalah minat dan kebutuhan anak.
3.      Bakat Anak.
Menurut Chaplin, yang dimaksud degan bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seeorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebetulnya setiap orang memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai tingkat tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut, maka bakat akan dapat memengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar.
4.      Kemauan Belajar.
Salah satu tugas guru yang kerap sukar dilaksanakan ialah membuat anak menjadi giat untuk belajar. Keengganan siswa untuk belajar mungkin disebabkan karena ia belum mengerti bahwa belajar sangat penting untuk kehidupannya kelak. Kemauan belajar yang tinggi disertai dengan rasa tanggung  jawab yang besar tentunya berpengaruh positif terhadap hasil belajar yang diraihnya. Karena kemauan belajar menjadi salah satu penentu dalam mencapai keberhasilan belajar.[8]
5.      Minat.
Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap pelajaran akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat lagi, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.
6.      Model Penyajian Materi Pelajaran.
Keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pula pada model penyajian materi. Model penyajian materi yang menyenangkan, tidak membosankan, menarik dan mudah dimengerti oleh para siswa tentunya berpengaruh secara positif terhadap keberhasilan belajar.
7.      Pribadi Dan Sikap Guru.
Siswa, begitu juga manusia pada umumnya dalam melakukan belajar tidak hanya melalui bacaan atau melalui guru saja, tetapi bisa juga melalui contoh-contoh yang baik dari sikap, tingkah laku dan perbuatan. Kepribadian dan sikap guru yang kreatif dan penuh inovatif dalam perilakunya, maka siswa akan meniru gurunya yang aktif dan kreatif ini. Pribadi dan sikap guru yang baik ini tercermin dari sikapnya yang ramah, lemah lembut, penuh kasih sayang, membimbing dengan penuh perhatian, tidak cepat marah, tanggap terhadap keluhan atau kesulitan siswa, antusias dan semangat dalam bekerja dan mengajar, memberikan penilaian yang objektif, rajin, disiplin, serta bekerja penuh dedikasi dan bertanggung jawab dalam segala tindakan yang ia lakukan.
8.      Suasana Pengajaran.
Faktor lain yang ikut menentukan keberhasilan siswa dalam belajar adalah suasana pengajaran. Suasana pengajaran yang tenang, terjadinya dialog yang kritis antara siswa dengan guru, dan menumbuhkan suasana yang aktif diantara siswa tentunya akan memberikan nilai pada proses pengajaran. Sehingga keberhasilan siswa dalam belajar dapat meningkat secara maksimal.
9.      Kompetensi Guru.
Guru yang berprofesional memiliki kemampuan-kemampuan tertentu. Kemampuan-kemampuan itu diperlukan dalam membantu  siswa dalam belajar. Keberhasilan siswa akan banyak dipengaruhi oleh kemampuan guru yang profesional. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompeten dalam bidangnya dan menguasai dengan baik bahan yang akan diajarkan serta mampu memilih metode belajar mengajar yang tepat sehingga pendekatan itu bisa berjalan dengan semestinya.
10.   Masyarakat.
Dalam masyarakat terdapat berbagai macam tingkah laku manusia dan berbagai macam latar belakang pendidikan. Oleh karena itu, pantaslah dalam dunia pendidikan lingkungan masyarakat pun akan ikut memengaruhi kepribadian siswa. Kehidupan modern dengan keterbukaan serta kondisi yang luas banyak dipengaruhi dan dibentuk oleh kondisi masyarakat dibanding oleh keluarga dan sekolah.[9]
C.    Teori Classical Conditioning Ivan Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov, dilahirkan di Rjasan (Rusia), (yang saat ini Negara Rusia telah menjadi negara-negara kecil) pada tanggal 18 September 1849 dan wafat di Leningrad pada tanggal 7 Februari 1936. Pavlov anak seorang Pendeta; sebagaimana keterangan yang kami kutip bahwa orang tua Ivan Pavlov berkeinginan supaya anaknya kelak mengikuti jejaknya menjadi pendeta, karenaitu dalam pendidikannya, Pavlov memang disiapkan untuk itu. Tetapi Pavlov sendiri merasa tidak cocok dengan pekerjaan sebagai pendeta, ia memilih belajar kedokteran, dan mengambil spesialisasi dalam bidang fisiologi. Sejak tahun 1890 ia telah menjadi ahli filosofi yang ternama
Dalam sub judul ini penulis banyak mengutip uraian Hendry C. Ellis, tentang eksperimennya Pavlov di laboratorium pada seekor anjing. Beliau melakukan operasi kecil pada pipi anjing itu sehingga bagian dari kelenjar liur dapat dilihat dari kulit luarnya. Sebuah saluran kecil di pasang pada pipinya untuk mengukur aliran air liurnya. Kondisi anjing itu terpisah dari penglihatan dan suara luar, atau diletakkan pada panel gelas.[10]
Rita L. Atkinson, et.al mengungkapkan; lampu dinyalakan. Anjing dapat bergerak sedikit, tetapitidak mengeluarkan liur. Setelah beberapa detik, bubuk daging diberikan; anjing tersenut lapar dan memakannya. Alat perekam mencatat pengeluaran air liur yang banyak. Prosedur ini beberapa kali. Kemudian lampu dinyalakan tetapi bubuk daging tidak diberikan, namun anjing tetap mengeluarkan air liur. Binatang itu telah belajar mengasosiasikan dinyalakan lampu dengan makanan.[11]
Secara sederhana dari peristiwa ini, Pavlov kemudian mengeksplorasi fenomena eksperiment tersebut, dan kemudian mengembangkan satu study perilaku (behavioral study) yang dikondisikan. yang dikenal dengan teori Clasical Conditioning. Classical conditioning adalah model pembelajaran yang menggunakan stimulus untuk membangkitkan rangsangan secara alamiah melalui stimulus lain.
Secara sederhana pengkondisian klasik merujuk pada sejumlah prosedur pelatihan dimana satu stimulus/ rangsangan muncul untuk menggantikan stimulus lainnya dalam mengembangkan suatu respon, bahwa prosedur ini disebut klasik karena prioritas historisnya seperti dikembangkan oleh Pavlov. Kata clasical yang mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dahulu dibidang conditioning (upaya pengkondisian) dan untuk membedakannya dari teori conditioning lainnya.
Menurut teori ini, ketika makanan (makanan disebut sebagai the unconditioned or unlearned stimulus – stimulus yang tidak dikondisikan atau tidak dipelajari) dipasangkan atau diikutsertakan dengan lampu (dinyalakan lampu disebut sebagai the conditioned or learned stimulus-stimulus yang dikondisikan atau dipelajari), maka dinyalakan lampu akan menghasilkan respons yang sama yaitu keluarnya air liur dari anjing percobaan. Peristiwa ini menurut Pavlov merupakan refleks bersyarat dari adanya masalah fungsi otak, sehingga masalaah yang ingin dipecahkan oleh Pavlov dengan eksperimen itu ialah bagaimanakah refleks bersyarat itu terbentuk. Pavlov melakukan eksperimen itu berulang-ulang dengan berbagai variasi.
Dari eksperimen Pavlov, menurutnya respon dikontrol oleh pihak luar; pihak inilah yang menentukan kapan dan apa yang akan diberikan sebagai stimulus, sebagaimana dijelaskan Agus Suryanto tentang teori Pavlov tersebut, beliau mengatakan semua harus berobjekkan kepada segala yang tampak oleh indera, dari luar. Peranan orang yang belajar bersifat pasif karena untuk mengadakan respon perlu adanya suatu stimulus tertentu. Sedangkan mengenai penguat menurut Pavlov bahwa stimulus yang ridak terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai hubungan dengan penguatan. Stimulus itu sendirilah yang menyebabkan adanya pengulangan tingkah laku dan berfungsi sebagai penguat. Setelah respon berkondisi tercapai, apakah yang akan terjadi bila stimulus berkondisi diulang atau diberikan kembali tanpa diikuti oleh stimulus tidak berkondisi? Dalam hal ini akan terjadi pelenyapan atau padam. Dengan kata lain pelenyapan adalah tidak terjadinya respon atau menurunnya kekuatan respon pada saat diberikan kembali stimulus berkondisi tanpa diikuti stimulus tak berkondisi setelah terjadinya respon. Sedangkan penyembuhan spontan adalah tindakan atau usaha nyata untuk menghalangi terjadinya pelenyapan. Satu diantaranya ialah melalui rekondisioning atau mengkondisikan kembali melalui pemberian kedua stimulus berkondisi secara berpasangan.
Dari peristiwa pengkondisian klasik ini , merupakan dasar bentuk belajar yang sangat sederhana, sehingga banyak ahli kejiwaan menganggap Pavlov sebagai titik permulaan tepat untuk penyelidikan belajar. Lalu peristiwa kondisioning juga banyak terdapat pada diri manusia, misalnya anda dapat menjadi terkondisi terhadap gambar makanan dalam berbagai iklan yang menampilkan makanan malam dengan steak yang lezat, dapat memicu respon air liur meskipun anda mungkin tidak lapar. Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Ivan Pavlov maka terlihat bahwa pentingnya mengkondisi stimulus agar terjadi respon. Dengan demikian pengontrolan stimulus jauh lebih penting daripada pengontrolan respon. Konsep ini megisyaratkan bahwa proses belajar lebih mengutamakan faktor lingkungan (eksternal) daripada motivasi (internal).
a.       Teori  Classical  Conditioning ( Pavlov dan Watson ).
 Dapat dikatakan bahwa pelopor dari teori conditioning ini adalah pavlov seorang ahli psikologi-refleksologi dari rusia. Ia mengadakan percobaan-percobaan dengan seekor anjing.
            Sesudah Pavlov, banyak ahli-ahli psikologi lain yang mengadakan percobaan dengan binatang,antara lain guthrie, Skinner, Watson dan lain-lain.
Watson mengadakan eksperimen-aksperimen tentang perasaan takut pada anak dengan menggunakan tikus dan kelinci. Dari hasil percobaanya dapat ditarik kesimpulan bahwa perasaan takut pada anak dapat di ubah atau dilatih.
Demikianlah maka menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Yang terpenting dalam belajar menurut conditioning ialah adanya latihan-latihan continu.Yang di utamakan dalam teori ini adalah hal belajar yang terjadi secara otomatis.
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil dari pada conditioning. Yakni hasil dari pada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat tertentu yang dialaminya di dalam kehidupannya.12[12]
Kelemahan dari teori conditioning ini ialah teori ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis. Peranan  latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tahu bahwa dalam bertinda dan berbuat sesuatu, manusia tidak semata-mata tergantung kepada pengaruh dari luar. Teori conditioning ini memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia teori ini hanya dapat kita terima dalam belajar yang mengenai skills tertentu dan mengenai pembiasaan opasa anak-anak kecil.


b.      Penerapan Teori  Classical Conditioning  menurut Ivan Pavlov
Teori classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Dengan adanya stimulus berupa hadiah (reward) yang diberikan kepada peserta didik dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa, sehingga siswa lebih tertarik pada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh , tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan, mempunyai antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatianya terutama pada guru, selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali, dan selalu terkontrol oleh lingkungan. Contohnya yaitu pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.

D.    Teori Operant Conditioning (skinner).
1.      Pengertian teori operant conditioning
Dalam kamus psikologi disebut bahwa Operant ialah setiap respon yang bersifat instrumental dalam menimbulkan akibat-akibat tertentu, seperti hadiah makanan atau satu kejutan listrik. Respon tersebut beroperasi ke dalam lingkungan, sementara Conditioning menpunyai arti mempelajari respon tertentu ( Kartini Kartono dan dali Gulo, 1987:84 dalam Riyanto 2005:24). Di bawah ini merupakan beberapa definisi dari Operant Conditioning:[13]
                  1.      Suatu tipe (instrumental) conditioning yang melibatkan modifikasi operant respon melalui pemberian hadiah. Dengan cara tertentu, suatu respon yang dipancarkan oleh organisme terjadi diperkuat sesuai dengan urutan waktunya, dan perubahan – perubahan yang ditimbulkannya dipelajari sebagai alat penguat respon yang biasa digunakan.
                  2.      Suatu tipe belajar dengan mempelajari konsekuensi atau akibat dari tingkah laku kita di dalam lingkungan, perilaku-perilaku mana saja yang mendorong kita untuk menghindari akibat-akibat penguatan negatif “tidak menyenangkan”.
                  3.      Suatu tipe pengkondisian instrumental yang mencakup memodifikasi / perubahan dari suatu operant, suatu operant yang dipancarkan oleh suatu organisme kemudian diperkuat dengan cara-cara tertentu sesuai jadwal tertantu dengan menghasilkan perubahan dalam kecepatan kejadianya. (Kartini Kartono dan Dali  Gulo,1987:320 dalam Riyanto, 2005:25)
Operant conditioning merupakan pembelajaran dimana konsekuensi perilaku mengarah perubahan dalam probabilitas terjadinya perilaku.
.
2.      Prinsip-prinsip operant conditioning
a.       Penguatan (reinforcement)
Penguatan adalah proses belajar untuk meningkatkan kemungkinan dari sebuah perilaku dengan memberikan atau menghilangkan rangsangan. Prinsip penguatan dibagi menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.
1.      Positive Reinforcement (Penguatan Positif)
Penguatan positif (positive reinforcement) adalah suatu rangsangan yang diberikan untuk memperkuat kemungkinan munculnya suatu perilaku yang baik sehingga respons menjadi meningkat  karena diikuti dengan stimulus yang mendukung. Sebagai contoh, seorang anak yang pada dasarnya memiliki sifat pemalu diminta oleh guru maju ke depan kelas untuk menceritakan sebuah gambar yang dibuat oleh anak itu sendiri. Setelah anak tersebut membacakan cerita, guru memberikan pujian kepada anak tersebut dan teman-teman sekelasnya bertepuk tangan. Ketika hal tersebut berlangsung berulang-ulang, maka pada akhirnya anak tersebut menjadi lebih berani untuk maju ke depan kelas, bahkan kemungkinan sifat pemalunya akan hilang.
Rangsangan yang diberikan untuk penguatan positif dapat berupa hal-hal dasar seperti, makanan, minuman, sex, dan kenyamanan pisikal. Selain itu, beberapa hal-hal lain seperti uang, persahabatan, cinta, pujian, penghargaan, perhatian, dan kesuksesan karir juga dapat digunakan sebagai rangsangan penguatan positif
2.      Negative Reinforcement (Penguatan Negatif)
Negative Reinforcement adalah peningkatan frekwensi suatu perilaku positif karena hilangnya rangsangan yang  merugikan (tidak menyenangkan). Sebagai contoh,  seorang ibu yang memarahi anaknya setiap pagi karena tidak membersihkan tempat tidur, tetapi suatu pagi si anak tersebut membersihkan tempat tidurnya tanpa di suruh dan si ibu tidak memarahinya, pada akhirnya si anak akan semakin rajin membersihkan tempat tidurnya diringi dengan berkurangnya frekwensi sikap kemarahan dari ibunya.
Perbedaan mutlak penguatan negatif dengan penguatan positif terletak pada penghilangan dan penambahan stimulus yang sama-sama bertujuan untuk meningkatkan suatu perilaku yangbaik.
* Penguatan Positif + Stimulus => Perilaku baik
     * Penguatan Negatif – Stimulus => Perilaku baik
.b. Hukuman (Punishment)
Penguatan negatif (negative reinforcement) tidaklah sama dengan hukuman, keduanya sangat berbeda. Penguatan negatif lebih bertujuan untuk meningkatkan probabilitas dari sebuah perilaku, sedangkan hukuman lebih bertujuan untuk menurunkan probabilitas terjadinya perilaku. Dalam penguatan negatif respon akan meningkat karena konsekuensinya, sedangkan pada hukuman respon akan menurun karena konsekuensinya. Sebagai contoh, ketika kita meminum obat saat kita sakit kepala dan  hasilnya sakit kepala kita hilang , maka kita  akan meminum obat yang sama saat kita mengalami sakit kepal. Penghilangan  rasa sakit kepala pada kasus ini merupakan penguatan negatif, sedangkan apabila setelah meminum obat ternyata kita mendapat alergi, maka tentunya kita tidak akan meminum obat yang sama lagi sebab mendapat alergi dalam kasus ini merupakan sebuah hukuman sehingga perilaku berikutnya tidak akan mengulangi hal yang sama.
Hukuman (punishment) adalah sebuah konsekuensi untuk mengurangi atau menghilangkan kemungkian sebuah perilaku akan muncul. Sebagai contoh, seorang anak bermain-main pedang-pedangan menggunakan pisau, kemudian kulit jari tanganya terpotong ketika pisau tersebut salah diarahkan. Pada akhirnya anak tersebut akan sedikit kemungkinannya bermain-main menggunakan pisau.
    Hukuman positif dan hukuman negatif
Dalam hukuman juga terdapat pembagian antara positif dan negatif. Hukuman positif (positive punishment) dimana sebuah perilaku berkurang ketika diikuti dengan rangsangan yang tidak menyenangkan, misalnya ketika seseorang anak mendapat nilai buruk di sekolah maka orangtuanya akan memarahinya hasilnya anak tersebut akan belajar lebih giat untuk menghindari omelan orangtuanya (akan kecil kemungkinannya anak tersebut akan mendapatkan nilai jelek). Hukuman negatif (negative punishment), sebuah perilaku akan berkurang ketika sebuah rangsangan positif atau menyenagkan diambil. Sebagai contoh, seorang anak mendapat nilai jelek akibat terlalu sering bermain-main dengan temannya dan malas belajar, kemudian  anak tersebut dihukum oleh orangtuanya untuk tidak boleh bermain dengan teman-temannya selama sebulan, akhirnya anak tersebut tidak akan terlalu sering bermain-main dengan temannya atau lebih mengutamakan pelajarannya

                  3. Kelebihan dan Kelemahan Operant Conditioning
      1.      Kelebihan[14]
                  a.       Dengan diterapkannya dalam pendidikan akan memberikan semangat tersendiri bagi siswa karena adanya pemberian hadiah, sehingga mamacu semangat untuk belajar.
                  b.      Siswa lebih aktif dan semangat dalam menjawab pertanyaan dari guru dengan harapan akan mendapat reward.
                  c.       Memacu siswa untuk terus berprestasi didalam kelas.
      2.      Kelemahan
                  a.       Adanya pelaksanaan Mastery Learning, yaitu siswa mempelajari materi secara tuntas menurut waktunya masing-masing, karena setiap siswa berbeda-beda iramanya. Akibatnya siswa naik atau lulus sekolah dalam waktu yang berbeda-beda.
                  b.      Adanya kecemburuan kelas
                  c.       Bagi anak yang dapat menjawab pertanyaan guru, ia akan mendominasi, sedangkan yang tidak bisa  ia akan diam.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kata atau Istilah belajar bukanlah sesuatu yang baru, sudah sangat dikenal secara luas, namun dalam pembahasan belajar ini masing-masing ahli memiliki pemahaman dan definisi yang berbeda-beda,walaupun secara praktis masing-masing kita sudah sangat memahami apa yang dimaksud belajar tersebut. Oleh karena itu, untuk menghindari pemahaman yang beragam tersebut, berikut akan dikemukakan berbagai definisi belajar menurut para ahli.
Menurut R. Gagne (1989), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu  proses  dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dua konsep ini menjadi terpadu dalam satu kegiatan dimana terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta siswa dengan siswa pada saat pembelajaran berlangsung.
Adapun menurut Burton dalam Usman danSetiawati (1993:4), belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada  diri individu berkat adanya interaksi anatar  individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
Sementara menurut E.R Hilgard (1962), belajar adalah suatu perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungan. Perubahan kegiatan yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini diperoleh melalui latihan (pengalaman). Hilgard menegaskan bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembiasaan, pengalaman dan sebagainya.”
Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat dikemukan adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa.
Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi ada juga kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
Pendapat yang senada dikemukakan oleh Wasliman (2007:158), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang memengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal, sebagai berikut:
a.      Faktor internal; faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang memengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.
b.      Faktor eksternal; faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga yang morat-marit keadaan ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orang tua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari berprilaku yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik.

B.     Saran
        Pengertian dan perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar , sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat dicapai. Dengan memahami berbagai teori belajar, pendidik dapat menembangkan pembelajaran di dalam kelas










DAFTAR PUSTAKA

Ahmad susanto, 2014,Teori belajar dan pembelajaran,(Jakarta:Prendamedia Group).

M.ngalim purwanto,1989. psikologi pendidikan, (Bandung: Remadja karya,).
M. Ngalim Purwanto ,2007. Psikology Pendidikan , ( Bandung : Rosdakarya)
Ahmad susanto,2014. teori belajar dan pembelajaran, (jakarta: prenada media group)

Ellis, Hendry C.1978. Fundamnental Of Human Learning, Memory, and Cognition,  Second edition, United States Of America: Wn. C. Brown Company Publishers.
Rita L. Atkinson, et.al, Intrudoction To Psycology, Eight Edition, Terj, Nurjannah Taufiq
Kartini Kartono dan dali Gulo, 1987:84 dalam Riyanto 2005:24).

Satrock,John W.2007.Psikologi Pendidikan. edisi kedua. Jakarta:PT Kencana Media Group












[1] Ahmad susanto, 2014,Teori belajar dan pembelajaran,(Jakarta:Prendamedia Group),hlm.1-2.


[2] .ibid.hlm.3-4.

[3] M.ngalim purwanto,1989. psikologi pendidikan, (Bandung: Remadja karya,), hlm. 80-82

[4] M. Ngalim Purwanto ,2007. Psikology Pendidikan , ( Bandung : Rosdakarya , )  hal . 107


[5] Ibid.hlm.108

[6] Ibid.hlm.109

[7] Ibid.hlm.110

[8] Ibid.hlm.111

[9] Ahmad susanto, teori belajar dan pembelajaran, (jakarta: prenada media group, 2014), hlm.12
[10] Ellis, Hendry C.1978. Fundamnental Of Human Learning, Memory, and Cognition, Second edition, United States Of America: Wn. C. Brown Company Publishers.
[11] Rita L. Atkinson, et.al, Intrudoction To Psycology, Eight Edition, Terj, Nurjannah Taufiq,
[13] Kartini Kartono dan dali Gulo, 1987:84 dalam Riyanto 2005:24).


[14] Satrock,John W.2007.Psikologi Pendidikan. edisi kedua. Jakarta:PT Kencana Media Group





Tidak ada komentar:

Posting Komentar