BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Iman adalah aspek agama
Islam yang paling mendasar, dan bisa disebut pondasi dari setiap agama. Bila
sistem Iman rusak, maka runtuhlah bangunan agama secara keseluruhan. Dalam
agama Islam Iman ini terbagi menjadi enam, yaitu: Iman kepada Allah, Iman kepada
Rasulullah SAW, Iman kepada malaikat Allah, Iman kepada kitab-kitab Allah, Iman
kepada hari akhir, dan Iman kepada qadha&qadar.
Qadha dan qadar merupakan rukun Iman yang ke enam. Kita umat muslim harus
benar-benar meyakininya, artinya setiap manusia (muslim dan muslimah) wajib
mempunyai niat dan keyakinan sungguh-sungguh bahwa segala perbuatan makhluk,
sengaja maupun tidak telah ditetapkan oleh Allah SWT. dan tidak ada campur
tangan dari siapapun. Orang yang benar-benar beriman adanya qadha dan qadar akan
senantiasa menjaga agar perilakunya baik dan berusaha menjauhi hal-hal yang
buruk. Begitu juga sebaliknya. Dalam makalah ini akan diuraikan mengenai
persoalan qadha dan qadar. Dari pembahasan makalah ini diharapkan
kita semua bisa mendapatkan pemahaman yang bisa meningkatkan kadar keimanan
kita terhadap rukun Iman yang telah di tetapkan khususnya Iman kepada qadha
dan qadar.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Qadha dan Qadar?
2.
Apa saja macam-macam Taqdir?
3.
Bagaimana penafsiran ayat-ayat Al-Quran tentang Qadha dan Qadar?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui dan memahami pengertian Qadha dan Qadar.
2.
Untuk mengetahui macam-macam Taqdir.
3.
Untuk mengetahui penafsiran
ayat-ayat Al-Quran tentang Qadha dan Qadar.
BAB II
Qadha dan Qadar
A.
Pengertian Qadha dan Qadar
1.
Pengertian Qadha
Menurut bahasa, Qadha mengandung banyak arti, diantara sekian arti
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a.
Hukum / حَكَمَ yang
berarti menghukum atau memutuskan suatu perkara diantara dua atau beberapa orang
yang berselisih. Seperti قَضَى بَيْنَ الْخَصْمَيْنِ artinya ia
(hakim) telah memutuskan perkara antara dua orang yang berselisih. Begitu
pula yang di jumpai dalam sebuah hadis shahih yang menyebutkan :
إِذَا حَكَمَ
الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ
فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ وَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ.
“Apabila hakim telah menghukum ( memutuskan ) suatu perkara yang di
putuskannya dengan sungguh-sungguh, kemudian ternyata keputusannya itu
benar,maka ia memperoleh dua ganjaran. Dan apabila ia memutuskan dengan
bersungguh-sungguh, kemudian ternyata keputusannya itu salah, maka ia
memperoleh satu ganjaran.” (
HR. Al-Bukhari ).
b.
Qadha / قَضَى yang berarti ketetapan atau menetapkan. Dalam
salah satu ayat Al-Qur’an, Allah Tabaraka wa Ta’ala telah berfirman,
!$oYøÒs%ur 4n<Î) ûÓÍ_t/ @ÏäÂuó Î) Îû É=»tGÅ3ø9$# ¨bßÅ¡øÿçGs9 Îû ÇÚöF{$# Èû÷üs?§tB £`è=÷ètGs9ur #vqè=ãæ #ZÎ62 ÇÍÈ
“Dan
kami telah tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu: Sesungguhnya kamu
akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan
menyombongkan yang besar.” (
Al-Isra’: 4 ).
c.
Khabara / خَبَرَ yang
berarti kabar atau berita. Qadha yang berarti kabar atau berita
ini dapat dipahami melalui firman Allah yang menyebutkan ,
!$oYøÒs%ur
Ïmøs9Î)
y7Ï9ºs
tøBF{$#
cr&
tÎ/#y
ÏäIwàs¯»yd
×íqäÜø)tB
tûüÅsÎ6óÁB
ÇÏÏÈ
“Dan
kami telah memberita (mewahyu)kan kepadanya (Luth) tentang perkara itu, yaitu
bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh.” ( Al-Hijr : 66).
d.
Amara / أَمَرَ yang berarti perintah.
Untuk arti yang satu ini juga diperoleh melalui firman Allah yang menyebutkan,
*
4Ó|Ós%ur
y7/u
wr&
(#ÿrßç7÷ès?
HwÎ)
çn$Î)
Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur
$·Z»|¡ômÎ)
4
$¨BÎ)
£`tóè=ö7t
x8yYÏã
uy9Å6ø9$#
!$yJèdßtnr&
÷rr&
$yJèdxÏ.
xsù
@à)s?
!$yJçl°;
7e$é&
wur
$yJèdöpk÷]s?
@è%ur
$yJßg©9
Zwöqs%
$VJÌ2
ÇËÌÈ
“Dan
tuhanmu (Allah) telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah kepada selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya.....” (Al-Israa’:
23).
e.
Adda / أَدَّى
yang mengandung arti menunaikan atau membayar.
Seperti kalimat قَضَيْتُ الصَّيَامَ Yang
berarti aku telah mengqadha puasa. Begitu pula denga kalimat قَضَيْتُ الضَّلاَةَ, artinya aku telah mengqadha salat.
Maksudnya shalat yang dikerjakan itu setelah waktunya habis, seperti mengqadha
shalat karena terlupa atau tertidur yang menyebabkan pelaksanaan shalat
tersebut tidak lagi pada waktu yang semestinya. Begitulah tuntunan Rasulullah
SAW,
Beliau
Bersabda,
لَيْسَ فِي
النَّوْمِ تَفْرِيطٌ إِنَّمَا التَّفْرِيطُ فِي الْيَقَظَةِ أَنْ تُؤَخَّرَ
صَلاَةً حَتَّى يَدْخُلَ وَقْتُ أَخْرَى.
“
Tidaklah termasuk kelalaian karena tertidur, tetapi yang termasuk kelalian itu
adalah di waktu jaga dimana kamu melambatkan shalat sampai masuk waktu
berikutnya.” (HR.Abu
Dawud).
Sedangkan menurut pengertian akidah ( keyakinan), qadha adalah
keputusan-keputusan Allah terhadap sesuatu, termasuk yang
berkaitan dengan kebahagiaan dan kesengsaraan, ajal dan rezeki manusia di zaman
azali, suatu zaman sebelum Allah menciptakan sesuatu apapun.
2.
Pengertian Qadar
Sedangkan Qadar
menurut bahasa berasal dari قَدَرَ yang mengandung beberapa
arti , antara lain adalah :
a.
Qadara / قَدَرَ yang
berarti kuasa atau mampu, jika dikatakan قَدَرَ
الشَّيْءَ artinya ia
sanggup mengatur sesuatu itu.
b.
‘Azh-zhama / عَظَّمَ
yang berarti memngagungkan, seperi yang terdapat dalam salah satu ayat
Al-Qur’an yang berbunyi :
وَمَا قَدَرُوا اللهَ حَقَّ قَدْرِهِ
yang artinya mereka tidak mengagungkan Allah
dengan pengagungan yang semestinya.” (Al-An’am : 91).
c.
Dhaiyaqa / ضَيَّقَ
yang mengandung arti menyempitkan, seperti yang terdapat
dalam salah satu firman Allah yang mengatakan,
!$¨Br&ur
#sÎ)
$tB
çm9n=tGö/$#
uys)sù
Ïmøn=tã
¼çms%øÍ
ãAqà)usù
þÎn1u
Ç`oY»ydr&
ÇÊÏÈ
“ Yang berarti adapun manusia apabila Tuhannya memgujinya lalu
menyempitkan (membatasi) rezekinya, maka ia berkata : Tuhanku telah memuliakan
aku.”(Al-Fajr : 16).
Sedangkan
menurut pengertian syara’, qadar ( dibaca : takdir )
Allah adalah ketetapan-ketetapan Allah dalam menentukan atau memutuskan
ukuran segala sesuatu sebelum terjadinya.
Dalam
hadis shahih disebutkan bahwa batasan ukuran terhadap segala sesuatu itu telah
diciptakan Allah lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan
bumi. Abdullah bin Amr bin Al-Ash mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Rasulullah SAW bersabda,
كَتَبَ اللهُ مَقَا دِيْرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ قَا لَ : وَعَرْشُهُ عَلَى
الْمَآ ءِ.
“
Allah telah menulis (menetap)kan ( di Lauhil mahfudh ) ketentuan-ketentuan
terhadap semua makhluknya sebelum Ia menciptakan langit dan bumi selama lima
puluh ribu (50.000) tahun. Dan ‘Arasynya ( singgasana ) Allah berada di atas
air.” (HR.Muslim).[1]
B. MACAM-MACAM
TAQDIR
1. Taqdir Mu’allaq
Taqdir mu’allaq adalah
taqdir Allah swt yang masih dapat diusahakan kejadianya oleh manusia. Sebagai
contoh dalam kehidupan ini, kita sering melihat dan mengalami sunnahtullah,hukum
Allah yang berlaku di bumi ini,yaitu hukum sebab akibat yang bersifat tetap
yang merupakan qada dan qadar sesuai kehendak swt. Seperti, bumi brputar pada
porosnya 24 jam sehari; bersama bulan, bumi mengitari bumi kurang lebih 365
hari setahun; bulan mengitari bumi setahun {356 hari}; air kalau dipanaskan
pada suhu 100 celsius akan mendidih, dan kalau didinginkan pada suhu. Akan
menjadi es ; matahari terbit disebelah timur dan tenggelam disebelah barat; dan
banyak lagi contoh lainnya, kalau kita mau memikirkannya.
2. Taqdir Mubram
Taqdir mubram ialah
taqdir yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan kejadiannya. Dapat kita beri contoh
nasib manusia, lahir, kematian, jodoh dan rizkinya,terjadinya kiamat
dan sebagainya. Qadha dan qadar Allah SWT. yang berhubungan
dengan nasib manusia adalah rasia Allah SWT. hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Manusia diperintahkan mengetahui qadha dan qadar Nya melalui usaha dan ikhtiar.[2]
C.
Tafsir ayat-ayat tentang qada dan
qadar
1.
Q. S. al-Imran/3 : 145
$tBur
tb$2
C§øÿuZÏ9
br&
|NqßJs?
wÎ)
ÈbøÎ*Î/
«!$#
$Y7»tFÏ.
Wx§_xsB
3
ÆtBur
÷Ìã
z>#uqrO
$u÷R9$#
¾ÏmÏ?÷sçR
$pk÷]ÏB
`tBur
÷Ìã
z>#uqrO
ÍotÅzFy$#
¾ÏmÏ?÷sçR
$pk÷]ÏB
4
ÌôfuZyur
tûïÌÅ3»¤±9$#
ÇÊÍÎÈ
Artinya :
Dan setiap yang bernyawa tidak
akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan
waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya
pahala (dunia) itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan
(pula) kepadanya pahala (akhirat) itu. Dan Kami akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur. (Q.
S. al-Imran/3: 145).[3]
a. Arti Kata Mufradat
·
وَمَا كَانَ : dan
tidaklah ada
·
لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ : bagi setiap
yang bernyawa
·
وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ : kepada orang-orang
yangbersyukur
b.
Tafsir Surat Ali Imran/ 3 : 145
Al-Biqa’i menghubungkan ayat ini dengan ayat sebelumya dengan
berkata bahwa kematian pimpinan pendukung-pendukung suatu agama tidak wajar
dijadikan sebab untuk mengelak dari pertempuran dan meninggalkan medannya,
kecuali jika kematian itu terjadi tanpa izin Tuhan, pemilik agama itu. Di sisi lain , meninggalkan medan
perang tidak akan ada manfaatnya kecuali jika itu menjadi sebab keselamatan.
Kalau tidak demikian, dalam arti kalau kematiannya tidak dapat terjadi kecuali
atas izin-Nya, dan lari dari medan perang tidak menjadi sebab panjang atau
pendeknya usia, maka apa yang dilakukan oleh sebagian peserta perang Uhud
adalah sesuatu yang sangat tidak pada tempatnya. Inilah pesan yang dikandung dalam
ayat ini, yakni sesuatu yang
bernyawa makhluk apa pun ia,
dan setinggi apa pun kedudukannya dan kemampuannya tidak akan mati dengan satu dan lain sebab melainkan dengan izin Allah,
yang memerintahkan kepada malaikat maut untuk mencabut nyawanya,sebagai
ketetapan yang telah ditentukan waktunya sehingga
tidak akan bertambah usia itu dengan lari dari peperangan tidak juga berkurang
bila bertahan dan melanjutkan perjuangan.
Firman-Nya: ( وَمَا كَانَ ) dari
segi bahasa pada mulanya berarti tidak
wajar. Ketika kata itu dikaitkan dengan kematian satu jiwa ( لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ ), maka terjemahannya secara harfiah adalah “Tidak wajar satu jiwa
mati ..” redaksi ini menimbulkan pertanyaan, karena jika anda berkata: “Tidak
wajar yang ini”, maka akan timbul pertanyaan, “Apa yang wajar?” dan ketika itu
terkesan adanya pilihan. Nah, sekali lagi timbul pertanyaan: “Apakah ada yang
wajar atau tidak wajar untuk menentukan datangnya kematian? Adakah pilihan bagi
seseorang menyangkut kematian?” Tentu saja jawabannya: “Tidak ada!” Jika
demikian, mengapa ayat ini berbunyi seperti itu? Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi
memberi jawaban sebagai berikut: “Seandainya ada seseorang yang akan membunuh
dirinya , maka dia tidak akan mati (walau usahanya telah maksimal) kecuali
sudah izin Allah kepada malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Kalau yangn mau
membunuh diri saja tidak dapat mati kecuali seizin-Nya, maka lebih-lebih mereka
yang memelihara dirinya. Hal tersebut demikian, karena ajal telah ditentukan
Allah, dan dengan demikian, tidak wajar seseorang menghindar dari peperangan
karena takut mati.”[4]
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا
Allah menyatakan : "semua yang bernyawa tidak akan mati
melainkan dengan izin-Nya, tepat pada waktunya sesuai dengan yang telah
ditetapkan-Nya”. Artinya persoalan mati itu hanya di tangan Tuhan, bukan di
tangan siapa-siapa atau di tangan musuh yang ditakuti. Dalam hal ini keimanan
terhadap qadha’ dan qadar sangatlah diperlukan, karena jika kita meyakini
tentang qadha’ dan qadar tentu kita akan berserah diri kepada Allah tentang
urusan yang sudah pasti urusan Allah yaitu salah satunya adalah tentang ajal.
Ayat Ini merupakan teguran kepada orang-orang mukmin yang lari dari medan
perang Uhud karena takut mati, dan juga merupakan petunjuk bagi setiap umat
Islam yang sedang berjuang di jalan Allah seterusnya Allah memberikan bimbingan
kepada umat Islam bagaimana seharusnya berjuang di jalan Allah dengan
firman-Nya :
وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا
Artinya:
Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan
kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa yang menghendaki pahala akhirat,
Kami berikan (pula)kepadanya pahala akhirat.(Q.S Ali Imran: 145)
Ini berarti setiap orang Islam harus meluruskan dan membetulkan
niatnya dalam melaksanakan setiap perjuangan. Kalau niatnya hanya sekadar untuk
memperoleh balasan dunia, biar bagaimanapun besar perjuangannya maka balasannya
hanya sekadar yang bersifat dunia saja. Dan barang siapa yang niatnya untuk
mendapat pahala akhirat, maka Allah akan memberikannya dan juga memberikan
bagian dari dunia kepadanya. Sebagaimana Allah SWT telah berfirman : “Barangsiapa menghendaki kehidupan
sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami
kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya Neraka Jahannam; ia memasukinya dalam keadaan
tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan
berusaha kearah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka
itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.”(QS. al-Israa’:
18-19)
Oleh karena itu, di sini Allah berfirman وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ “Dan
Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” Maksudnya, Allah akan memberikan karunia dan rahmat, di dunia dan
akhirat sesuai dengan rasa syukur dan amal mereka.[5]
Ada seseorang yang meninggal tanpa
izin Allah dan kehendak-Nya. Allah telah menetapkan kematian seseorang pada
ajal (waktu) yang telah ditentukan, tidak bisa dimajukan ataupun diundurkan.
Ajal itu mempunyai ukuran-ukuran itu adalah sunnah Allah atau yang sering
disebut dengan hukum alam, walaupun hukum alam itu tidak diketahui manusia secara
terperinci. Apabila hidup dan mati kita atas izin Allah, maka tidak perlulah
kita menjadi penakut dan berjiwa lemah.
Ayat ini juga mendorong kita untuk
berjihad dan memberanikan diri menghadapi musuh, karena ajal atau kematian
seseorang bergantung kepada waktu yang ditentukan oleh Allah. juga memberi
isyarat bahwa Allah tetap memelihara Rasul-Nya, tidak dapat dimadharatkan oleh
seorang pun. Barangsiapa bermaksud dengan usahanya untuk memperoleh keuntungan
dunia, niscaya Allah akan memberikan pahala dunia. Barang siapa dengan
pekerjaan dan amalnya bermaksud memperoleh pahala akhirat, niscaya Allah
berikan kepadanya sesuai dengan iradat dan kehendak orang itu. Ayat ini juga
menyindir kaum muslimin yang dipengaruhi oleh keinginan mempunyai harta
rampasan dengan meninggalkan pos pertahanan dalam perang uhud. Allah akan
memberikan pembalasan kepada mereka yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah, lalu
mempergunakan untuk memperoleh kesempurnaan hidup dengan mekerjakan
amalan-amalan shaleh yang mampu meninggikan jiwa.[6]
D.
uqèd
Ï%©!$#
Nä3s)n=yz
`ÏiB
&ûüÏÛ
¢OèO
#Ó|Ós%
Wxy_r&
(
×@y_r&ur
K|¡B
¼çnyYÏã
(
¢OèO
óOçFRr&
tbrçtIôJs?
ÇËÈ
Artinya :
“Dialah
yang telah menjadikan kamu daripada tanah,kemudian itu Dia tentukan suatu ajal,dan
suatu ajal lagi yang telah tertentu ada di sisi Nya. Kemudian, kamu masih
(juga) ragu-ragu.
a.
Penafsiran kata-kata sulit
@y_x&: masa yang
diumpamakan bagi desuatu
brçtIôJs? : kalian ragu-ragu tentang
pembangkitan
b. Tafsir ayat 2
“Dialah yang menciptakan kamu daripada tanah, kemudian
itu Dia tentukan suatu ajal, dan suatu ajal lagi yang telah tertentu ada di
sisi Nya.”(pangkal ayat 2).Setelah di ayat satu, Allah
mewahyukan bahwa dia yang menjadikan semua langit dan bumi dan mengadakan yang
gelap-gelap dan cahaya, dalam daerah alam yang besar (Mikrokosmos) bahwa mereka
pun adalah dijadikan Tuhan pula dari tanah yang sudah ada.Tanah itu adalah bagian
kecil saja dari bumi. Sesudah ada langit dan bumi, entah berapa juta tahun lamanya,
barulah manusia diciptakan. Bahwasanya dia diambil daripada bumi yang telah ada
itu, yaitu dari tanahnya. Manusia yang pertama,yang menurut kepercayaan kita
orang yang beragama ialah Adam. Maka Adam itu diambil “bahan” tubuhnya dari tanah. Taroklah sebentar,kita
turutkan Teori ahli Ilmu Hayat yang tidakpercayabahwa yang oleh agama dinamai
Adam itu bukanlah manusia yang pertama, namun mereka tidaklah dapat menolak bahwasanya
asal manusia pertama menurut teori mereka itu ,tidaklan, melainkan dari tanah juga.
Ada yang mengatakan dari “lumutl” lah terdapat Hayat yang pertama, namun lumut tidaklah
di datangkan dari bintang lain, malainkan bintang yang bernamai bumi juga, yaitu
tanah yang tumbuh menjadi lumut.
Dan kita sendiri pun, seluruh manusia ini, sebagai keturunan dari
manusia pertama, pun bahan tubuh kita diambil dari tanah. Ayah bunda kita makan
ikan,sayur dan daging,cukup vitamin dan hormone.Semuanya itu tergabung menjadi darah,
dan darah itulah sperma atau mani dan itulah bibit yang keluar dari Shulbid
antara-ibbunda,tak ada bahan lain untuk tubuh manusia, sebagai penghuni bumi melainkan
dari tanah lain untuk tubuh manusia,sebagai penghuni bumi melainkan dari tanah bumi.
Sebab itu maka ayat ini menutup pintu tentang dongeng “dewa” yang turun dari kayangan,
lalu menjelma jadi manusia.lalu jadi Raja di satu daerah : ”kemudian itu Dia tentukan
suatu ajal,dan suatu ajal lagi yang telah tertentu ada di sisi Nya.” Maka manusia
yang telah Dia jadikan dari tanah itu ditentukanlah ajalnya, janji dan jangka hidupnya.
Dari tanah dia jadikan lalu diberi nyawa. Nanti datanglah waktunya dan janjinya,
adapun mati, bercerainya wanya dengan badanya, dia pun kembali kepada asalnya
,yaitu tanah. Baik dikuburkan ke perut bumi atau di bakar jadi abu, namun
semuanya itu ialah janji pasti. Kepastian hidup dan kepastian mati. Itulah ajal
pertama. Kemudian itu di tentukan Nya pula ajal kedua, yang telah tertentu di
sisi Nya sendiri, tidak ada makhluk yang tahu, yaitu dunia ini akan di
kiamatkan. Pada waktu itu segala makhluk yang bernyawa, yang masih sisa dari
yang telah mati, akan dimatikan semua,lalu dibangkitkan lagi, yang bernama Kiamat.
Rahasia bilakah masa kiamat itu adalah di tangan Nya sendiri.Oleh sebab itu, kita
diberi dua ajal ,ajal pertama dari hidup menjelang mati,ajal kedua yaitu hari kebangkitan
kembali:”kemudian,kamumasih (juga)
ragu-ragu.”(ujungayat 2).
Siapakah yang masih ragu-ragu juga? ialah orang yang jiwanya
masih gelap tadi, yang masih kufur dan musyrik. Mereka masih ragu-ragu karena fikiran
tidak jalan. Padahal kalau mereka mau berfikir, tidaklah mereka akan menolak kemungkinan
ajal yang kedua itu, setelah mereka melihat peristiwa tumbuhnya ajal yang
pertama,yang telah diuraikan itu. Dari tanah manusia di jadikan, baik manusia pertama,
atau pun manusia yang menjadi keturunan ini. Baik diri mereka sendiri atau pun
anak-anaknya. Bagaimana sekebat daun sayur bayam yang mengandung zat besi dan sayur
yang lain,digiling oleh “kilang” cernaan makanan dalam perut, ampasnya menjadi kotoran
dan keluar kembali melalui dubur sedang sarinya masuk ke dalam darah, lalu jadi
air mani. Lalu menjadi manusia. Semuanya itu adalah aneh,tetapi benar. Kalau demikian
adanya pertumbuhan hidup, mengapa akan mustahil bagi Allah buat menimbulkan lagi
ajal yang kedua yaitu berbangkit di hari kiamat?.
3. Surah At-Taubah ayat 51[8]
@è%
`©9
!$uZu;ÅÁã
wÎ)
$tB
|=tF2
ª!$#
$uZs9
uqèd
$uZ9s9öqtB
4
n?tãur
«!$#
È@2uqtGuù=sù
cqãZÏB÷sßJø9$#
ÇÎÊÈ
Artinya :
”Katakanlah:”Sekali-kali tidaklah akan menimpa kepada kami,kecuali apa yang telah dituliskan Allah untuk kami. Dialah
pelindung kami, dan kepada Allah lah hendaknya bertawakkal orang-orang yang
beriman.”
“Katakanlah
:”sekali-kali tidaklah akan menimpa kepada kami, kecuali apa yang telah di
tuliskan Allah untuk kami.”(pangkal
ayat 51). Artinya, didalam jihad dan perjuangan kami telah mempunyai keyakinan
yang teguh, bahwa Allah telah menuliskan suatu ketentuan yang pasti kami lalui.
Kami akan di tempa oleh senang dan susah, membunuh musuh atau di bunuh musuh. Ada
diantara kami yang mati di dalam perjuangan, maka tertulislah dia di sisi Allah
sebagai seorang yang mati syahid karena menegakkan
agama.
Kami
telah bersedia buat menerima senang dan susah, mudah dan sukar,dipukul dan memukul.
Tetapi apa yang tidak ditakdirkan Allah buat kami, walaupun macam-macam pengharapan
kamu, tidaklah itu akan kejadian. Jika ketentuan Allah datang yang berupa kemenangan, kami telah di didik buat bersyukur.Jika tulisan
Allah dalam kitab bahwa kami akan terdesak, kami akan sabar. Tetapi kami tidak pernah
mengaku tunduk dan kalah.”Dialahpelindung kami.”Tidak ada yang lain tempat kami
berlindung melainkan Dia. Segala perjuangan kami ini adalah atas perintah dan kehendak Nya
dan untuk Dia. Dia komando kami dan Dia benteng pertahanan jiwa kami. Sebab itu
janganlah kamu menyangka kami akan susah bila ada malapetaka datang, sebab malapetaka
bagi kami adalah hubungan mata rantai saja dari kemenangan:”Dan kepada Allahlah hendaknya bertawakkal
orang-orang yang beriman.”(ujungayat 51).
Sebagaimana
kita ketahui, arti tawakkal ialah penyerahan diri.Tawakkal adalah puncak dari iman,
sebagaimana yang telah kita ketahui dari penafsiran yang sudah-sudah. Dan di dalam
langkah-langkah yang di tempuh oleh Rasulullahs.a.w. Kelihatanlah bahwa tawakkal
itu tumbuh dengan sendirinya, sejalan dengan ikhtiar. Segala sesuatu di
persiapkan, segala daya-upaya, sekedar tenaga yang ada pada manusia, semuanya
di lengkapkan. Tidak ada dikerjakan dengan acuh tak acuh, selalu siap dan sedia.
Dan keputusan terakhir terserahlah kepada Tuhan. Orang yang mu’min selalu tawakkal,
dan tawakkaln yaitu hanya kepada Tuhan. Dia tidak tawakkal kepada yang lain.
4. Surah An-Nisa ayat 78-79
$yJoY÷r& (#qçRqä3s? ãN3.Íôã ÝVöqyJø9$# öqs9ur ÷LäêZä. Îû 8lrãç/ ;oy§t±B 3 bÎ)ur öNßgö6ÅÁè? ×puZ|¡ym (#qä9qà)t ¾ÍnÉ»yd ô`ÏB
ÏZÏã «!$# ( bÎ)ur öNßgö6ÅÁè? ×py¥Íhy (#qä9qà)t ¾ÍnÉ»yd ô`ÏB x8ÏZÏã 4 ö@è% @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã «!$# ( ÉA$yJsù ÏäIwàs¯»yd ÏQöqs)ø9$# w tbrß%s3t tbqßgs)øÿt $ZVÏtn ÇÐÑÈ
Artinya :
”Dimana saja kamu
berada,kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang
tinggi dan kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan mereka mengatakan,”ini
dari sisi Allah” dan kalau mereka ditimpa
suatu bencana mereka mengatakan,”ini dari engkau (Muhammad),” katakanlah
semuanya dari sisi Allah,” maka mengapa orang-orang itu hampir-hampir tidak
memahami pembicaraan Nya”.
!$¨B y7t/$|¹r& ô`ÏB 7puZ|¡ym z`ÏJsù «!$# ( !$tBur y7t/$|¹r& `ÏB 7py¥Íhy `ÏJsù y7Å¡øÿ¯R 4 y7»oYù=yör&ur Ĩ$¨Z=Ï9 Zwqßu 4 4s"x.ur «!$$Î/ #YÍky ÇÐÒÈ
Artinya :
”Apa saja nikmat yang kamu
peroleh adalah dari Allah,dan apa saja bencana yang menimpamu maka dari
(kesalahan)dirimu sendiri.kami mengutuskanmu menjadi rasul kepada segenap manusia.dan cukuplah Allah yang menjadi
saksi.”
a. Arti Kata Mufradat
(ÝVöqyJø9$#ãN3.Íôã
: Kematian akan mendapatkan kamu
t$ZVÏtntbrß%s3tw
: Orang-orang itu hampir-hampir tidak memahami pembicaraan
brß%s3t : Hampir – hampir
أَ صَا بَا :
mengalirkan,menimpa,memperoleh,membenarkan[9]
b. Tafsir ayat
1) Tasir ayat 78
Ayat
yang lalu meluruskan kekeliruan mereka yang enggan berpegang karena didorong
oleh keinginan menikmati hidup duniawi sebanyak mungkin, dengan menjelaskan
betapa nilai kehidupan dunia dan kesenangan Nya
tidak sebanding dengan kehidupan setelah kematian,yakni diakhirat
kelak.kini,ayat ayat diatas meluruskan kekeliruan lainnya,yakni yang menduga mereka dapat dapat terhindar
dari kematian atau memperlambat datangnya ajal dengan menghindari peperangan.
Inilah yang ditegaskan didalam firman-Nya,dimana saja kamu berada,wahai mahkluk
yang bernyawa-yang taat dan yang durhaka-kematian;yakni yang bertugas
mewafatkan kamu,akan mendapatkan kamu yakni mengejar kamu dan akhirnya
mencabut nyawa kamu,kendati pun
kamu didalam benteng-benteng yakni dalam
satu benteng yang dilindungi oleh
benteng lain dan yang tinggi lagi kokoh, dan atau yang berbuat dengan amat rapi
sehingga tidak ada celah untuk menembusnya.atau masing-masing kamu berada dalam
satu benteng yang berada dengan benteng makhluk hidup lain.
Selanjutnya
Ayat ini menambahkan ucapan mereka yang lain,sebagai kelanjutan ucapan mereka
yang meminta agar kewajiban perang ditangguhkan atu dibatalkan, yaitu jika
mereka memperoleh kebaikan,yakni sesuatu yang menggembirakan, mereka mengakatan,”ini
dari Allah”,dan kalau mereka ditimpa suatu bencana, yakni sesuatu yang tidak
menyenangkan,mereka mengatakan ,”ini dari sisiAllah”,dan kalau mereka
menggembirakan,mereka mengatakan,”ini dari sisi engkau Muhammad,”engkau
penyebabnya karena kehadiranmu dan kehadiran- kehadiranmu bahwa perintah-perintahmu
yang tidak atau karena kesialan yang menyertaimu,”Katakanlah, “sesungguhnya
bersumber dari sisi allah dan atas izinnya”. Karena ucapan dan perilaku mereka
sangat aneh, maka ayat ini ditutup dengan menggambarkan keanehan itu dengan
menyatakan dalam bentuk pertanyaan: maka mengapa orang-orang itu, yakni yang
mengucapkan kata-kata itu hanpir-hampir tidak memahami pembicaraan, yakni
penjelasan-penjelasan yang selama ini telah disampaika? Mengapa mereka tidak
memahaminya sedikit pun?
Firmannya
(ÍãN3.ÍôãÝVöqyJø9$#)
yudrikumul maut (kematian akan mendapatkan kamu) mengilustrasikan maut
mempunyai wujud-dan memang seentara ulama meyakini wujudnya. Sang maud mengejar
semua yang hidup, ia bagaikan anak panah yang telah lepas dari busurnya mengarah
kepada sasaran yang bergerak. Semua sasaran pasti dicapainya dan begitu ia
mengenai sasaran, yang bersangkutan tersungkur mati. Umur manusia adalah masa yang dilalui busur
itu sehingga ia mendapat sasarannya.
Ucapkan
mereka yang menisbahkan kebaikan kepada Allah dan keburukan kepada Nabi Muhammad,antara
lain bertujuan “memisahkan” antara allah dan rosulnya, dan ingin menunjukkan
bahwa keburukan bersumber dari nabi Muhammad SAW. Allah tidak membenarkan hal
tersebut, dan untuk itu Allah sekali lagi menunjukkan kedudukan nabi Muhammad
SAW. Disisisnya dengan memerintahkan beliau untuk menyampaikan : katakanlah
bahwa semua yang baik dan yang buruk dari sisi Allah.
Bahwa
semua dari sisi Allah, dipahami oleh asy-syawari dalam arti jangan hanya
menduga bahwa kebaikan adalah apa yang anda nilai baik, dan keburukan adalah
yang anda tidak senagi. Tidak !yang mendapat keburukan dalam pandangan agama
adalah yang tidak mendapat ganjaran, karna itu yang baik dan yang buruk, semuanya dari Allah.
Dapat
juga dikatakan bahwa semua dari sisi allah, dalam arti sesuai dengan ketentuan
sunnatullah dan takdirnya, yankni hukum-hukum alam dan kemasyarakatan yang
ditetapkannya berlaku untuk semua piak, dan semua baik, tidak ada satu sisi pun
yang buruk. Kalau ada yang menilainya buruk,
maka itu hanyabagi perorangan atau kelompok yang bersifat sementara.
Tetapi jika dilihat secara menyeluruh, maka ia baik. Seperti titik hitam pada
satu lukisan, ia justru merupakan unsure keindahannya.
Penyakit
yang diderita seseorang adalah buruk menurut penilaian yang bersangkutan atau
orang-orang tertentu, tetapi baik buat orang banyak, karena dengan demikian
orang akan mengetahui nilai kesehatan. Bahkan, sedikit itu juga dapat menjadi
baik untuk sisakit, karena dengan demikian ia mendapat pelajaran agar ia
menghindari sebabnya, atau karena dengan penyakit itu-jika ia sabar-ia
memperoleh ganjaran atau pengmpunan dosa. Demikian semua sunnatullah atau
hukum-hukum yang tetapkan allah, walaupun buruk buat seseorang atau satu
kelompok, namun ia baik untuk banyak pihak, sehinga semua yang datang dari sisi
Allah Swt. Adalah baik.
Muhammad
At Tahir Ibnu Asyur ketika menafsirkan Ayat ini menulis antara lain, bahwa
setiap peristiwa yang terjadi, pasti ; a) ada yang menjadikannya; b) ada juga
sebab-sebab yang mengantar kejadiannya; c) ada tanda-tanda dan
dampak-dampaknya. Tiga hal tersebut
tidak luput dari satu peristiwa disengaja atu tidak, dipaksa atau kehendak
sendiri.Allah Swt. Yang menemukan manfaat dan mudarad satu peristiwa
berdasarkan pengetahuan dan Takdir/pengaturannya, secara dia pula yang menciptakan
sebab-sebabnya.Selanjutnya segala sesuatu diciptakan Allah dan ciptaanya pula
sebab-sebab yang memudahkan kelangsungan hidup dan manfaatnya.Allah juga telah
menganugrahkan manusia potensi untuk mengetahui manfaat dan mudarat banyak hal
sehingga mereka dapat mengetahuinya, baik melalui penggunaan nalar, pengalaman,
intuisi, aatu penjelasan wahyu. Selanjudnya, dia mengajarkan manusia tata cara
meraih dan menolak manfaat dan mudorot itu. Dengan demikian-tulis asyur lebih
jauh-kalau ada kebajikan. Maka peranan allah dalam hal ini bermula dari
penciptaannya, dan penciptaan sebab-sebab yang berkaitan dengannya atau
anugrahnya memberi petunjuk kepada manusia sehingga ia dapat meraih kebaikan
manfaat. Disini terlihat dengan jelas betapa besar peranan Allah dalam kebaikan
itu.
Adapun
kejahatan, maka walaupun dia juga yang menjadikannya serta menjadikan dan
menetapkan sebab-sebabnya, tetapi peranan manusia dalam hal ini tidak juga
kecil. Karena pada umumnya kejahatan-kejahatan
itu menimpa manusia akibat uluhnya sendiri karena kebodohan, pandangan
pendek, dan pengaruh hawa nafsunya, sehingga pada umumnya kejahatan yang
menimpa manusia adalah akibat ulahnya sendiri, baik langsunng maupun tidak. Ini
disyariatkan oleh Nabi Saw. Melalui hadis beliau yang diriwayatkan oleh At-Tarmizi,
bahwa : mereka tidak seorangpun ditimpa petaka, basar atau kecil, karena dosa
yang dilakukannya dan apa yang dimaafkan Allah (dari dosanya) lebih banyak dari
petaka yang menimpanya”,
Selanjutnya,
karena dari persoalan diaitas cukup sulit untuk dipahami, apalagi oleh
orang-orang yang munafik, Allah mengisyaratkan hal tersebut dengan menegaskan
bahwa“la yakaduna haditsa”(orang-orang itu hampir-hampir
tidak memahami pembicaraan) terjemahan ini adalah atas dasar kata”la” tertuju pada kata yafkahuna tujuannya menekankan penafsiran ada juga yang
memahami penafsiran bertujuan kepada yakaduna
(hampir-hampir)sesuai dengan harfiah teks, sehingga penutup ayat ini
berarti:mereka itu tidak mendekati pemahaman pembicaraan, karena memang
persoalan ini tidak dipahami secara baik kecuali oleh mereka yang benar cerdas,sedang mereka tidak demikian.[10]
2) Tafsir ayat 79
Setelah
ayat yang lalu menjelaskan hukum-hukum alam dan kemasrakatan yang berlaku
umumnya ditetapkan oleh Allah. Kini ayat ini menegaskan sisi upaya manusia
yang berkaitan dengan sebab dan akibat. Hukum-hukum alam dan
kemasrakatan cukup banyak dan beraneka ragam.dampak baik dan dampak buruk untuk
setiap gerak dan tindakan telah ditetapkan Allah – melalui hukum-hukum
tersebut, manusia diberikan kamampuan untuk memilah dan memilih, dan
masing-masing akan mendapatkan hasil pilihannya. Allah sendiri melalui perintah
dan laranganya menghendakinya, bahkan menganjurkan agar manusia meraih kebaikan
dan nikmat- Nya karena itu ditegaskan Nya bahwa apa saja nikmat yang engkau
peroleh, wahai Muhammad dan semua manusia adalah dari Allah, yakni dia yang
mewujutkan anugrah Nya, dan apa saja
bencana yang menimpaamu, maka bencana itu dari kasalaha dirimu sendiri, karena kami mengutusmu tidak
lain hanya menjadi rasul untuk menyampaikan tuntunan-tuntunan Allah kepada
segenap manusia. Kapan dan dimana saja mereka berad.kami mengutusmu menjadi
rasul bukan seseorang yang menentukan baik dan buruk sesuatu sehingga bukan
karena terjadinya bencna atau keburukan
kepada masamu kemudian dijadikan bukti bahwa engkau bukan rasul.kalau
mereka menduga dimikian, biar saja.dan cukuplah allah menjadi saksi atas
kebenaranmu.
Ayat
diatas secara redaksional ditijukan kepada rosul saw., tetapa kandungnya terutama
ditunjukkan kepada mereka yang
menyatakan bahwa keburukan bersumber dari nabi atau karena kesialan yang menyertai beliau.Terapi karena
mereka telah diucap oleh ayat yang lalu sebagai orang-orang yang hampir-hampr
saja tidak mengerti pembicaraan, maka sangat wajar jika pembicaraan menyangkut
persoalan itu tidak diarahkan lagi secara langsung kepada mereka,tetapa secara
radikal dituju kepada Nabi,walaupu sebenarnya itu merupakan dituju kepada
mereka.sekaligus bantahan terhadab bantahan mereka.dari sisi
lain,pengarahan redaksi ayat ini kepada nabi Muhammad saw.membuktikan bahwa
kalau beliau yang sedemikian dekat dengan kedudukannya disisi Allah
serta sedemikian kuat
ketakwaanyya tetap tidak luput dari sunnatullah dan takdinya maka tentu
lebih lebih yang lai.Allah tidak membedakan seseorang dari yang lain dalam hal
sunnatullah ini.
Ketika
ayat 78 menguraikan pandangan orang orang munafik dahwa kebaikan datangnya dari
Allah dan keburukkan disebabkan oleh nabi Muhammad saw. Kedua pernyataan ini
menggunakan kata inda sedang dalam
jawaban diatas, kata ini tidak disebut lagi.penyebutannya pada 78 bertujuan
untuk menekankan bahwa mereka sepenuhnya berkeyakinan tentang hal tersebut,yakni kebaikan benar-
benar bersumber dari Allah dan keburukan benar-benar bersumber dari nabi
mehammad saw. mereka mempersamakan Allah dan Rasul bahwa keduanya merupakan
penyebab, walaupun membedakannya dari
sisi baik dan buruknya. sedang bantahan yang diberikan pada ayat79 ini tidak
memakai kata inda karena ayat ini
bermaksut mengisyaratkan bahwa awal kehadiran kebaiaka dari Allah swt. Dengan awal kejadian kejahatan adalah manusia
sendiri. Bukankah Allah sejak semula mengingikan kebaikan ,dan kalau manusia
mengusahakannya maka insya allah akan tarjadi. Salanjutnya, bukankah manusia
yang salah dan keliru sehingga kejahatan
terjadi.[11]
5.
Q.S.Ar – Ra’d ayat 26
ª!$# äÝÝ¡ö6t s-øÎh9$# `yJÏ9 âä!$t±o âÏø)tur 4 (#qãmÌsùur Ío4quysø9$$Î/ $u÷R9$# $tBur äo4quysø9$# $u÷R9$# Îû ÍotÅzFy$#
wÎ) Óì»tFtB ÇËÏÈ
Artinya :
“Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia
kehendaki. mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, Padahal kehidupan dunia
itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).”
a.
Tafsiran Kata – kata Sulit
يَقْدِرُ
: menyempitkan, seperti firman Allah :
وَمَن
قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ
“Dan orang yang disempitkan rezekinya ...”(Ath – Thalaq, 65 : 7).
Maksud
ayat ialah Allah memberinya rezeki menurut ukuran yang mencukupinya, tidak
melebihkannya sedikit pun.
مَتَا عٌ : kesenangan yang
sedikit dan tidak kekal.
b.
Pengertian secara Ijmal
Dalam
ayat – ayat ini Allah menjelaskan, bahwa Dia melapangkan rezeki bagi sebagian
hamba – Nya dan menyempitkannya bagi sebagian yang lain, sesuai dengan tuntutan
kebijaksanaan dan ilmu – Nya tentang hamba. Pelapangan dan penyempitan rezeki
ini tidak berkaitan dengan keimanan dan kekufuran. Barangkali Allah
melapangkannya bagi orang kafir dengan maksud memperdayakannya dan
menyempitkannya bagi orang Mu’min dengan maksud menambah pahalanya.
c.
Penjelasan Ayat
ª!$# äÝÝ¡ö6t s-øÎh9$# `yJÏ9 âä!$t±o
Allah melapangkan rezeki bagi siapa pun
yang Dia kehendaki di antara para hamba –Nya yang pandai mengumpulkan harta dan
mempunyai banyak jalan untuk memperolehnya, yakni jalan yang tidak diketahui
oleh orang lain. Hal ini tidak berhubungan dengan keimanan dan kekufuran, atau
perbuatan baik dan maksiat.
âÏø)tur
Dan menyempitkan rezeki bagi siapa pun yang Dia kehendaki di antara
orang yang lemah dalam mencari jalan untuk memperolehnya.
Kekayaan dan kekafiran
hanyalah dua keadaan yang dilalui oleh orang yang baik atau orang durhaka,
sebagaimana keduanya melalui siang dan malam, serta pagi dan sore. Kemudian
Allah menjelaskan, bahwa kaum musyrikin Makkah menyombongkan kekayaannya. Allah
berfirman :
(#qãmÌsùur Ío4quysø9$$Î/ $u÷R9$#
Dan orang – orang yang
merusak janji dan perjanjian yang telah dikokohkan itu menyombongkan rezeki
yang dilapangkan Allah bagi mereka di dunia. Mereka memandang rezeki itu
sebagai kesenangan terbesar bagi mereka dan kedudukan tertinggi di sisi
manusia.
Kemudian Allah
menjelaskan kesalahan mereka :
$tBur äo4quysø9$# $u÷R9$# Îû ÍotÅzFy$# wÎ) Óì»tFtB
Kenikmatan dunia, jika
dibandingkan dengan kenikmatan akhirat, hanyalah sedikit dan akan cepat hilang.
Ia tak ubahnya roda yang berputar cepat dan bekal penggembala yang sedikit.
Oleh sebab itu, mereka tidak berhak untuk membanggakan dan menyombongkan bagian
dari dunia yang diberikan kepada mereka, dan mereka manfaatkan. Sebab,
sebenarnya mereka telah menyombongkan kesenangan yang sedikit dan cepat musnah.
[12]
Allah melapangkan dan
memperbanyak rezeki bagi sebagian hamba-Nya yang dikehendaki-Nya,sehingga mereka
ini memperoleh rezeki yang lebih dari keperluan mereka sehari – hari. Mereka
ini biasanya adalah orang – orang yang rajin dan terampil dalam mencari
harta,dan melakukan bermacam – macam usaha. Selain itu, mereka ini hemat dan
cermat serta pandai mengelola dan mempergunakan harta bendanya itu.
Allah SWT juga menyempitkan
rezeki dan membatasinya bagi sebagian hamba-Nya, sehingga rezeki yang mereka
peroleh tidak lebih dari apa yang diperlukan sehari – hari. Mereka biasanya
adalah orang – orang yang pemalas dan tidak terampil dalam mencari harta atau
tidak pandai mengelola dan mempergunakan harta tersebut.
Allah melapangkan dan
menyempitkan rezeki hamba-Nya itu adalah berdasarkan hikmah Nya serta
pengetahuan-Nya tentang masing – masing hamba-Nya itu. Sebab itu, ada kalanya
Allah SWT menganugerahkan rezeki yang banyak kepada hamba-Nya yang kafir
kepada-Nya, sebaliknya kadang – kadang Allah menyempitkan rezeki bagi hamba
yang beriman kepada Nya untuk menambah pahala yang kelak akan mereka peroleh di
akhirat. Maka kekayaan dan kemiskinan itu adalah dua hal yang dapat terjadi
pada orang – orang beriman maupun yang kafir, yang saleh ataupun fasik.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pengertian Qadha dan Qadar
a.
Pengertian Qadha
Menurut bahasa, Qadha mengandung banyak arti, diantara sekian arti
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
·
Hukum / حَكَمَ yang
berarti menghukum atau memutuskan suatu perkara diantara dua atau beberapa
orang yang berselisih.
·
Qadha / قَضَى yang
berarti ketetapan atau menetapkan.
·
Khabara / خَبَرَ yang
berarti kabar atau berita.
·
Amara / أَمَرَ yang berarti perintah.
·
Adda / أَدَّى
yang mengandung arti menunaikan atau membayar.
b.
Pengertian Qadar
Sedangkan Qadar
menurut bahasa berasal dari قَدَرَ yang mengandung beberapa
arti , antara lain adalah :
·
Qadara / قَدَرَ yang
berarti kuasa atau mampu
·
‘Azh-zhama / عَظَّمَ
yang berarti memngagungkan
·
Dhaiyaqa / ضَيَّقَ
yang mengandung arti menyempitkan.
2. MACAM-MACAM TAQDIR
a. Taqdir Mu’allaq
Taqdir mu’allaq adalah
taqdir Allah swt yang masih dapat diusahakan kejadianya oleh manusia. Sebagai
contoh dalam kehidupan ini, kita sering melihat dan mengalami
sunnahtullah,hukum Allah yang berlaku di bumi ini,yaitu hukum sebab akibat yang
bersifat tetap yang merupakan qada dan qadar sesuai kehendak swt.
b. Taqdir Mubram
Taqdir mubram ialah taqdir yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan
kejadiannya. Dapat kita beri contoh nasib manusia, lahir, kematian, jodoh dan rizkinya,terjadinya kiamat
dan sebagainya. Qadha dan qadar Allah SWT. yang berhubungan
dengan nasib manusia adalah rasia Allah SWT. hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Manusia diperintahkan mengetahui qadha dan qadar Nya melalui usaha dan ikhtiar.
3.
Penafsiran
ayat–ayat Al–Quran tentang Qadha dan Qadar
a.
Surah
Al–Imran ayat 145
Allah menyatakan : "semua yang bernyawa tidak akan mati
melainkan dengan izin-Nya, tepat pada waktunya sesuai dengan yang telah
ditetapkan-Nya”. Artinya persoalan mati itu hanya di tangan Tuhan, bukan di
tangan siapa-siapa atau di tangan musuh yang ditakuti. Dalam hal ini keimanan
terhadap qadha’ dan qadar sangatlah diperlukan, karena jika kita meyakini
tentang qadha’ dan qadar tentu kita akan berserah diri kepada Allah tentang
urusan yang sudah pasti urusan Allah yaitu salah satunya adalah tentang ajal.
Ayat Ini merupakan teguran kepada orang-orang mukmin yang lari dari medan
perang Uhud karena takut mati, dan juga merupakan petunjuk bagi setiap umat
Islam yang sedang berjuang di jalan Allah seterusnya Allah memberikan bimbingan
kepada umat Islam bagaimana seharusnya berjuang di jalan Allah.
b.
Surah
Al–An’am ayat 2
Maka
manusia yang telah Dia jadikan dari tanah itu ditentukanlah ajalnya, janji dan
jangka hidupnya. Dari tanah dia jadikan lalu diberi nyawa. Nanti datanglah
waktunya dan janjinya, adapun mati, bercerainya wanya dengan badanya, dia pun
kembali kepada asalnya ,yaitu tanah. Baik dikuburkan ke perut bumi atau di
bakar jadi abu, namun semuanya itu ialah janji pasti. Kepastian hidup dan
kepastian mati. Itulah ajal pertama. Kemudian itu di tentukan Nya pula ajal
kedua, yang telah tertentu di sisi Nya sendiri, tidak ada makhluk yang tahu,
yaitu dunia ini akan di kiamatkan. Pada waktu itu segala makhluk yang bernyawa,
yang masih sisa dari yang telah mati, akan dimatikan semua,lalu dibangkitkan
lagi, yang bernama Kiamat. Rahasia bilakah masa kiamat itu adalah di tangan Nya
sendiri.Oleh sebab itu, kita diberi dua ajal ,ajal pertama dari hidup menjelang
mati,ajal kedua yaitu hari kebangkitan kembali:”kemudian,kamumasih (juga) ragu-ragu.”Siapakah yang masih ragu-ragu
juga? ialah orang yang jiwanya masih gelap tadi, yang masih kufur dan musyrik.
c.
Surah At–Taubah ayat 51
“Katakanlah
:”sekali-kali tidaklah akan menimpa kepada kami, kecuali apa yang telah di
tuliskan Allah untuk kami.”.
Artinya, didalam jihad dan perjuangan kami telah mempunyai keyakinan yang
teguh, bahwa Allah telah menuliskan suatu ketentuan yang pasti kami lalui.
d.
Surah An–Nisa’ ayat 78–79
1)
Ayat
78
Ayat
ini menambahkan ucapan mereka yang lain,sebagai kelanjutan ucapan mereka yang
meminta agar kewajiban perang ditangguhkan atu dibatalkan, yaitu jika mereka
memperoleh kebaikan,yakni sesuatu yang menggembirakan, mereka mengakatan,”ini
dari Allah”,dan kalau mereka ditimpa suatu bencana, yakni sesuatu yang tidak
menyenangkan,mereka mengatakan ,”ini dari sisiAllah”,dan kalau mereka
menggembirakan,mereka mengatakan,”ini dari sisi engkau Muhammad,”engkau
penyebabnya karena kehadiranmu dan kehadiran- kehadiranmu bahwa
perintah-perintahmu yang tidak atau karena kesialan yang
menyertaimu,”Katakanlah, “sesungguhnya bersumber dari sisi allah dan atas
izinnya”.
2)
Ayat 79
Ayat
ini menegaskan sisi upaya manusia yang berkaitan dengan sebab dan akibat.
Hukum-hukum alam dan kemasrakatan cukup banyak dan beraneka ragam.dampak baik
dan dampak buruk untuk setiap gerak dan tindakan telah ditetapkan Allah –
melalui hukum-hukum tersebut, manusia diberikan kamampuan untuk memilah dan
memilih, dan masing-masing akan mendapatkan hasil pilihannya. Allah sendiri
melalui perintah dan laranganya menghendakinya, bahkan menganjurkan agar
manusia meraih kebaikan dan nikmat- Nya karena itu ditegaskan Nya bahwa apa
saja nikmat yang engkau peroleh, wahai Muhammad dan semua manusia adalah dari
Allah, yakni dia yang mewujutkan anugrah
Nya, dan apa saja bencana yang menimpaamu, maka bencana itu dari kasalaha dirimu sendiri, karena kami mengutusmu tidak
lain hanya menjadi rasul untuk menyampaikan tuntunan-tuntunan Allah kepada
segenap manusia.kapan dan dimana saja mereka berad.kami mengutusmu menjadi
rasul bukan seseorang yang menentukan baik dan buruk sesuatu sehingga bukan
karena terjadinya bencna atau keburukan
kepada masamu kemudian dijadikan bukti bahwa engkau bukan rasul.kalau
mereka menduga dimikian, biar saja.dan cukuplah allah menjadi saksi atas kebenaranmu.
e.
Surah Ar - Ra’d ayat 26
Allah melapangkan dan memperbanyak rezeki bagi sebagian hamba-Nya
yang dikehendaki-Nya,sehingga mereka ini memperoleh rezeki yang lebih dari
keperluan mereka sehari – hari. Mereka ini biasanya adalah orang – orang yang rajin
dan terampil dalam mencari harta,dan melakukan bermacam – macam usaha. Selain
itu, mereka ini hemat dan cermat serta pandai mengelola dan mempergunakan harta
bendanya itu.
Allah SWT juga menyempitkan rezeki dan membatasinya bagi sebagian
hamba-Nya, sehingga rezeki yang mereka peroleh tidak lebih dari apa yang
diperlukan sehari – hari. Mereka biasanya adalah orang – orang yang pemalas dan
tidak terampil dalam mencari harta atau tidak pandai mengelola dan
mempergunakan harta tersebut.
Allah melapangkan dan menyempitkan rezeki hamba-Nya itu adalah
berdasarkan hikmah Nya serta pengetahuan-Nya tentang masing – masing hamba-Nya
itu. Sebab itu, ada kalanya Allah SWT menganugerahkan rezeki yang banyak kepada
hamba-Nya yang kafir kepada-Nya,sebaliknya kadang–kadang Allah menyempitkan
rezeki bagi hamba yang beriman kepada Nya untuk menambah pahala yang kelak akan
mereka peroleh di akhirat.Maka kekayaan dan kemiskinan itu adalah dua hal yang
dapat terjadi pada orang–orang beriman maupun yang kafir, yang saleh ataupun
fasik.
DAFTAR PUSTAKA
Abu
Ubaidah,Darwis.2012.Tafsir Al-Asas Tafsir Lengkap dan Menyentuh
Ayat-ayat seputar Islam,Iman dan Ihsan Cet pertama. Jakarta timur : Pustaka
Al-Kautsar.
Al –
Maraghi,Ahmad Mushthafa.1988.Tafsir al – Maraghi Juz XIII Cet I. Semarang
: CV.Toha Putra.
Ash-Shiddieqy,Teungku
Muhammad Hasbi. 2011.Tafsir
Al-Qur’anul Madjid An-Nur Jilid I Jakarta : Cakrawala Publishing.
Asrori. 2012.Tafsir
Al – Asraar Cet I. Yogyakarta : Daarut Tajdiid.
Hamka. 1983.Tafsir
Al – Azhar Juz VII. Jakarta : PT. Pustaka Panjimas.
Hamka. 1985.Tafsir
Al – Azhar Juz X Cet I. Jakarta : PT. Pustaka Panjimas.
Muhammad,Abdullah.
1994.Tafsir Ibnu Katsir jilid 2.Kairo : Mu-Assasah Daar Al Hilaal. .
Quraish
Shihab,M. 2002.Tafsir al-Misbah volume 2. Jakarta : Lentera
Hati.
Shohib,Muhammad.
2007. Syahmil Al-Qur’an Yasmina Al-Quran dan Terjemahan Juz III . Bogor
: Sygma.
Sonhadji
HM,dkk.1990. Al Quran dan Tafsirnya Jilid V Juz 13-14-15 Yogyakarta: PT.
Dana Bhakti Wakaf.
[1] H. Darwis Abu
Ubaidah.Tafsir Al-Asas, Tafsir Lengkap dan Menyentuh Ayat-ayat seputar
Islam,Iman dan Ihsan. Cet,pertama,(Jakarta timur, Pustaka Al-Kautsar, 2012),
hlm 392-395.
[3] H.Muhammad Shohib, Syahmil Al-Qur’an Yasmina Al-Quran dan
Terjemahan Juz III,(Bogor:Sygma,2007)h.68
[5] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al
Sheik, Tafsir Ibnu Katsir,
(kairo: Mu-Assasah Daar Al Hilaal, 1994), jilid 2, h. 359.
[6] Teungku Muhammad Hasbi
Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Madjid
An-Nur Jilid I (Jakarta: Cakrawala Publishing,2011) cet pertama h.439
[7]Prof.DR.Hamka,Tafsir Al – Azhar Juz VII,(Jakarta : PT. Pustaka
Panjimas,1983),hlm.113
[8] Prof.DR.Hamka,Tafsir Al – Azhar Juz X,(Jakarta : PT. Pustaka
Panjimas,1985),Cet I,hlm.239
[9] Drs.H.Asrori,MA.,Tafsir Al – Asraar ( Yogyakarta : Daarut
Tajdiid, 2012),Cet I,hlm.23
[10] M. Quraish Shihab,Tafsir Al – Mishbah(Jakarta : Lentera Hati,2000),cet
I,hlm. 493 – 496
[11] Ibid,hlm. 497 – 498
[12] Ahmad Mushthafa Al – Maraghi, Tafsir al – Maraghi Juz XIII (Semarang
: CV.Toha Putra,1988),Cet I,hlm.168-170
[13] Drs.HM.Sonhadji,dkk, Al Quran dan Tafsirnya Jilid V Juz 13-14-15
(Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf,1990),hlm.122
Tidak ada komentar:
Posting Komentar