Selasa, 31 Mei 2016

Qadha dan Qadar



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Iman adalah aspek agama Islam yang paling mendasar, dan bisa disebut pondasi dari setiap agama. Bila sistem Iman rusak, maka runtuhlah bangunan agama secara keseluruhan. Dalam agama Islam Iman ini terbagi menjadi enam, yaitu: Iman kepada Allah, Iman kepada Rasulullah SAW, Iman kepada malaikat Allah, Iman kepada kitab-kitab Allah, Iman kepada hari akhir, dan Iman kepada qadha&qadar.
Qadha dan qadar merupakan rukun Iman yang ke enam. Kita umat muslim harus benar-benar meyakininya, artinya setiap manusia (muslim dan muslimah) wajib mempunyai niat dan keyakinan sungguh-sungguh bahwa segala perbuatan makhluk, sengaja maupun tidak telah ditetapkan oleh Allah SWT. dan tidak ada campur tangan dari siapapun. Orang yang benar-benar beriman adanya qadha dan qadar akan senantiasa menjaga agar perilakunya baik dan berusaha menjauhi hal-hal yang buruk. Begitu juga sebaliknya. Dalam makalah ini akan diuraikan mengenai persoalan qadha dan qadar. Dari pembahasan makalah ini diharapkan kita semua bisa mendapatkan pemahaman yang bisa meningkatkan kadar keimanan kita terhadap rukun Iman yang telah di tetapkan khususnya Iman kepada qadha dan qadar.
B.   Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Qadha dan Qadar?
2.      Apa saja macam-macam Taqdir?
3.      Bagaimana penafsiran ayat-ayat Al-Quran tentang Qadha dan Qadar?
C.   Tujuan
1.      Mengetahui dan memahami pengertian Qadha dan Qadar.
2.      Untuk mengetahui macam-macam Taqdir.
3.       Untuk mengetahui penafsiran ayat-ayat Al-Quran tentang Qadha dan Qadar.


BAB II
Qadha dan Qadar

A.    Pengertian Qadha dan Qadar

1.      Pengertian Qadha
Menurut bahasa, Qadha mengandung banyak arti, diantara sekian arti yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a.       Hukum / حَكَمَ   yang berarti menghukum atau memutuskan suatu perkara diantara dua atau beberapa orang yang berselisih. Seperti قَضَى بَيْنَ الْخَصْمَيْنِ                                     artinya ia (hakim) telah memutuskan perkara antara dua orang yang berselisih. Begitu pula yang di jumpai dalam sebuah hadis shahih yang menyebutkan :
إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ  أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ وَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ.
“Apabila hakim telah menghukum ( memutuskan ) suatu perkara yang di putuskannya dengan sungguh-sungguh, kemudian ternyata keputusannya itu benar,maka ia memperoleh dua ganjaran. Dan apabila ia memutuskan dengan bersungguh-sungguh, kemudian ternyata keputusannya itu salah, maka ia memperoleh satu ganjaran.” ( HR. Al-Bukhari ).
 

b.      Qadha  /   قَضَى  yang berarti ketetapan atau menetapkan. Dalam salah satu ayat Al-Qur’an, Allah Tabaraka wa Ta’ala telah berfirman,
!$oYøŸÒs%ur 4n<Î) ûÓÍ_t/ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) Îû É=»tGÅ3ø9$# ¨bßÅ¡øÿçGs9 Îû ÇÚöF{$# Èû÷üs?§tB £`è=÷ètGs9ur #vqè=ãæ #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÍÈ  
“Dan kami telah tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu: Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan yang besar.” ( Al-Isra’: 4 ).

c.       Khabara /   خَبَرَ   yang berarti kabar atau berita. Qadha yang berarti kabar atau berita ini dapat dipahami melalui firman Allah yang menyebutkan ,
!$oYøŸÒs%ur Ïmøs9Î) y7Ï9ºsŒ tøBF{$# žcr& tÎ/#yŠ ÏäIwàs¯»yd ×íqäÜø)tB tûüÅsÎ6óÁB ÇÏÏÈ  
“Dan kami telah memberita (mewahyu)kan kepadanya (Luth) tentang perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh.” ( Al-Hijr : 66).

d.      Amara /  أَمَرَ   yang berarti perintah. Untuk arti yang satu ini juga diperoleh melalui firman Allah yang menyebutkan,
* 4Ó|Ós%ur y7/u žwr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$­ƒÎ) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7tƒ x8yYÏã uŽy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdŸxÏ. Ÿxsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJƒÌŸ2 ÇËÌÈ  
“Dan tuhanmu (Allah) telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah kepada selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.....” (Al-Israa’: 23).

e.       Adda / أَدَّى yang mengandung arti menunaikan atau membayar. Seperti kalimat قَضَيْتُ الصَّيَامَ Yang berarti aku telah mengqadha puasa. Begitu pula denga kalimat قَضَيْتُ الضَّلاَةَ, artinya aku telah mengqadha salat. Maksudnya shalat yang dikerjakan itu setelah waktunya habis, seperti mengqadha shalat karena terlupa atau tertidur yang menyebabkan pelaksanaan shalat tersebut tidak lagi pada waktu yang semestinya. Begitulah tuntunan Rasulullah SAW,
Beliau Bersabda,
لَيْسَ فِي النَّوْمِ تَفْرِيطٌ إِنَّمَا التَّفْرِيطُ فِي الْيَقَظَةِ أَنْ تُؤَخَّرَ صَلاَةً حَتَّى يَدْخُلَ وَقْتُ أَخْرَى.
“ Tidaklah termasuk kelalaian karena tertidur, tetapi yang termasuk kelalian itu adalah di waktu jaga dimana kamu melambatkan shalat sampai masuk waktu berikutnya.” (HR.Abu Dawud).
Sedangkan menurut pengertian akidah ( keyakinan), qadha adalah keputusan-keputusan Allah terhadap sesuatu, termasuk yang berkaitan dengan kebahagiaan dan kesengsaraan, ajal dan rezeki manusia di zaman azali, suatu zaman sebelum Allah menciptakan sesuatu apapun.

2.      Pengertian Qadar
Sedangkan Qadar menurut bahasa berasal dari   قَدَرَ  yang mengandung beberapa arti , antara lain adalah :
a.       Qadara / قَدَرَ  yang berarti kuasa atau mampu, jika dikatakan قَدَرَ  الشَّيْءَ artinya ia sanggup mengatur sesuatu itu.
b.      ‘Azh-zhama / عَظَّمَ yang berarti memngagungkan, seperi yang terdapat dalam salah satu ayat Al-Qur’an yang berbunyi :  وَمَا قَدَرُوا اللهَ حَقَّ قَدْرِهِ
 yang artinya mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya.” (Al-An’am : 91).
c.       Dhaiyaqa / ضَيَّقَ yang mengandung arti menyempitkan, seperti yang terdapat dalam salah satu firman Allah yang mengatakan,
!$¨Br&ur #sŒÎ) $tB çm9n=tGö/$# uys)sù Ïmøn=tã ¼çms%øÍ ãAqà)uŠsù þÎn1u Ç`oY»ydr& ÇÊÏÈ  
“ Yang berarti adapun manusia apabila Tuhannya memgujinya lalu menyempitkan (membatasi) rezekinya, maka ia berkata : Tuhanku telah memuliakan aku.”(Al-Fajr : 16).
Sedangkan menurut pengertian syara’, qadar ( dibaca : takdir ) Allah adalah ketetapan-ketetapan Allah dalam menentukan atau memutuskan ukuran segala sesuatu sebelum terjadinya.
Dalam hadis shahih disebutkan bahwa batasan ukuran terhadap segala sesuatu itu telah diciptakan Allah lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi. Abdullah bin Amr bin Al-Ash mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
كَتَبَ اللهُ مَقَا دِيْرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ قَا لَ : وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَآ ءِ.
“ Allah telah menulis (menetap)kan ( di Lauhil mahfudh ) ketentuan-ketentuan terhadap semua makhluknya sebelum Ia menciptakan langit dan bumi selama lima puluh ribu (50.000) tahun. Dan ‘Arasynya ( singgasana ) Allah berada di atas air.” (HR.Muslim).[1]






B.     MACAM-MACAM TAQDIR
1.      Taqdir Mu’allaq
Taqdir mu’allaq adalah taqdir Allah swt yang masih dapat diusahakan kejadianya oleh manusia. Sebagai contoh dalam kehidupan ini, kita sering melihat dan mengalami sunnahtullah,hukum Allah yang berlaku di bumi ini,yaitu hukum sebab akibat yang bersifat tetap yang merupakan qada dan qadar sesuai kehendak swt. Seperti, bumi brputar pada porosnya 24 jam sehari; bersama bulan, bumi mengitari bumi kurang lebih 365 hari setahun; bulan mengitari bumi setahun {356 hari}; air kalau dipanaskan pada suhu 100 celsius akan mendidih, dan kalau didinginkan pada suhu. Akan menjadi es ; matahari terbit disebelah timur dan tenggelam disebelah barat; dan banyak lagi contoh lainnya, kalau kita mau memikirkannya.
2.      Taqdir Mubram
Taqdir mubram ialah taqdir yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan kejadiannya. Dapat kita beri contoh nasib manusia, lahir, kematian, jodoh dan rizkinya,terjadinya kiamat dan sebagainya. Qadha dan qadar Allah SWT. yang berhubungan dengan nasib manusia adalah rasia Allah SWT. hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Manusia diperintahkan mengetahui qadha dan qadar Nya melalui usaha dan ikhtiar.[2]

C.      Tafsir ayat-ayat tentang qada dan qadar
1.      Q. S. al-Imran/3 : 145
$tBur tb$Ÿ2 C§øÿuZÏ9 br& |NqßJs? žwÎ) ÈbøŒÎ*Î/ «!$# $Y7»tFÏ. Wx§_xsB 3 ÆtBur ÷ŠÌãƒ z>#uqrO $u÷R9$# ¾ÏmÏ?÷sçR $pk÷]ÏB `tBur ÷ŠÌãƒ z>#uqrO ÍotÅzFy$# ¾ÏmÏ?÷sçR $pk÷]ÏB 4 ÌôfuZyur tûï̍Å3»¤±9$# ÇÊÍÎÈ  
Artinya :
Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala (akhirat) itu. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (Q. S. al-Imran/3: 145).[3]
a.       Arti Kata Mufradat

·          وَمَا كَانَ                                     : dan tidaklah ada
·         لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ                 : bagi setiap yang bernyawa
·          وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ           :  kepada orang-orang yangbersyukur
b.      Tafsir Surat Ali Imran/ 3 : 145
Al-Biqa’i menghubungkan ayat ini dengan ayat sebelumya dengan berkata bahwa kematian pimpinan pendukung-pendukung suatu agama tidak wajar dijadikan sebab untuk mengelak dari pertempuran dan meninggalkan medannya, kecuali jika kematian itu terjadi tanpa izin Tuhan, pemilik agama itu. Di sisi lain , meninggalkan medan perang tidak akan ada manfaatnya kecuali jika itu menjadi sebab keselamatan. Kalau tidak demikian, dalam arti kalau kematiannya tidak dapat terjadi kecuali atas izin-Nya, dan lari dari medan perang tidak menjadi sebab panjang atau pendeknya usia, maka apa yang dilakukan oleh sebagian peserta perang Uhud adalah sesuatu yang sangat tidak pada tempatnya. Inilah pesan yang dikandung dalam ayat ini, yakni sesuatu yang bernyawa makhluk apa pun ia, dan setinggi apa pun kedudukannya dan kemampuannya tidak akan mati dengan satu dan lain sebab melainkan dengan izin Allah, yang memerintahkan kepada malaikat maut untuk mencabut nyawanya,sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya sehingga tidak akan bertambah usia itu dengan lari dari peperangan tidak juga berkurang bila bertahan dan melanjutkan perjuangan.
Firman-Nya: ( وَمَا كَانَ )  dari segi bahasa pada mulanya berarti tidak wajar. Ketika kata itu dikaitkan dengan kematian satu jiwa ( لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ ), maka terjemahannya secara harfiah adalah “Tidak wajar satu jiwa mati ..” redaksi ini menimbulkan pertanyaan, karena jika anda berkata: “Tidak wajar yang ini”, maka akan timbul pertanyaan, “Apa yang wajar?” dan ketika itu terkesan adanya pilihan. Nah, sekali lagi timbul pertanyaan: “Apakah ada yang wajar atau tidak wajar untuk menentukan datangnya kematian? Adakah pilihan bagi seseorang menyangkut kematian?” Tentu saja jawabannya: “Tidak ada!” Jika demikian, mengapa ayat ini berbunyi seperti itu? Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi memberi jawaban sebagai berikut: “Seandainya ada seseorang yang akan membunuh dirinya , maka dia tidak akan mati (walau usahanya telah maksimal) kecuali sudah izin Allah kepada malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Kalau yangn mau membunuh diri saja tidak dapat mati kecuali seizin-Nya, maka lebih-lebih mereka yang memelihara dirinya. Hal tersebut demikian, karena ajal telah ditentukan Allah, dan dengan demikian, tidak wajar seseorang menghindar dari peperangan karena takut mati.”[4]

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا  
Allah menyatakan : "semua yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin-Nya, tepat pada waktunya sesuai dengan yang telah ditetapkan-Nya”. Artinya persoalan mati itu hanya di tangan Tuhan, bukan di tangan siapa-siapa atau di tangan musuh yang ditakuti. Dalam hal ini keimanan terhadap qadha’ dan qadar sangatlah diperlukan, karena jika kita meyakini tentang qadha’ dan qadar tentu kita akan berserah diri kepada Allah tentang urusan yang sudah pasti urusan Allah yaitu salah satunya adalah tentang ajal. Ayat  Ini merupakan teguran kepada orang-orang mukmin yang lari dari medan perang Uhud karena takut mati, dan juga merupakan petunjuk bagi setiap umat Islam yang sedang berjuang di jalan Allah seterusnya Allah memberikan bimbingan kepada umat Islam bagaimana seharusnya berjuang di jalan Allah dengan firman-Nya :
وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا
Artinya:
Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa yang menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula)kepadanya pahala akhirat.(Q.S Ali Imran: 145)
Ini berarti setiap orang Islam harus meluruskan dan membetulkan niatnya dalam melaksanakan setiap perjuangan. Kalau niatnya hanya sekadar untuk memperoleh balasan dunia, biar bagaimanapun besar perjuangannya maka balasannya hanya sekadar yang bersifat dunia saja. Dan barang siapa yang niatnya untuk mendapat pahala akhirat, maka Allah akan memberikannya dan juga memberikan bagian dari dunia kepadanya. Sebagaimana Allah SWT telah berfirman : “Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki  dan Kami tentukan baginya  Neraka Jahannam; ia memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha kearah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.”(QS. al-Israa’: 18-19)
Oleh karena itu, di sini Allah berfirman  وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ “Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” Maksudnya, Allah akan memberikan karunia dan rahmat, di dunia dan akhirat sesuai dengan rasa syukur dan amal mereka.[5]
Ada seseorang yang meninggal tanpa izin Allah dan kehendak-Nya. Allah telah menetapkan kematian seseorang pada ajal (waktu) yang telah ditentukan, tidak bisa dimajukan ataupun diundurkan. Ajal itu mempunyai ukuran-ukuran itu adalah sunnah Allah atau yang sering disebut dengan hukum alam, walaupun hukum alam itu tidak diketahui manusia secara terperinci. Apabila hidup dan mati kita atas izin Allah, maka tidak perlulah kita menjadi penakut dan berjiwa lemah.
Ayat ini juga mendorong kita untuk berjihad dan memberanikan diri menghadapi musuh, karena ajal atau kematian seseorang bergantung kepada waktu yang ditentukan oleh Allah. juga memberi isyarat bahwa Allah tetap memelihara Rasul-Nya, tidak dapat dimadharatkan oleh seorang pun. Barangsiapa bermaksud dengan usahanya untuk memperoleh keuntungan dunia, niscaya Allah akan memberikan pahala dunia. Barang siapa dengan pekerjaan dan amalnya bermaksud memperoleh pahala akhirat, niscaya Allah berikan kepadanya sesuai dengan iradat dan kehendak orang itu. Ayat ini juga menyindir kaum muslimin yang dipengaruhi oleh keinginan mempunyai harta rampasan dengan meninggalkan pos pertahanan dalam perang uhud. Allah akan memberikan pembalasan kepada mereka yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah, lalu mempergunakan untuk memperoleh kesempurnaan hidup dengan mekerjakan amalan-amalan shaleh yang mampu meninggikan jiwa.[6]

D.     
2.      Surah Al-An’am ayat 2[7]
uqèd Ï%©!$# Nä3s)n=yz `ÏiB &ûüÏÛ ¢OèO #Ó|Ós% Wxy_r& ( ×@y_r&ur K|¡B ¼çnyYÏã ( ¢OèO óOçFRr& tbrçŽtIôJs? ÇËÈ  
Artinya :
“Dialah yang telah menjadikan kamu daripada tanah,kemudian itu Dia tentukan suatu ajal,dan suatu ajal lagi yang telah tertentu ada di sisi Nya. Kemudian, kamu masih (juga) ragu-ragu.
a.       Penafsiran kata-kata sulit
@y_x&: masa yang diumpamakan bagi desuatu
brçŽtIôJs? : kalian ragu-ragu tentang pembangkitan
b.      Tafsir ayat 2
“Dialah yang menciptakan kamu daripada tanah, kemudian itu Dia tentukan suatu ajal, dan suatu ajal lagi yang telah tertentu ada di sisi Nya.”(pangkal ayat 2).Setelah di ayat satu, Allah mewahyukan bahwa dia yang menjadikan semua langit dan bumi dan mengadakan yang gelap-gelap dan cahaya, dalam daerah alam yang besar (Mikrokosmos) bahwa mereka pun adalah dijadikan Tuhan pula dari tanah yang sudah ada.Tanah itu adalah bagian kecil saja dari bumi. Sesudah ada langit dan bumi, entah berapa juta tahun lamanya, barulah manusia diciptakan. Bahwasanya dia diambil daripada bumi yang telah ada itu, yaitu dari tanahnya. Manusia yang pertama,yang menurut kepercayaan kita orang yang beragama ialah Adam. Maka Adam itu diambil  “bahan” tubuhnya dari tanah. Taroklah sebentar,kita turutkan Teori ahli Ilmu Hayat yang tidakpercayabahwa yang oleh agama dinamai Adam itu bukanlah manusia yang pertama, namun mereka tidaklah dapat menolak bahwasanya asal manusia pertama menurut teori mereka itu ,tidaklan, melainkan dari tanah juga. Ada yang mengatakan dari “lumutl” lah terdapat Hayat yang pertama, namun lumut tidaklah di datangkan dari bintang lain, malainkan bintang yang bernamai bumi juga, yaitu tanah yang tumbuh menjadi lumut.
                        Dan kita sendiri pun, seluruh manusia ini, sebagai keturunan dari manusia pertama, pun bahan tubuh kita diambil dari tanah. Ayah bunda kita makan ikan,sayur dan daging,cukup vitamin dan hormone.Semuanya itu tergabung menjadi darah, dan darah itulah sperma atau mani dan itulah bibit yang keluar dari Shulbid antara-ibbunda,tak ada bahan lain untuk tubuh manusia, sebagai penghuni bumi melainkan dari tanah lain untuk tubuh manusia,sebagai penghuni bumi melainkan dari tanah bumi. Sebab itu maka ayat ini menutup pintu tentang dongeng “dewa” yang turun dari kayangan, lalu menjelma jadi manusia.lalu jadi Raja di satu daerah : ”kemudian itu Dia tentukan suatu ajal,dan suatu ajal lagi yang telah tertentu ada di sisi Nya.” Maka manusia yang telah Dia jadikan dari tanah itu ditentukanlah ajalnya, janji dan jangka hidupnya. Dari tanah dia jadikan lalu diberi nyawa. Nanti datanglah waktunya dan janjinya, adapun mati, bercerainya wanya dengan badanya, dia pun kembali kepada asalnya ,yaitu tanah. Baik dikuburkan ke perut bumi atau di bakar jadi abu, namun semuanya itu ialah janji pasti. Kepastian hidup dan kepastian mati. Itulah ajal pertama. Kemudian itu di tentukan Nya pula ajal kedua, yang telah tertentu di sisi Nya sendiri, tidak ada makhluk yang tahu, yaitu dunia ini akan di kiamatkan. Pada waktu itu segala makhluk yang bernyawa, yang masih sisa dari yang telah mati, akan dimatikan semua,lalu dibangkitkan lagi, yang bernama Kiamat. Rahasia bilakah masa kiamat itu adalah di tangan Nya sendiri.Oleh sebab itu, kita diberi dua ajal ,ajal pertama dari hidup menjelang mati,ajal kedua yaitu hari kebangkitan kembali:”kemudian,kamumasih (juga) ragu-ragu.”(ujungayat 2).
                        Siapakah yang masih ragu-ragu juga? ialah orang yang jiwanya masih gelap tadi, yang masih kufur dan musyrik. Mereka masih ragu-ragu karena fikiran tidak jalan. Padahal kalau mereka mau berfikir, tidaklah mereka akan menolak kemungkinan ajal yang kedua itu, setelah mereka melihat peristiwa tumbuhnya ajal yang pertama,yang telah diuraikan itu. Dari tanah manusia di jadikan, baik manusia pertama, atau pun manusia yang menjadi keturunan ini. Baik diri mereka sendiri atau pun anak-anaknya. Bagaimana sekebat daun sayur bayam yang mengandung zat besi dan sayur yang lain,digiling oleh “kilang” cernaan makanan dalam perut, ampasnya menjadi kotoran dan keluar kembali melalui dubur sedang sarinya masuk ke dalam darah, lalu jadi air mani. Lalu menjadi manusia. Semuanya itu adalah aneh,tetapi benar. Kalau demikian adanya pertumbuhan hidup, mengapa akan mustahil bagi Allah buat menimbulkan lagi ajal yang kedua yaitu berbangkit di hari kiamat?.


3.      Surah At-Taubah ayat 51[8]
@è% `©9 !$uZu;ÅÁムžwÎ) $tB |=tFŸ2 ª!$# $uZs9 uqèd $uZ9s9öqtB 4 n?tãur «!$# È@ž2uqtGuŠù=sù šcqãZÏB÷sßJø9$# ÇÎÊÈ  
Artinya :
Katakanlah:”Sekali-kali tidaklah akan menimpa kepada kami,kecuali apa  yang telah dituliskan Allah untuk kami. Dialah pelindung kami, dan kepada Allah lah hendaknya bertawakkal orang-orang yang beriman.”
“Katakanlah :”sekali-kali tidaklah akan menimpa kepada kami, kecuali apa yang telah di tuliskan  Allah untuk kami.”(pangkal ayat 51). Artinya, didalam jihad dan perjuangan kami telah mempunyai keyakinan yang teguh, bahwa Allah telah menuliskan suatu ketentuan yang pasti kami lalui. Kami akan di tempa oleh senang dan susah, membunuh musuh atau di bunuh musuh. Ada diantara kami yang mati di dalam perjuangan, maka tertulislah dia di sisi Allah sebagai seorang  yang mati syahid karena menegakkan agama.
            Kami telah bersedia buat menerima senang dan susah, mudah dan sukar,dipukul dan memukul. Tetapi apa yang tidak ditakdirkan Allah buat kami, walaupun macam-macam pengharapan kamu, tidaklah itu akan kejadian. Jika ketentuan Allah datang yang berupa kemenangan, kami telah di didik buat bersyukur.Jika tulisan Allah dalam kitab bahwa kami akan terdesak, kami akan sabar. Tetapi kami tidak pernah mengaku tunduk dan kalah.”Dialahpelindung kami.”Tidak ada yang lain tempat kami berlindung melainkan Dia. Segala perjuangan  kami ini adalah atas perintah dan kehendak Nya dan untuk Dia. Dia komando kami dan Dia benteng pertahanan jiwa kami. Sebab itu janganlah kamu menyangka kami akan susah bila ada malapetaka datang, sebab malapetaka bagi kami adalah hubungan mata rantai saja dari kemenangan:”Dan kepada Allahlah hendaknya bertawakkal orang-orang yang beriman.”(ujungayat 51).
            Sebagaimana kita ketahui, arti tawakkal ialah penyerahan diri.Tawakkal adalah puncak dari iman, sebagaimana yang telah kita ketahui dari penafsiran yang sudah-sudah. Dan di dalam langkah-langkah yang di tempuh oleh Rasulullahs.a.w. Kelihatanlah bahwa tawakkal itu tumbuh dengan sendirinya, sejalan dengan ikhtiar. Segala sesuatu di persiapkan, segala daya-upaya, sekedar tenaga yang ada pada manusia, semuanya di lengkapkan. Tidak ada dikerjakan dengan acuh tak acuh, selalu siap dan sedia. Dan keputusan terakhir terserahlah kepada Tuhan. Orang yang mu’min selalu tawakkal, dan tawakkaln yaitu hanya kepada Tuhan. Dia tidak tawakkal kepada yang lain.



4.      Surah An-Nisa ayat 78-79
$yJoY÷ƒr& (#qçRqä3s? ãNœ3.ÍôムÝVöqyJø9$# öqs9ur ÷LäêZä. Îû 8lrãç/ ;oy§t±B 3 bÎ)ur öNßgö6ÅÁè? ×puZ|¡ym (#qä9qà)tƒ ¾ÍnÉ»yd ô`ÏB ÏZÏã «!$# ( bÎ)ur öNßgö6ÅÁè? ×py¥ÍhŠy (#qä9qà)tƒ ¾ÍnÉ»yd ô`ÏB x8ÏZÏã 4 ö@è% @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã «!$# ( ÉA$yJsù ÏäIwàs¯»yd ÏQöqs)ø9$# Ÿw tbrߊ%s3tƒ tbqßgs)øÿtƒ $ZVƒÏtn ÇÐÑÈ  
Artinya :
”Dimana saja kamu berada,kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi dan kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan mereka mengatakan,”ini dari sisi Allah” dan kalau mereka ditimpa  suatu bencana mereka mengatakan,”ini dari engkau (Muhammad),” katakanlah semuanya dari sisi Allah,” maka mengapa orang-orang itu hampir-hampir tidak memahami pembicaraan Nya”.
!$¨B y7t/$|¹r& ô`ÏB 7puZ|¡ym z`ÏJsù «!$# ( !$tBur y7t/$|¹r& `ÏB 7py¥Íhy `ÏJsù y7Å¡øÿ¯R 4 y7»oYù=yör&ur Ĩ$¨Z=Ï9 Zwqßu 4 4s"x.ur «!$$Î/ #YÍky­ ÇÐÒÈ  
Artinya :
”Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah,dan apa saja bencana yang menimpamu maka dari (kesalahan)dirimu sendiri.kami mengutuskanmu menjadi rasul kepada segenap  manusia.dan cukuplah Allah yang menjadi saksi.”
a.       Arti Kata Mufradat
(ÝVöqyJø9$#ãNœ3.Íôム: Kematian akan mendapatkan kamu
t$ZVƒÏtntbrߊ%s3tƒw : Orang-orang itu hampir-hampir tidak memahami                   pembicaraan
brߊ%s3tƒ             : Hampir – hampir
أَ صَا بَا               : mengalirkan,menimpa,memperoleh,membenarkan[9]
b.      Tafsir ayat
1)      Tasir ayat 78
Ayat yang lalu meluruskan kekeliruan mereka yang enggan berpegang karena didorong oleh keinginan menikmati hidup duniawi sebanyak mungkin, dengan menjelaskan betapa nilai kehidupan dunia dan kesenangan Nya  tidak sebanding dengan kehidupan setelah kematian,yakni diakhirat kelak.kini,ayat ayat diatas meluruskan kekeliruan lainnya,yakni  yang menduga mereka dapat dapat terhindar dari kematian atau memperlambat datangnya ajal dengan menghindari peperangan. Inilah yang ditegaskan didalam firman-Nya,dimana saja kamu berada,wahai mahkluk yang bernyawa-yang taat dan yang durhaka-kematian;yakni yang bertugas mewafatkan kamu,akan mendapatkan kamu yakni mengejar kamu  dan akhirnya  mencabut nyawa  kamu,kendati pun kamu didalam benteng-benteng  yakni dalam satu benteng yang dilindungi  oleh benteng lain dan yang tinggi lagi kokoh, dan atau yang berbuat dengan amat rapi sehingga tidak ada celah untuk menembusnya.atau masing-masing kamu berada dalam satu benteng yang berada dengan benteng makhluk hidup lain.
Selanjutnya Ayat ini menambahkan ucapan mereka yang lain,sebagai kelanjutan ucapan mereka yang meminta agar kewajiban perang ditangguhkan atu dibatalkan, yaitu jika mereka memperoleh kebaikan,yakni sesuatu yang menggembirakan, mereka mengakatan,”ini dari Allah”,dan kalau mereka ditimpa suatu bencana, yakni sesuatu yang tidak menyenangkan,mereka mengatakan ,”ini dari sisiAllah”,dan kalau mereka menggembirakan,mereka mengatakan,”ini dari sisi engkau Muhammad,”engkau penyebabnya karena kehadiranmu dan kehadiran- kehadiranmu bahwa perintah-perintahmu yang tidak atau karena kesialan yang menyertaimu,”Katakanlah, “sesungguhnya bersumber dari sisi allah dan atas izinnya”. Karena ucapan dan perilaku mereka sangat aneh, maka ayat ini ditutup dengan menggambarkan keanehan itu dengan menyatakan dalam bentuk pertanyaan: maka mengapa orang-orang itu, yakni yang mengucapkan kata-kata itu hanpir-hampir tidak memahami pembicaraan, yakni penjelasan-penjelasan yang selama ini telah disampaika? Mengapa mereka tidak memahaminya sedikit pun?
Firmannya (ÍãNœ3.ÍôãƒÝVöqyJø9$#) yudrikumul maut (kematian akan mendapatkan kamu) mengilustrasikan maut mempunyai wujud-dan memang seentara ulama meyakini wujudnya. Sang maud mengejar semua yang hidup, ia bagaikan anak panah yang telah lepas dari busurnya mengarah kepada sasaran yang bergerak. Semua sasaran pasti dicapainya dan begitu ia mengenai sasaran, yang bersangkutan tersungkur mati.  Umur manusia adalah masa yang dilalui busur itu sehingga ia mendapat sasarannya.
Ucapkan mereka yang menisbahkan kebaikan kepada Allah dan keburukan kepada Nabi Muhammad,antara lain bertujuan “memisahkan” antara allah dan rosulnya, dan ingin menunjukkan bahwa keburukan bersumber dari nabi Muhammad SAW. Allah tidak membenarkan hal tersebut, dan untuk itu Allah sekali lagi menunjukkan kedudukan nabi Muhammad SAW. Disisisnya dengan memerintahkan beliau untuk menyampaikan : katakanlah bahwa semua yang baik dan yang buruk dari sisi Allah.
Bahwa semua dari sisi Allah, dipahami oleh asy-syawari dalam arti jangan hanya menduga bahwa kebaikan adalah apa yang anda nilai baik, dan keburukan adalah yang anda tidak senagi. Tidak !yang mendapat keburukan dalam pandangan agama adalah yang tidak mendapat ganjaran, karna itu yang baik dan yang buruk,  semuanya dari Allah.
Dapat juga dikatakan bahwa semua dari sisi allah, dalam arti sesuai dengan ketentuan sunnatullah dan takdirnya, yankni hukum-hukum alam dan kemasyarakatan yang ditetapkannya berlaku untuk semua piak, dan semua baik, tidak ada satu sisi pun yang buruk. Kalau ada yang menilainya buruk,  maka itu hanyabagi perorangan atau kelompok yang bersifat sementara. Tetapi jika dilihat secara menyeluruh, maka ia baik. Seperti titik hitam pada satu lukisan, ia justru merupakan unsure keindahannya.
Penyakit yang diderita seseorang adalah buruk menurut penilaian yang bersangkutan atau orang-orang tertentu, tetapi baik buat orang banyak, karena dengan demikian orang akan mengetahui nilai kesehatan. Bahkan, sedikit itu juga dapat menjadi baik untuk sisakit, karena dengan demikian ia mendapat pelajaran agar ia menghindari sebabnya, atau karena dengan penyakit itu-jika ia sabar-ia memperoleh ganjaran atau pengmpunan dosa. Demikian semua sunnatullah atau hukum-hukum yang tetapkan allah, walaupun buruk buat seseorang atau satu kelompok, namun ia baik untuk banyak pihak, sehinga semua yang datang dari sisi Allah Swt. Adalah baik.
Muhammad At Tahir Ibnu Asyur ketika menafsirkan Ayat ini menulis antara lain, bahwa setiap peristiwa yang terjadi, pasti ; a) ada yang menjadikannya; b) ada juga sebab-sebab yang mengantar kejadiannya; c) ada tanda-tanda dan dampak-dampaknya.  Tiga hal tersebut tidak luput dari satu peristiwa disengaja atu tidak, dipaksa atau kehendak sendiri.Allah Swt. Yang menemukan manfaat dan mudarad satu peristiwa berdasarkan pengetahuan dan Takdir/pengaturannya, secara dia pula yang menciptakan sebab-sebabnya.Selanjutnya segala sesuatu diciptakan Allah dan ciptaanya pula sebab-sebab yang memudahkan kelangsungan hidup dan manfaatnya.Allah juga telah menganugrahkan manusia potensi untuk mengetahui manfaat dan mudarat banyak hal sehingga mereka dapat mengetahuinya, baik melalui penggunaan nalar, pengalaman, intuisi, aatu penjelasan wahyu. Selanjudnya, dia mengajarkan manusia tata cara meraih dan menolak manfaat dan mudorot itu. Dengan demikian-tulis asyur lebih jauh-kalau ada kebajikan. Maka peranan allah dalam hal ini bermula dari penciptaannya, dan penciptaan sebab-sebab yang berkaitan dengannya atau anugrahnya memberi petunjuk kepada manusia sehingga ia dapat meraih kebaikan manfaat. Disini terlihat dengan jelas betapa besar peranan Allah dalam kebaikan itu.
Adapun kejahatan, maka walaupun dia juga yang menjadikannya serta menjadikan dan menetapkan sebab-sebabnya, tetapi peranan manusia dalam hal ini tidak juga kecil. Karena pada umumnya kejahatan-kejahatan  itu menimpa manusia akibat uluhnya sendiri karena kebodohan, pandangan pendek, dan pengaruh hawa nafsunya, sehingga pada umumnya kejahatan yang menimpa manusia adalah akibat ulahnya sendiri, baik langsunng maupun tidak. Ini disyariatkan oleh Nabi Saw. Melalui hadis beliau yang diriwayatkan oleh At-Tarmizi, bahwa : mereka tidak seorangpun ditimpa petaka, basar atau kecil, karena dosa yang dilakukannya dan apa yang dimaafkan Allah (dari dosanya) lebih banyak dari petaka yang menimpanya”,
Selanjutnya, karena dari persoalan diaitas cukup sulit untuk dipahami, apalagi oleh orang-orang yang munafik, Allah mengisyaratkan hal tersebut dengan menegaskan bahwa“la yakaduna  haditsa”(orang-orang itu hampir-hampir tidak memahami pembicaraan) terjemahan ini adalah atas dasar kata”la” tertuju pada kata yafkahuna  tujuannya menekankan penafsiran ada juga yang memahami penafsiran bertujuan kepada yakaduna (hampir-hampir)sesuai dengan harfiah teks, sehingga penutup ayat ini berarti:mereka itu tidak mendekati pemahaman pembicaraan, karena memang persoalan ini tidak dipahami secara baik kecuali oleh mereka yang  benar cerdas,sedang mereka tidak demikian.[10]
2)      Tafsir ayat 79
Setelah ayat yang lalu menjelaskan hukum-hukum alam dan kemasrakatan yang berlaku umumnya ditetapkan oleh Allah. Kini ayat ini menegaskan sisi  upaya manusia  yang berkaitan dengan sebab dan akibat. Hukum-hukum alam dan kemasrakatan cukup banyak dan beraneka ragam.dampak baik dan dampak buruk untuk setiap gerak dan tindakan telah ditetapkan Allah – melalui hukum-hukum tersebut, manusia diberikan kamampuan untuk memilah dan memilih, dan masing-masing akan mendapatkan hasil pilihannya. Allah sendiri melalui perintah dan laranganya menghendakinya, bahkan menganjurkan agar manusia meraih kebaikan dan nikmat- Nya karena itu ditegaskan Nya bahwa apa saja nikmat yang engkau peroleh, wahai Muhammad dan semua manusia adalah dari Allah, yakni dia yang mewujutkan  anugrah Nya, dan apa saja bencana yang menimpaamu, maka bencana itu dari kasalaha   dirimu sendiri, karena kami mengutusmu tidak lain hanya menjadi rasul untuk menyampaikan tuntunan-tuntunan Allah kepada segenap manusia. Kapan dan dimana saja mereka berad.kami mengutusmu menjadi rasul bukan seseorang yang menentukan baik dan buruk sesuatu sehingga bukan karena terjadinya bencna atau keburukan  kepada masamu kemudian dijadikan bukti bahwa engkau bukan rasul.kalau mereka menduga dimikian, biar saja.dan cukuplah allah menjadi saksi atas kebenaranmu.
Ayat diatas secara redaksional ditijukan kepada rosul saw., tetapa kandungnya terutama ditunjukkan  kepada mereka yang menyatakan bahwa keburukan bersumber dari nabi atau karena  kesialan yang menyertai beliau.Terapi karena mereka telah diucap oleh ayat yang lalu sebagai orang-orang yang hampir-hampr saja tidak mengerti pembicaraan, maka sangat wajar jika pembicaraan menyangkut persoalan itu tidak diarahkan lagi secara langsung kepada mereka,tetapa secara radikal dituju kepada Nabi,walaupu sebenarnya itu merupakan  dituju kepada  mereka.sekaligus bantahan terhadab bantahan mereka.dari sisi lain,pengarahan redaksi ayat ini kepada nabi Muhammad saw.membuktikan bahwa kalau beliau yang sedemikian dekat dengan kedudukannya   disisi Allah  serta sedemikian kuat  ketakwaanyya tetap tidak luput dari sunnatullah dan takdinya maka tentu lebih lebih yang lai.Allah tidak membedakan seseorang dari yang lain dalam hal sunnatullah ini.
Ketika ayat 78 menguraikan pandangan orang orang munafik dahwa kebaikan datangnya dari Allah dan keburukkan disebabkan oleh nabi Muhammad saw. Kedua pernyataan ini menggunakan kata inda sedang dalam jawaban diatas, kata ini tidak disebut lagi.penyebutannya pada 78 bertujuan untuk menekankan bahwa mereka sepenuhnya berkeyakinan  tentang hal tersebut,yakni kebaikan benar- benar bersumber dari Allah dan keburukan benar-benar bersumber dari nabi mehammad saw. mereka mempersamakan Allah dan Rasul bahwa keduanya merupakan penyebab, walaupun membedakannya  dari sisi baik dan buruknya. sedang bantahan yang diberikan pada ayat79 ini tidak memakai kata inda karena ayat ini bermaksut mengisyaratkan bahwa awal kehadiran kebaiaka dari Allah swt.  Dengan awal kejadian kejahatan adalah manusia sendiri. Bukankah Allah sejak semula mengingikan kebaikan ,dan kalau manusia mengusahakannya maka insya allah akan tarjadi. Salanjutnya, bukankah manusia yang salah dan keliru  sehingga kejahatan terjadi.[11]


5.      Q.S.Ar – Ra’d ayat 26
ª!$# äÝÝ¡ö6tƒ s-øÎh9$# `yJÏ9 âä!$t±o âÏø)tƒur 4 (#qãm̍sùur Ío4quysø9$$Î/ $u÷R9$# $tBur äo4quysø9$# $u÷R9$# Îû ÍotÅzFy$# žwÎ) Óì»tFtB ÇËÏÈ  
Artinya :
                “Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, Padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).”
a.       Tafsiran Kata – kata Sulit
يَقْدِرُ : menyempitkan, seperti firman Allah :
وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ
“Dan orang yang disempitkan rezekinya ...”(Ath – Thalaq, 65 : 7).
Maksud ayat ialah Allah memberinya rezeki menurut ukuran yang mencukupinya, tidak melebihkannya sedikit pun.
مَتَا عٌ : kesenangan yang sedikit dan tidak kekal.
b.      Pengertian secara Ijmal
Dalam ayat – ayat ini Allah menjelaskan, bahwa Dia melapangkan rezeki bagi sebagian hamba – Nya dan menyempitkannya bagi sebagian yang lain, sesuai dengan tuntutan kebijaksanaan dan ilmu – Nya tentang hamba. Pelapangan dan penyempitan rezeki ini tidak berkaitan dengan keimanan dan kekufuran. Barangkali Allah melapangkannya bagi orang kafir dengan maksud memperdayakannya dan menyempitkannya bagi orang Mu’min dengan maksud menambah pahalanya.
c.       Penjelasan Ayat
ª!$# äÝÝ¡ö6tƒ s-øÎh9$# `yJÏ9 âä!$t±o
      Allah melapangkan rezeki bagi siapa pun yang Dia kehendaki di antara para hamba –Nya yang pandai mengumpulkan harta dan mempunyai banyak jalan untuk memperolehnya, yakni jalan yang tidak diketahui oleh orang lain. Hal ini tidak berhubungan dengan keimanan dan kekufuran, atau perbuatan baik dan maksiat.
âÏø)tƒur
                   Dan menyempitkan rezeki bagi siapa pun yang Dia kehendaki di antara orang yang lemah dalam mencari jalan untuk memperolehnya.  
                   Kekayaan dan kekafiran hanyalah dua keadaan yang dilalui oleh orang yang baik atau orang durhaka, sebagaimana keduanya melalui siang dan malam, serta pagi dan sore. Kemudian Allah menjelaskan, bahwa kaum musyrikin Makkah menyombongkan kekayaannya. Allah berfirman :
(#qãm̍sùur Ío4quysø9$$Î/ $u÷R9$#
                   Dan orang – orang yang merusak janji dan perjanjian yang telah dikokohkan itu menyombongkan rezeki yang dilapangkan Allah bagi mereka di dunia. Mereka memandang rezeki itu sebagai kesenangan terbesar bagi mereka dan kedudukan tertinggi di sisi manusia.
Kemudian Allah menjelaskan kesalahan mereka :
$tBur äo4quysø9$# $u÷R9$# Îû ÍotÅzFy$# žwÎ) Óì»tFtB  
                   Kenikmatan dunia, jika dibandingkan dengan kenikmatan akhirat, hanyalah sedikit dan akan cepat hilang. Ia tak ubahnya roda yang berputar cepat dan bekal penggembala yang sedikit. Oleh sebab itu, mereka tidak berhak untuk membanggakan dan menyombongkan bagian dari dunia yang diberikan kepada mereka, dan mereka manfaatkan. Sebab, sebenarnya mereka telah menyombongkan kesenangan yang sedikit dan cepat musnah. [12]
                   Allah melapangkan dan memperbanyak rezeki bagi sebagian hamba-Nya yang dikehendaki-Nya,sehingga mereka ini memperoleh rezeki yang lebih dari keperluan mereka sehari – hari. Mereka ini biasanya adalah orang – orang yang rajin dan terampil dalam mencari harta,dan melakukan bermacam – macam usaha. Selain itu, mereka ini hemat dan cermat serta pandai mengelola dan mempergunakan harta bendanya itu.
                   Allah SWT juga menyempitkan rezeki dan membatasinya bagi sebagian hamba-Nya, sehingga rezeki yang mereka peroleh tidak lebih dari apa yang diperlukan sehari – hari. Mereka biasanya adalah orang – orang yang pemalas dan tidak terampil dalam mencari harta atau tidak pandai mengelola dan mempergunakan harta tersebut.
                   Allah melapangkan dan menyempitkan rezeki hamba-Nya itu adalah berdasarkan hikmah Nya serta pengetahuan-Nya tentang masing – masing hamba-Nya itu. Sebab itu, ada kalanya Allah SWT menganugerahkan rezeki yang banyak kepada hamba-Nya yang kafir kepada-Nya, sebaliknya kadang – kadang Allah menyempitkan rezeki bagi hamba yang beriman kepada Nya untuk menambah pahala yang kelak akan mereka peroleh di akhirat. Maka kekayaan dan kemiskinan itu adalah dua hal yang dapat terjadi pada orang – orang beriman maupun yang kafir, yang saleh ataupun fasik.[13]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Pengertian Qadha dan Qadar
a.       Pengertian Qadha
Menurut bahasa, Qadha mengandung banyak arti, diantara sekian arti yang dimaksud adalah sebagai berikut :
·         Hukum / حَكَمَ   yang berarti menghukum atau memutuskan suatu perkara diantara dua atau beberapa orang yang berselisih.
·         Qadha  /   قَضَى  yang berarti ketetapan atau menetapkan.
·         Khabara /   خَبَرَ   yang berarti kabar atau berita.
·         Amara /  أَمَرَ   yang berarti perintah.
·         Adda / أَدَّى yang mengandung arti menunaikan atau membayar.

b.      Pengertian Qadar
Sedangkan Qadar menurut bahasa berasal dari   قَدَرَ  yang mengandung beberapa arti , antara lain adalah :
·         Qadara / قَدَرَ  yang berarti kuasa atau mampu
·         ‘Azh-zhama / عَظَّمَ yang berarti memngagungkan
·         Dhaiyaqa / ضَيَّقَ yang mengandung arti menyempitkan.

2.      MACAM-MACAM TAQDIR
a.       Taqdir Mu’allaq
Taqdir mu’allaq adalah taqdir Allah swt yang masih dapat diusahakan kejadianya oleh manusia. Sebagai contoh dalam kehidupan ini, kita sering melihat dan mengalami sunnahtullah,hukum Allah yang berlaku di bumi ini,yaitu hukum sebab akibat yang bersifat tetap yang merupakan qada dan qadar sesuai kehendak swt.
b.      Taqdir Mubram
Taqdir mubram ialah taqdir yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan kejadiannya. Dapat kita beri contoh nasib manusia, lahir, kematian, jodoh dan rizkinya,terjadinya kiamat dan sebagainya. Qadha dan qadar Allah SWT. yang berhubungan dengan nasib manusia adalah rasia Allah SWT. hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Manusia diperintahkan mengetahui qadha dan qadar Nya melalui usaha dan ikhtiar.
3.       Penafsiran ayat–ayat Al–Quran tentang Qadha dan Qadar
a.       Surah Al–Imran ayat 145
Allah menyatakan : "semua yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin-Nya, tepat pada waktunya sesuai dengan yang telah ditetapkan-Nya”. Artinya persoalan mati itu hanya di tangan Tuhan, bukan di tangan siapa-siapa atau di tangan musuh yang ditakuti. Dalam hal ini keimanan terhadap qadha’ dan qadar sangatlah diperlukan, karena jika kita meyakini tentang qadha’ dan qadar tentu kita akan berserah diri kepada Allah tentang urusan yang sudah pasti urusan Allah yaitu salah satunya adalah tentang ajal. Ayat  Ini merupakan teguran kepada orang-orang mukmin yang lari dari medan perang Uhud karena takut mati, dan juga merupakan petunjuk bagi setiap umat Islam yang sedang berjuang di jalan Allah seterusnya Allah memberikan bimbingan kepada umat Islam bagaimana seharusnya berjuang di jalan Allah.
b.      Surah Al–An’am ayat 2
Maka manusia yang telah Dia jadikan dari tanah itu ditentukanlah ajalnya, janji dan jangka hidupnya. Dari tanah dia jadikan lalu diberi nyawa. Nanti datanglah waktunya dan janjinya, adapun mati, bercerainya wanya dengan badanya, dia pun kembali kepada asalnya ,yaitu tanah. Baik dikuburkan ke perut bumi atau di bakar jadi abu, namun semuanya itu ialah janji pasti. Kepastian hidup dan kepastian mati. Itulah ajal pertama. Kemudian itu di tentukan Nya pula ajal kedua, yang telah tertentu di sisi Nya sendiri, tidak ada makhluk yang tahu, yaitu dunia ini akan di kiamatkan. Pada waktu itu segala makhluk yang bernyawa, yang masih sisa dari yang telah mati, akan dimatikan semua,lalu dibangkitkan lagi, yang bernama Kiamat. Rahasia bilakah masa kiamat itu adalah di tangan Nya sendiri.Oleh sebab itu, kita diberi dua ajal ,ajal pertama dari hidup menjelang mati,ajal kedua yaitu hari kebangkitan kembali:”kemudian,kamumasih (juga) ragu-ragu.”Siapakah yang masih ragu-ragu juga? ialah orang yang jiwanya masih gelap tadi, yang masih kufur dan musyrik.
c.       Surah At–Taubah ayat 51
“Katakanlah :”sekali-kali tidaklah akan menimpa kepada kami, kecuali apa yang telah di tuliskan  Allah untuk kami.”. Artinya, didalam jihad dan perjuangan kami telah mempunyai keyakinan yang teguh, bahwa Allah telah menuliskan suatu ketentuan yang pasti kami lalui.
d.      Surah An–Nisa’ ayat 78–79
1)      Ayat 78
Ayat ini menambahkan ucapan mereka yang lain,sebagai kelanjutan ucapan mereka yang meminta agar kewajiban perang ditangguhkan atu dibatalkan, yaitu jika mereka memperoleh kebaikan,yakni sesuatu yang menggembirakan, mereka mengakatan,”ini dari Allah”,dan kalau mereka ditimpa suatu bencana, yakni sesuatu yang tidak menyenangkan,mereka mengatakan ,”ini dari sisiAllah”,dan kalau mereka menggembirakan,mereka mengatakan,”ini dari sisi engkau Muhammad,”engkau penyebabnya karena kehadiranmu dan kehadiran- kehadiranmu bahwa perintah-perintahmu yang tidak atau karena kesialan yang menyertaimu,”Katakanlah, “sesungguhnya bersumber dari sisi allah dan atas izinnya”.
2)      Ayat 79
Ayat ini menegaskan sisi  upaya manusia  yang berkaitan dengan sebab dan akibat. Hukum-hukum alam dan kemasrakatan cukup banyak dan beraneka ragam.dampak baik dan dampak buruk untuk setiap gerak dan tindakan telah ditetapkan Allah – melalui hukum-hukum tersebut, manusia diberikan kamampuan untuk memilah dan memilih, dan masing-masing akan mendapatkan hasil pilihannya. Allah sendiri melalui perintah dan laranganya menghendakinya, bahkan menganjurkan agar manusia meraih kebaikan dan nikmat- Nya karena itu ditegaskan Nya bahwa apa saja nikmat yang engkau peroleh, wahai Muhammad dan semua manusia adalah dari Allah, yakni dia yang mewujutkan  anugrah Nya, dan apa saja bencana yang menimpaamu, maka bencana itu dari kasalaha   dirimu sendiri, karena kami mengutusmu tidak lain hanya menjadi rasul untuk menyampaikan tuntunan-tuntunan Allah kepada segenap manusia.kapan dan dimana saja mereka berad.kami mengutusmu menjadi rasul bukan seseorang yang menentukan baik dan buruk sesuatu sehingga bukan karena terjadinya bencna atau keburukan  kepada masamu kemudian dijadikan bukti bahwa engkau bukan rasul.kalau mereka menduga dimikian, biar saja.dan cukuplah allah menjadi saksi atas kebenaranmu.
e.       Surah Ar - Ra’d ayat 26
Allah melapangkan dan memperbanyak rezeki bagi sebagian hamba-Nya yang dikehendaki-Nya,sehingga mereka ini memperoleh rezeki yang lebih dari keperluan mereka sehari – hari. Mereka ini biasanya adalah orang – orang yang rajin dan terampil dalam mencari harta,dan melakukan bermacam – macam usaha. Selain itu, mereka ini hemat dan cermat serta pandai mengelola dan mempergunakan harta bendanya itu.
Allah SWT juga menyempitkan rezeki dan membatasinya bagi sebagian hamba-Nya, sehingga rezeki yang mereka peroleh tidak lebih dari apa yang diperlukan sehari – hari. Mereka biasanya adalah orang – orang yang pemalas dan tidak terampil dalam mencari harta atau tidak pandai mengelola dan mempergunakan harta tersebut.
Allah melapangkan dan menyempitkan rezeki hamba-Nya itu adalah berdasarkan hikmah Nya serta pengetahuan-Nya tentang masing – masing hamba-Nya itu. Sebab itu, ada kalanya Allah SWT menganugerahkan rezeki yang banyak kepada hamba-Nya yang kafir kepada-Nya,sebaliknya kadang–kadang Allah menyempitkan rezeki bagi hamba yang beriman kepada Nya untuk menambah pahala yang kelak akan mereka peroleh di akhirat.Maka kekayaan dan kemiskinan itu adalah dua hal yang dapat terjadi pada orang–orang beriman maupun yang kafir, yang saleh ataupun fasik. 



DAFTAR PUSTAKA
Abu Ubaidah,Darwis.2012.Tafsir Al-Asas Tafsir Lengkap dan Menyentuh Ayat-ayat seputar Islam,Iman dan Ihsan Cet pertama. Jakarta timur : Pustaka Al-Kautsar.
Al – Maraghi,Ahmad Mushthafa.1988.Tafsir al – Maraghi Juz XIII Cet I. Semarang : CV.Toha Putra.
Ash-Shiddieqy,Teungku Muhammad Hasbi. 2011.Tafsir  Al-Qur’anul Madjid An-Nur Jilid I Jakarta : Cakrawala Publishing.
Asrori. 2012.Tafsir Al – Asraar Cet I. Yogyakarta : Daarut Tajdiid.
Hamka. 1983.Tafsir Al – Azhar Juz VII. Jakarta : PT. Pustaka Panjimas.
Hamka. 1985.Tafsir Al – Azhar Juz X Cet I. Jakarta : PT. Pustaka Panjimas.
Muhammad,Abdullah. 1994.Tafsir Ibnu Katsir jilid 2.Kairo : Mu-Assasah Daar Al Hilaal.   .
Quraish Shihab,M. 2002.Tafsir al-Misbah volume 2. Jakarta : Lentera Hati.
Shohib,Muhammad. 2007. Syahmil Al-Qur’an Yasmina Al-Quran dan Terjemahan Juz III . Bogor : Sygma.
Sonhadji HM,dkk.1990. Al Quran dan Tafsirnya Jilid V Juz 13-14-15 Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.



[1] H. Darwis Abu Ubaidah.Tafsir Al-Asas, Tafsir Lengkap dan Menyentuh Ayat-ayat seputar Islam,Iman dan Ihsan. Cet,pertama,(Jakarta timur, Pustaka Al-Kautsar, 2012), hlm 392-395.
[2] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati,2002), volume 2, hlm, 235-236.
[3] H.Muhammad Shohib, Syahmil Al-Qur’an Yasmina Al-Quran dan Terjemahan Juz III,(Bogor:Sygma,2007)h.68
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), volume 2, h. 235-236

[5] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al Sheik, Tafsir Ibnu Katsir, (kairo: Mu-Assasah Daar Al Hilaal, 1994), jilid 2, h. 359.
[6]  Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir  Al-Qur’anul Madjid An-Nur Jilid I (Jakarta: Cakrawala Publishing,2011) cet pertama h.439
[7]Prof.DR.Hamka,Tafsir Al – Azhar Juz VII,(Jakarta : PT. Pustaka Panjimas,1983),hlm.113
[8] Prof.DR.Hamka,Tafsir Al – Azhar Juz X,(Jakarta : PT. Pustaka Panjimas,1985),Cet I,hlm.239
[9] Drs.H.Asrori,MA.,Tafsir Al – Asraar ( Yogyakarta : Daarut Tajdiid, 2012),Cet I,hlm.23
[10] M. Quraish Shihab,Tafsir Al – Mishbah(Jakarta : Lentera Hati,2000),cet I,hlm. 493 – 496
[11] Ibid,hlm. 497 – 498
[12] Ahmad Mushthafa Al – Maraghi, Tafsir al – Maraghi Juz XIII (Semarang : CV.Toha Putra,1988),Cet I,hlm.168-170
[13] Drs.HM.Sonhadji,dkk, Al Quran dan Tafsirnya Jilid V Juz 13-14-15 (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf,1990),hlm.122

Tidak ada komentar:

Posting Komentar