Rabu, 25 Mei 2016

Karakteristik Akhlak Kaum Sufi



BAB II
KARAKTERISTIK AKHLAK KAUM SUFI

A. Akhlak-akhlak Kaum Sufi
            Semua kaum sufi sependapat, bahwa satu-satunya jalan yang dapat mengantarkan seseorang ke hadirat Allah hanyalah dengan kesucian jiwa. Oleh karena itu jiwa manusia merupakan refleksi atau pancaran dari zat Allah yang suci, maka segala sesuatu itu harus sempurna (perfection) suci, sekalipun tingkat dan kesucian dan kesempurnaan itu beervariasi menurut dekat dan jauhnya dari sumber aslinya.


            Dalam pandangan kaum sufi, ternyata manusia cenderung kepada hawa nafsunya. Manusia dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu pribadi, bukan manusia yang mengendalikan hawa nafsunya
1.      Tawadhu
       Salah satu akhlak mulia yang menjadi fokus perhatian kaum sufi adalah tawadhu. Mereka antusias untuk menerapkannya pada diri mereka sebagai bentuk peneladanan Rasulullah SAW. yang merupakan model utama kaum mukmin dalam masalah tawadhu. Dalam menjalani perilaku tawadhu kaum sufi menerapkan adab-adab al-Qur’an dan mengimplementasikan tafsir mereka atas tawadhu yang terkandung dalam ayat:
ôÙÏÿ÷z$#ur y7yn$uZy_ Ç`yJÏ9 y7yèt7¨?$# z`ÏB šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÊÎÈ  

Artinya :
        “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman”. (QS. Asy-Syuara/26: 215)
       Rasulullah SAW. telah memberi arahan agar bersifat moderat dalam bertawadhu, yaitu tidak berlebih-lebihan dalam merendahkan diri yang bisa membuat pelakunya direndahkan atau dilecehkan. Beliau bersabda: ”Berbahagialah orang yang merendahkan diri tanpa membuatnya  terlecehkan dan orang yang menghinakan diri tanpa membuatnya sengsara.

2.      Al-Mudarah (lemah lembut)
        Al-mudarah berarti mengendalikan diri ketika berinteraksi dengan orang lain dan ketika disakiti oleh mereka. Dalam hal ini, kaum sufi meneladani Rasulullah SAW. yang diriwayatkan tidak pernah menyakiti seorang pun.
       Kaum sufi menerapkan perilaku lemah lembut dalam lkehidupan pribadi dan publik  mereka, atau dalam hubungan mereka dengan keluarga dan masyarakat.
       Dengan interaksi santun terhadap manusia, mereka berarti cenderung terlibat dalam masyarakat dan tidak mengucilkan diri dari pergaulan sosial, meskipun harus bersinggungan dengan sebagian orang yang buruk perangainya.

3.      Pemaaf
       Kaum sufi juga menghiasi diri dengan sikap pemaaf, yaitu memaafkan orang yang berbuat jahat terhadap mereka. Dalam hal ini, mereka terinspirasi oleh Rasulullah SAW. yang mewartakan bahwa sikap pemaaf termasuk akhlak yang mulia.
       Sikap pemaaf juga mereka aktualisasikan dengan membalas kejahatan orang dengan berbuat baik kepadanya sebab itulah budi dalam arti yang sesungguhnya, sedangkan jika tanpa itu maka ia merupakan bentuk interaksi yang mirip dengan
praktik dagang (almutaajarah).

4.      Tobat
       Tobat adalah meminta ampun yang tidak membawa kembali kepada dosa lagi. Langkah pertama adalah tobat dari dosa kecil dan dosa besar. Tobat yang sebenarnya dalam dunia tasawuf adalah lupa kepada segala hal kecuali
kepada Allah.

5.      Zuhud
       Zuhud adalah menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berkaitan dengan
dunia. Ini merupakan pendekatan penting dalam tahap awal perjalanan spiritual.
Untuk memantapkan tobat calon sufi memasuki station zuhud. Zuhud merupakan langkah awal dalam perjalanan untuk menuju kehidupan seorang sufi.

6.      Wara
       Wara yaitu meninggalkan segala sesuatu yang di dalamnya terdapat subhat (keragu-raguan) tentang halalnya sesuatu. Dalam dunia tasawuf, kalau seseorang telah mencapai wara, maka tangannya tak bisa diulurkan untuk mengambil yang di dalamnya terdapat subhat.

7.      Kefakir
         Kefakiran dalam istilah sufi adalah tidak meminta lebih daripada apa yang telah ada pada diri kita. Tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban, bahkan tidak meminta kendatipun tak ada pada diri kita

8.      Sabar
       Sabar dalam menjalankan perintah-perintah, dalam menjauhi larangan-larangan dan menerima musibah, percobaan dan ujian yang ditimpakan-Nya
seraya menunggu datangnya pertolongan Allah.

9.      Tawakal
       Tawakal yaitu berserah diri pada Allah. Sikap tawakal kaum sufi ialah menerima pemberian dengan rasa syukur, kalau tidak dapat apa-apa bersikap sabar dan menyerah kepada kada dan kadar Allah.

10.  Kerelaan
       Ridha atau kerelaan yaitu tidak menentang terhadap kada dan kadar Allah, melainkan menerima dengan senang hati. Karena itu seorang sufi akan merasa senang baik ketika menerima nikmat maupun ketika menerima malapetaka.

11.  Mahabbah (cinta)
       Yang dimaksud di sini adalah cinta kepada Allah yang ditampilkan dalam
bentuk kepatuhan tanpa reserve, penyerahan diri secara total, dan pengosongan hati dari segala sesuatu kecuali yang dikasihi, yaitu Allah. Hati yang mahabbah dipenuhi dengan cinta sehingga tidak ada tempat untuk benci kepada apa dan siapapun. Ia mencintai Tuhan dan segenap makhluk-Nya. 
   
12.  Makrifah
       Makrifah berarti mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan. Di station ini telah dekat sekali dengan Tuhan, tetapi ia belum puas dengan berhadapan, ingin lebih dekat lagi dan bersatu  Tuhan.

13.  Al-Fana wal Baqa
       Sebelum seorang sufi bersatu dengan Tuhan, terlebih dahulu ia harus menghancurkan dirinya. Selama ia belum dapat menghancurkan dirinya, yaitu selama ia masih sadar akan dirinya, ia tidak akan dapat bersatu dengan Tuhan. Penghancuran itu disebut fana. Penghancuran dalam istilah sufi selalu diiringi dengan baqa.
       Fana yang dicari kaum sufi adalah penghancuran diri, yaitu hancurnya perasaan dan kesadaran tentang adanya tubuh kasar manusia. Kalau sufi telah mencapai fana an nafs, yaitu kalau wujud jasmaninya tak ada lagi (dalam arti tak disadarinya lagi), maka yang akan tinggal adalah wujud rohaninya dan ketika itu ia dapatlah bersama dengan Tuhan.

14.  Al-ittihad
Dengan hancurnya kesadaran diri seorang sufi, tinggallah kesadaran tentang Tuhan, ia pun sampai ke tingkat ittihad, yaitu satu tingkat tasawuf di mana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan. Suatu tingkatan di mana yang mencintai dan dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka memanggil yang lainnya dengan kata-kata : wahai aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar