MAKALAH TENTANG QADHA DAN QADAR
BABA I
PENDAHULUAN
Qada’menurut bahasa artinya Ketetapa
n.Qada’artinya ketatapan Allah swt kepada setiap mahluk-Nya yang bersifat Azali.Azali Artinya ketetapan itu sudah ada sebelumnya keberadaan atau kelahiran mahluk. Sedangkan Qadar artinya menurut bahasa berarti ukuran. Qadar artinya terjadi penciptaan sesuai dengan ukuran atau timbangan yang telah ditentuan sebelumnya. Qaqda’ Qadar dalam keseharian sering kita sebut dengan takdir. Dalil kebenaran adanya Qada dan Qadar. Takdir terbagi menjadi dua bagian,yakni:
Taqdir
mu’allaq adalah taqdir Allah swt yang masih dapat diusahakan kejadianya oleh
manusia. Sebagai contoh dalam kehidupan ini, kita sering melihat dan mengalami
sunnahtullah,hukum Allah yang berlaku di bumi ini,yaitu hukum sebab akibat yang
bersifat tetap yang merupakan qada dan qadar sesuai kehendak swt. Seperti, bumi
brputar pada porosnya 24 jam sehari; bersama bulan, bumi mengitari bumi kurang
lebih 365 hari setahun; bulan mengitari bumi setahun {356 hari}; air kalau
dipanaskan pada suhu 100 celsius akan mendidih, dan kalau didinginkan pada
suhu. Akan menjadi es ; matahari terbit disebelah timur dan tenggelam disebelah
barat; dan banyak lagi contoh lainnya, kalau kita mau memikirkannya.
2. Taqdir Mubram
Taqdir
mubram ialah taqdir yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan
kejadiannya.dapat kita beri contoh nasib manusia,lahir, kematian, jodoh dan
rizkinya,terjadinya kiamat. dan sebagainya. Qada’qadar Allah swt yang
berhubungan dengan nasib manusia adalah rasia Allah swt.hanya Allah swt yang
mengetahuinya. Berikut ini adalah Makalah tafsir ayat-ayat Al Qur’an mengenai
Qada dan Qadar :
BAB II
PEMBAHASAN
Tafsiran Ayat-ayat Al Qur’an Tentang Qada dan Qadar
1.Surah Ali 'Imran 145 dan 185 a. Surah Ali 'Imran 145
145. sesuatu
yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan
yang telah ditentukan waktunya. barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya
Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala
akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. dan Kami akan
memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.
Pada ayat
145 ditandaskan bahwa kematian merupakan kepastian yang tidak akan bisa
dihindari. Oleh karena itu, di akhirat kelak akan nampak siapa yang berjuang
untuk dunia siapa pula yang berjihad untuk akhirat. Dalam peperangan, akan ada
yang gugur, ada pula yang menang. Yang berperang demi akhirat, menang atau pun
gugur, akan meraih paha di aklhirat.
Persoalan
mati itu hanya di tangan Tuhan, bukan di tangan siapa-siapa atau di tangan
musuh yang ditakuti. Ini merupakan teguran kepada orang-orang mukmin yang lari
dari medan perang Uhud karena takut mati, dan juga merupakan petunjuk bagi
setiap umat Islam yang sedang berjuang di jalan Allah seterusnya Allah
memberikan bimbingan kepada umat Islam bagaimana seharusnya berjuang di jalan
Allah dengan firman-Nya. Ini berarti setiap orang Islam harus meluruskan dan
membetulkan niatnya dalam melaksanakan setiap perjuangan. Kalau niatnya hanya
sekadar untuk memperoleh balasan dunia, maka biar bagaimanapun besar
perjuangannya. maka balasannya hanya sekadar yang bersifat dunia saja. Salah
satu dari alasan terpenting lain dari perang adalah memelihara jiwa dari bahaya
mati. Alangkah banyak lelaki tua yang pergi
berperang
dan kembali dalam keadaan selamat dan betapa banyak pemuda yang lain dari
perang, namun di belakang front, mereka mengalami kecelakaan dan mati.
Al-Quran
kemudian menyoroti motivasi sebagian orang dalam berperang dan berkata,
"Ada sekelompok orang pergi berperang dengan motivasi mengumpulkan harta
benda dan mendapatkan bagian Baitul Mal. Sementara ada juga yang melakukannya
untuk Allah dengan motivasi memperoleh pahala akhirat atau syahadah, dimana
mereka ini akan sampai kepada apa yang dikehendakinya
Kesimpulan Dari ayat tadi yaitu:
1.Dengan
lari dari perang seseorang tidak dapat lari dari kematian. Tidak berarti yang
pergi ke medan tempur pasti mati dan yang berada di rumah tetap hidup.
2.Kematian
bukan ada ditangan kita. Namun motivasi perbuatan ada di tangan kita. Daripada
menjadikan dunia fana ini sebagai tujuan kita, maka kita jadikan alam akhirat
sebagai tujuan. Karena kematian merupakan permulaan kehidupan akhirat bukannya
akhir.
b.Surah Ali 'Imran 185
“Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah
disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke
dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain
hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. 3:185)
Setiap yang
bernyawa akan merasakan mati dan di hari kiamat nanti itulah disempurnakan
balasan masing-masing yang baik dibalas dengan yang baik, yaitu surga dan yang
buruk akan dibalas dengan yang buruk pula yaitu neraka, sesuai
dengan sabda
Rasulullah saw yang Artinya: Kubur itu adakalanya merupakan taman dari
taman-taman surga, atau merupakan jurang dari jurang-jurang neraka. (H.R.
Tirmizi dan Tabrani)
Barangsiapa
yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, dialah yang
berbahagia. Untuk mencapai kebahagiaan di atas, baiklah kita perhatikan sabda
Rasulullah saw. yang berbunyi sebagai berikut: Artinya: Barangsiapa ingin
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga hendaklah ia mati di dalam
keadaan beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan supaya ia berbuat kepada
manusia seperti yang ia sukai diperbuat orang kepadanya. (H.R. Ahmad)
Kehidupan di
dunia ini tiada lain kecuali kesenangan yang memperdayakan. Kesenangan yang
dirasakan di dunia ini berupa makanan, minuman, pangkat, kedudukan dan
sebagainya, pada umumnya memperdayakan manusia. Disangkanya itulah kebahagiaan,
maka tenggelamlah ia padanya. Padahal kalau manusia itu kurang pandai
mempergunakannya, maka kesenangan itu akan menjadi bencana yang menyebabkan
kerugian di dunia dan di akhirat kelak mendapat azab yang pedih.
Menurut Tafsir Ibnu Katsir
Allah SWT.
memberitahukan kepada semua makhluknya secara umum. bahwa setiap yang berjiwa
pasti akan merasakan mati. Perihalnya sama dengan firman Allah SWT. yang
mengatakan:
Semua yang
ada di bumi itu akan binasa. Tetap kekal Zat Tuhan- mu yang mempunyai kebesaran
dan kemuliaan. (Ar-Rahman: 26- 27)
Hanya Dia sendirilah yang Hidup Kekal dan tidak mati, sedangkan jin dan manusia semuanya mati, begitu pula para malaikat umumnya dan para malaikat pemangku Arasy. Hanya Allah sematalah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa Yang Kekal Abadi. Dengan demikian, berarti Allah Yang Mahaakhir, sebagaimana Dia Maha pertama (Akhirnya Allah tidak ada kesudahannya dan Permulaan Allah tidak ada awal- nya, pent.). Ayat ini merupakan belasungkawa kepada semua manusia, karena sesungguhnya tidak ada seorang pun di muka bumi ini melainkan pasti mati.Apabila masa telah habis dan nutfah yang telah ditakdirkan oleh Allah
keberadaannya
dari sulbi Adam telah habis, serta se- mua makhluk habis, maka Allah melakukan
hari kiamat dan membalas semua makhluk sesuai dengan amal perbuatannya
masing-masing.
Menurut Tafsir Al-Maraghi
Setiap
individu pasti mencicipi rasa roh meninggalkan badan, dan akan merasakannya
sendiri. Dalam ayat ini terkandung isyarat bahwa roh itu tidak mati sekalipun
jasadnya mati.Sebab orang yang mencicipi disini masih tetap ada sedangkan orang
yang telah mati tidak dapat merasakannya.Karena, pencicipan itu adalah suatu
perasaan yang tidak bisa dirasakan, kecuali oleh manusia hidup.
Tafsir Yusuf Ali
Dalam Tafsir
ini dituliskan bahwa roh itu tidak akan mati, tetapi kematian jasad akan
memberi rasa mati terhadap roh bilamana roh sudah terpisah dari jasad. Roh itu
kemudian menyadari bahwa hidup ini tidak lain adalah suatu masa percobaan. Dan
tampaknya adanya ketidak samaan itu kelak akan diperlakukan pada hari kiamat.
Kesimpulan dari ayat diatas adalah:
a. Yang
dimaksud dengan “ setiap jiwa pasti akan mati” adalah hanya badan kita yang
mati karena terpisah dari ruhnya.
b. Yang
dimaksud dengan “kami akan menyiksa 2 kali” adalah siksa yang akan didapatkan
oleh orang munafik di dunia dan di akhirat kelak.
2. Surah Al An’am
a. Surah Al An’am : 2
“Dialah yang
menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal kematianmu, dan ada
lagi suatu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisinya (yang
dia sendirilah yang mengetahuinya) kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang
berbangkit itu).” (QS. AL AN’AM :2)
Tafsirnya
Kemudian
Allah swt. menghadapkan firman-Nya kepada orang-orang musyrikin yang
mempersamakan Allah swt. dengan selain-Nya dalam peribadatan. Allah dalam ayat
ini menunjukkan lagi bukti-bukti keesaan dan kekuasaan-Nya untuk membangkitkan
manusia pada hari kiamat. Dialah yang menciptakan manusia turunan Adam dari
tanah yang basah. Setiap kejadian manusia tentulah mengandung unsur zat dari
asal-usul kejadian induknya yang pertama yakni Adam a.s. Sifat-sat kejadian
induk pertama itu tidaklah terbatas pada induk itu saja tetapi diturunkan
kepada kesatuan jenisnya. Oleh karena itu penciptaan Adam a.s. dari tanah yang
basah dapat juga dalam penciptaan untuk setiap turunannya.
Jika
diperhatikan proses kejadian manusia, lebih jelas lagi bahwa kejadiannya dari
tanah. Manusia mula kejadiannya dalam rahim berupa nutfah (zygote), yaitu
percampuran antara sel mani laki-laki "sperma" dengan sel telur dari
ibu "ovum". Disebabkan berasimilasi dengan zat makanan, maka nutfah
yang sudah bercampur itu mengembangkan dirinya ke dalam janin, kemudian keadaan
itu berubah sampai menjadi bayi. Sel hidup itu tersusun dari zat-zat yang
bermacam dan zat itu sendiri hakikatnya terdiri dari zat-zat unsur kimia yang
mati seperti zat besi, zat air yang berasal dari tanah. Demikian pula zat makanan
itu baik dari tumbuh-tumbuhan ataupun daging hewan tersusun dari zat unsur
kimia yang berasal dari tanah. Dari zat-zat makanan ini pula terbentuk sel mani
yang ada pada manusia atau hewan. Demikian dengan kodrat Allah swt. Yang Maha
Besar, zat unsur kimia yang mati itu menjadi sel hidup dan akhirnya menjadi
bibit manusia.
Bilamana
Allah swt. kuasa menciptakan sel hidup dari zat-zat mati, mengapa pula Allah
tidak kuasa membangkitkan manusia pada hari kiamat? Bukankah pada proses
kejadian manusia itu sendiri bukti nyata yang menunjukkan kodrat Tuhan untuk
mengadakan hari berbangkit. Allah menentukan pula dua waktu untuk manusia yang
tak dapat dilampauinya, yaitu waktu kematian dan waktu dibangkitkan dari kubur,
sesudah kehancuran dunia. Waktu yang ditetapkan Tuhan untuk berbangkit itu
tidak ada yang mengetahui kecuali Allah. Firman Allah SWT, yang artinya:
Sesungguhnya pengetahuan
tentang hari
kiamat ada pada sisi Tuhanku, tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu
kedatangannya selain dari Dia.... (Q.S Al A'raf: 187)
Meskipun orang-orang musyrikin menyaksikan kejadian diri mereka dan terbatasnya umur mereka yang kesemuanya itu membuktikan kekuasaan Allah swt. untuk menentukan hari berbangkit, namun mereka masih tetap ragu ragu. Seharusnya mereka dapat menarik kesimpulan dari kesaksian-kesaksian itu bahwa Yang Kuasa menciptakan zat-zat yang mati menghimpunkannya menjadi satu lalu memberinya hidup serta menentukan perkembangannya, tentu Dia Kuasa pula menghimpunkan kembali zat-zat yang mati dan menghidupkannya sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.
Pada ayat
sebelumnya telah diketengahkan tentang kekuasaan Allah dalam menciptakan langit
dan bumi. Ayat ini juga menyinggung penciptaan manusia dari segumpal tanah yang
tak bernyawa dan mengatakan, hidup dan mati semua manusia ada di tangan Allah
Swt. Lalu bagaimana mungkin manusia meragukan wujud Allah? Ayat ini menjelaskan
dua ajal untuk umur manusia; pertama, ajal yang sudah ditentukan, dimana hanya
diketahui oleh Allah Swt. Kedua, ajal yang belum ditentukan yaitu ajal yang
tergantung pada kondisi kehidupan setiap orang.
Allah Swt
telah menentukan kadar kemampuan bagi setiap orang. Bila telahselesai, maka
umur manusia juga akan tiba, seperti lampu minyak yang akan padam ketika
minyaknya habis.
Oleh sebab itu,
betapa banyak orang yang umurnya lebih cepat berakhir, akibat tidak tidak
memperhatikan kesehatan. Sama seperti contoh lampu minyak yang tidak dijaga
dari terpaan angin kencang yang akan mematikan lampu itu seketika. Oleh
karenanya, dalam riwayat-riwayat disebutkan bahwa selain
memperhatikan
perkara-perkara yang berhubungan dengan makanan dan kesehatan yang dapat
menjadikan umur manusia panjang, juga disinggung mengenai perbuatan yang dapat
memanjangkan atau memendekkan umur manusia. Sebagai contoh, bersilaturahmi
merupakan unsur penting dalam memperpanjang umur manusia.
Kesimpulan dari ayat diatas adalah:
1.Kita tidak
akan bisa berjalan di atas kehendak sendiri. Karena itu memulai kehidupan atau
mengakhirinya bukan di tangan manusia. Dengan dasar ini meragukan hari
kebangkitan merupakan hal yang tidak mungkin.
2.Sebagaimana
kita hidup di dunia, Allah telah menciptakan undang-undang alam yang kokoh,
rapi dan sempurna, dimana akhir setiap kehidupan makhluk- Nya berdasarkan
ketentuan undang-undang tersebut.
b. Surah AL An’am : 3
“Dan Dialah
Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang
kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan Mengetahui (Pula) Apa Yang Kamu
Usahakan.”(QS. 6:3)
Tafsirnya
Kemudian
dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa Dialah Allah Yang disembah, Yang
menerima doa dan harapan dari semua makhluk-Nya di langit dan di bumi.
"Allah" ialah nama yang Maha Agung bagi Tuhan Rabbulalamin, sudah
dikenal oleh Bangsa Arab sebelum Islam. Sebab bangsa Arab pada zaman Jahiliah,
bila mereka akan menjawab "Allah", maka maksudnya ialah Tuhan Yang
berhak disembah. Tuhan Yang mempunyai sifat-sifat yang mereka kenal itulah yang
patut mereka sembah. Ayat lain yang sejalan dengan maksud ayat ini ialah firman
Allah swt, Artinya:
Dialah Tuhan
(Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi dan Dialah Yang
Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (Q.S Az Zukhruf: 84)
Kedua ayat
ini, yakni ayat ini dan ayat surah Zukhruf dengan jelas mengagungkan Allah
karena kekuasaan-Nya menghidupkan kembali orang yang telah mati dan lebih-lebih
karena kekhususan diri-Nya dalam mengetahui hari berbangkit dan keesaan-Nya
dalam ketuhanan serta keesaan zat-Nya yang disembah di langit dan di bumi.
Kepada Dia sajalah tujuan doa segala makhluk dalam alam semesta ini.
Kemudian
Allah menegaskan lagi bahwa Dia mengetahui segala yang mereka rahasiakan atau
yang mereka lahirkan, baik perkataan dan perbuatan mereka maupun gerak-gerik
hati mereka, segala apa yang diusahakan oleh manusia, tidak luput dari
pengetahuan Tuhan. Usaha yang baik akan diberi pahala usaha yang buruk akan
diberi hukuman. Sangatlah sempurna perhatian Tuhan terhadap usaha manusia itu
disebabkan hubungan usaha itu dengan balasan balasan-Nya. Setelah menyinggung
kekuasaan Allah Swt dalam menciptakan langit dan bumi serta manusia, ayat ini
mengatakan, hanya Allah satu-satunya
penguasa
langit dan bumi, sedang penciptaan segala sesuatu di tangan Zat Yang Esa ini,
berbeda dengan akidah yang tidak benar. Ayat ini juga menyinggung ilmu Allah
yang tidak terbatas, yang mengetahui perbuatan dan sikap manusia yang
terang-terangan maupun yang tersembunyi dengan mengatakan, Dia tidak saja
pencipta kalian semua, tetapi Dia yang mengatur jagat raya ini sesuai dengan
semua kondisi kalian. Karena itu jangan menyangka penciptaan kalian itu
terlepas dari kondisi kalian. Karena itu kondisi kalian semua berada di bawah
kontrol-Nya dan Dia Maha Mengetahui segala perkara kalian.
Dari ayat tadi dapat diambil kesimpulan:
Apabila kita
beriman kepada ilmu Allah Swt, maka kita harus berhati-hati dalam setiap
perbuatan kita. Keimanan ini dapat mencegah kita dari perbuatan jelek dan dapat
memotivasi kita untuk melaksanakan perbuatan baik. . Langit dan bumi berbeda,
tapi menurut ilmu Allah keduanya tidak berbeda. Begitu juga perbuatan yang
dilakukan secara terang terangan atau tersembunyi tidak ada bedanya di sisi
Allah.(IRIB Indonesia)
3. Surah At Taubah : 51
Katakanlah:
`Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh
Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang
yang beriman harus bertawakkal`.(QS. 9:51)
Tafsir Mufradat
: Dialah Pelindung kami,
: harus bertawakkal
Pada ayat
ini Allah swt. memerintahkan kepada Rasulullah saw. agar menjawab tantangan
orang-orang munafik yang senang di kala beliau dan sahabat-sahabatnya ditimpa
kesulitan dan bencana serta merasa sesak dada di kala beliau dan
sahabat-sahabatnya memperoleh nikmat dengan ucapan: "Apa yang menimpa diri
kami dan apa yang kami peroleh dan kami alami adalah hal-hal yang telah diatur
dan ditetapkan oleh Allah swt., yaitu hal-hal yang telah tercatat di Lohmahfuz
sesuai dengan sunah-Nya yang berlaku pada hamba-Nya, baik kenikmatan kemenangan
maupun bencana kekalahan. Segala sesuatunya terjadi sesuai dengan kada dan
kadar dari Allah swt. dan bukanlah menurut kemauan dan kehendak manusia mana
pun.
4. a. Surah AL HADID : 22-23
22.Tiada
suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(QS.
57:22)
23.(Kami
jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang
luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri,(QS. 57:23)
Ayat 22 ini
menerangkan bahwa semua bencana dan malapetaka yang menimpa permukaan bumi,
seperti gempa bumi, banjir dan bencana alam yang lain serta bencana yang
menimpa manusia, seperti kecelakaan, penyakit dan sebagainya telah ditetapkan
akan terjadi sebelumnya dan tertulis di Lohmahfuz, sebelum Allah SWT
menciptakan makhluk Nya. Hal ini berarti tidak ada suatupun yang terjadi di
alam ini yang luput dari pengetahuan Allah dan tidak tertulis di Lauhmahfuz.
Ditakhrijkan
oleh Al Hakim dan dinyatakan sebagai hadis sahih dari Abu Hasan bahwa telah
datang dua orang kepada Aisyah, mengatakan, bahwa Abu Hurairah menyampaikan
bahwa Nabi Muhammad saw pernah bersabda: "Nasib itu hanyalah ditentukan
oleh wanita, binatang melata, dan rumah". Aisyah menjawab; "Demi
Tuhan Yang menurunkan Alquran kepada Abu Qasim saw, tidak pernah ia mengatakan
yang seperti ini, ia hanya pernah mengatakan: "Orang-orang Arab Jahiliah
dahulu mengatakan, 'Nasib itu hanyalah ditentukan oleh wanita, binatang melata
dan rumah'". Kemudian `Aisyah membaca ayat ini. Ayat ini memperingatkan
sebahagian kaum muslimin yang masih percaya kepada tenung, suka meminta sesuatu
kepada kuburan yang dianggap keramat, menanyakan sesuatu yang akan terjadi
kepada dukun dan sebagainya. Hendaklah mereka hanya percaya kepada Allah saja,
karena hanyalah Dia yang menentukan segala sesuatu. Mempercayai adanya
kekuatan-kekuatan gaib yang lain selain dari kekuatan Allah termasuk
memperserikatkan Nya dengan makhluk ciptaan Nya dan berarti tidak percaya
kepada tauhid rububiyah yang ada pada Allah.
Pada ayat 23
ini Allah SWT menyatakan sebab Dia mengatakan seperti tersebut ayat di atas
yaitu menetapkan segala sesuatu peristiwa atau kejadian sebelum wujudnya, agar
manusia bersabar menerima cobaan Allah. Cobaan Allah itu adakalanya berupa
kesengsaraan dan malapetaka, adakalanya berupa kesenangan dan kegembiraan.
Karena itu janganlah terlalu bersedih hati menerima kesengsaraan dan malapetaka
yang menimpa diri, sebaliknya jangan pula terlalu bersenang hati dan bergembira
menerima Sesuatu yang menyenangkan hati. Sikap yang paling baik ialah bersabar
menerima bencana dan malapetaka yang menimpa serta bersyukur kepada Allah atas
setiap menerima nikmat yang dianugerahkan
Nya. Ayat
ini bukanlah maksudnya melarang kaum Muslimin bergembira dan bersedih hati,
tetapi maksudnya ialah melarang kaum Muslimin bergembira dan bersedih hati
dengan berlebih-lebihan. Berkata 'Ikrimah: "Tidak ada seorang pun
melainkan ia dalam keadaan sedih dan gembira, tetapi hendaklah ia menjadikan
kegembiraan itu sebagai tanda bersyukur kepada Allah dan kesedihan itu sebagai
tanda bersabar".
Kesimpulan dari ayat diatas adalah:
Bahwa orang
yang terlalu gembira menerima sesuatu yang menyenangkan hatinya dan terlalu
bersedih hati menerima bencana yang menimpanya adalah orang yang pada dirinya
terdapat tanda-tanda bakhil dan angkuh, seakan-akan ia hanya memikirkan
kepentingan dirinya saja. Dan Allah SWT menyatakan bahwa Dia tidak menyukai
orang-orang yang mempunyai sifat-sifat bakhil dan angkuh itu.
5.Surah AN NISA : 78-79
78. “Di mana
saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam
benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka
mengatakan:` Ini adalah dari sisi Allah `, dan kalau mereka ditimpa sesuatu
bencana mereka mengatakan:` Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad) `.
Katakanlah:` Semuanya (datang) dari sisi Allah `.Maka mengapa orang-orang itu
(orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun”(QS. 4:78)
79. “Apa
saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul
kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.”(QS. 4:79)
Pada ayat 78
ini Allah menerangkan bahwa maut (mati) itu adalah suatu hal yang pasti
datangnya tidak seorangpun yang daPada ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa Dia
tidak akan menunda kematian seseorang apabila telah sampai ajalnya. Oleh karena
itu bersiap siaplah untuk menghadapi maut itu.pat lepas dari padanya di manapun
dia berada meskipun berlindung di dalam benteng yang kokoh kuat.
Pada ayat 79
ini Allah menegaskan lagi dari segi kesopanan bahwa sesuatu yang baik yang
diperoleh seseorang hendaklah dikatakan datangnya dari Allah dan malapetaka
yang menimpa seseorang itu hendaklah pula dikatakan datangnya dari dirinya
sendiri, mungkin pula karena disebabkan kelalaiannya atau kelalaian orang lain
apakah dia saudara, sahabat dan tetangga.
Pada ayat
sebelumnya, telah dijelaskan bahwa sekelompok Muslimin yang imannya lemah dan
penakut melakukan protes dan meminta penundaan ketika diperintah untuk jihad.
Hal itu dilakukan dengan tujuan menyelamatkan diri dari kematian. Ayat ini
menyebutkan bahwa ketahuilah jika kalian tinggal di tempat yang paling kokoh
sekalipun kematian akan menyongsong kalian. Beruntunglah orang yang berjalan di
atas jalan yang benar lagi bernilai seperti jihad. Mereka ini mengasuransikan
kesehjahteraan kehidupan akhirat dengan cara berjihad dan syahid di jalan Allah
ketika berada di dunia.
Ayat ini
kemudian mengungkap sikap buruk munafikin yang biadap terhadap Nabi Muhammad
Saw. Setiap kali mereka menang dalam perang, mereka melihat kemenangan itu dari
anugerah dan karunia Tuhan, namun apabila dalam perang itu, mereka kalah, maka
mereka menyalahkan Rasul, sebagai sosok yang tidak tidak tahu manajamen.
Ayat ini
menyanggah hal ini. Semua yang ada di alam ini adalah atas kehendak Tuhan dan
tanpa kehendakNya tidak akan ada sesuatu terjadi, baik itu kemenangan atau
kekalahan. Namun kehendak Tuhan bukanlah tanpa alasan dan perhitungan. Jika
kalian melaksanakan tugas kalian, maka Tuhan menakdirkan kebaikan dan kemenangan
bagi kalian. Sebaliknya, bila kalian malas dan ingkar seperti dalam perang Uhud
maka Allah Swt menakdirkan kekalahan buat kalian.
Hubungan
manusia dengan Tuhan bagaikan hubungan bumi dengan matahari. Bumi mengelilingi
matahari dan setiap kali menghadap dengan matahari, maka ia memperoleh cahaya
dan panasnya matahari dan setiap kali membelakangi matahari, bumi menjadi
dingin dan gelap.
Dari itulah,
dapat dikatakan bahwa cahaya bumi dari matahari, sementara kegelapannya berasal
dari dirinya sendiri. Manusia juga demikian, di mana saja ia menghadap Tuhan,
maka ia akan memperoleh karunia dan rahmat-Nya. Apabila ia membelakangi Tuhan,
maka ia akan terjauhkan dari karunia Tuhan. Walaupun hakikat ini hanya
dimengerti oleh manusia-manusia berjiwa bersih, sementara orang-orang yang
berjiwa sakit tidak dapat mengerti atau sengaja tidak mau menerima. Karena
mereka menganggap dirinya sebagai sentral, bukannya Tuhan. Padahal kriteria
kebenaran dan kebatilan adalah Tuhan bukannya mereka.
Dari dua ayat dapat diambil kesimpulan, yaitu:
1.Kematian
sudah ditentukan oleh Tuhan, lalu apa gunanya lari dari perang dan jihad?
2.Janganlah
kita meletakkan dosa di pundak orang lain dan jangan kita suka membuat alasan
untuk lari dari tanggung jawab.
3.Kematian
dan kehidupan, kepahitan dan manisnya kehidupan, semuanya adalah ketetapan
Tuhan yang Maha Bijaksana.
4.Dalam
perspektif ilahi, setiap keindahan dan kesempurnaan adalah dari Tuhan dan apa
saja kekurangan adalah dari diri kita sendiri.
5.Risalah
Nabi bersifat mendunia dan tidak dikhususkan kepada etnis atau kawasan
tertentu. (IRIB Indonesia)
6.Surah AL MUNAFIQUN : 11
Dan Allah
sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu
kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.(QS. 63:11)
Pada ayat
ini Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak akan menunda kematian seseorang
apabila telah sampai ajalnya. Oleh karena itu bersiap siaplah untuk menghadapi
maut itu.
7. Surah AL FURQAN : 2
Aartinya:
yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak,
dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan
segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya
Tafsir
mufradatnya:
Alladzii
laHuu mulkus samaawaati wal ardli wa lam yattakhidz waladaw walam yakullaHuu
syariikun fil mulki (“Yang kepunyaan-Nya lah segala kerajaan langit dan bumi,
dan Dia tidak mempunyai anak dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam
kekuasaan-Nya.”) Allah sucikan diri-Nya dari memiliki anak dan sekutu. Lalu Dia
mangabarkan bahwa Dia, khalaqa kullu syai-in faqaddaraHuu taqdiiran
(“Telah
menciptakan segala sesuatu dan menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya.”) artinya, segala sesuatu selain Dia adalah makhluk [yang
diciptakan] dan marbub [yang berada di bawah kekuasaan-Nya]. Dia lah pencipta
segala sesuatu, Rabb, Raja dan Ilahnya. Sedangkan segala sesuatu berada di
bawah kekuasaan aturan, tatanan dan takdir-Nya.
Yang
kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan
tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala
sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. 3. kemudian
mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya
(untuk
disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri
diciptakan dan tidak Kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya
dan tidak (pula untuk mengambil) suatu kemanfaatanpun dan (juga) tidak Kuasa
mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” (al- Furqaan: 2-3)
Allah Ta’ala
mengabarkan tentang kejahilan orang-orang musyrik yang menjadikan ilah-ilah
selain Allah, padahal Dia lah pencipta segala sesuatu, Pemilik seluruh perkara
serta Rabb, dimana apa yang dikehendaki-Nya pasti ada dan apa yang tidak
dikehendaki-Nya pasti tidak akan ada. Disamping itu mereka pun beribadah
kepada-Nya dan juga menyembah berhala-berhala yang tidak mampu menciptakan satu
potong sayap nyamuk pun. Bahkan mereka adalah para makhluk yang diciptakan,
yang tidak memiliki kekuasaan untuk menolak suatu bahaya dari dirinya serta
tidak pula mendatangkan suatu manfaat. Maka bagaimana mungkin mereka dapat
menguasai hamba-hamba mereka?
Wa laa
yamlikuuna mautaw walaa hayaataw walaa nusyuuran (“Dan mereka tidak kuasa
[pula] mematikan, menghidupkan dan tidak [pula] membangkitkan.”) artinya mereka
tidak memiliki kekuasaan terhadap semua itu.
Bahkan
seluruhnya kembali kepada Allah Yang menghidupkan dan mematikan. Dia lah Rabb
yang menghidupkan kembali seluruh makhluk, dari manusia yang pertama hingga
manusia yang terakhir pada hari kiamat. Seperti firman-Nya:
Wa maa
amrunaa illaa waahidatun kalamhim bil bashari (“Dan perintah Kami hanyalah satu
perkataan seperti kejapan mata.”)(al-Qamar: 50). Dia lah Allah Yang tidak ada
Ilah [yang berhak diibadahi] selain-Nya, tidak ada Rabb selain Dia dan tidak
layak ibadah dipersembahkan kecuali hanya kepada-Nya. karena apa yang
dikehendaki-Nya pasti ada dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak ada.
Dia lah Rabb yang tidak memiliki anak, tidak memiliki orang tua, tidak memiliki
tandingan, wakil, pembantu atau yang serupa, bahkan Dialah yang Mahaesa, tempat
bergantung yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan serta tidak ada yang
serupa dengan-Nya.
8. Surah ‘ABASA : 23
Sekali-kali
jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah
kepadanya,(QS. 80:23)
Ayat 23
memperingatkan seluruh manusia: Sekali-kali jangan! Yakni jangan angkuh dan
jangan kafir! Atau "Hati-hatilah!" Ayat 23 menjelaskan sebabnya,
yakni karena dia belum menuntaskan tugasnya yang diperintahkan Allah sejak dia
mukallaf/ dewasa sampai kematiannya.
9. Surah AR RA’D : 26
Allah
meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka
bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding
dengan) kehidupan akhirat hanyalah kesenangan (yang sedikit).(QS. 13:26)
Allah
melapangkan dan menyempitkan rezeki hamba-Nya itu adalah berdasarkan hikmah-Nya
serta pengetahuan-Nya tentang masing-masing hamba- Nya itu. Allah
menganugerahkan rezeki yang banyak kepada hamba-Nya yang kafir kepada-Nya. Dan
sebaliknya, kadang Allah menyempitkan rezeki bagi hamba yang beriman kepada-Nya
untuk menambah pahala yang kelak akan mereka peroleh di akhirat.
10. Surah AL QAMAR : 49
Sesungguhnya
Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.(QS. 54:49)
Ayat ini
menerangkan bahwa seluruh makhluk yang ada ini adalah ciptaan Tuhan, diciptakan
Nya menurut kehendak dan ketentuan Nya disesuaikan dengan hukum-hukum yang
ditetapkan Nya untuk alam semesta ini, yang terkenal dengan
sunatulkaun (undang-undang alam) Dalam ayat lain yang bersamaan maksudnya
Dan Dia
telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya. (Q.S. Al-Furqan: 2) dan sesuai pula dengan ayat:
Artinya:
Sucikanlah
nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan, d an menyempurnakan (ciptaan
Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk. (Q.S.
Al-A'la: 1-3)
Daftar Pustaka
Hidayat,Komarudin, Berdamai dengan Kematian, (Jakarta Selatan: PT Mizan Publika, 2009), cet.1
Al Imam Abdul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqyi, Tafsir Al-Qur’anul Adzim diterjemahkan oleh Bahrun Abu Bakar dkk, (Bandung: Sinar Baru Algresindo,2000) cet. 1
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi diterjemahkan oleh Bahrun Abubakar dan Hery Noer Aly (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang,1993),cet.2
Yusuf Ali, The Holy Qur’an diterjemahkan oleh Ali Audah (Jakarta: PT Pustaka Utara Antar Nusa,2000), cet.3
Abi Fadil Sihabuddin Sayyid Mahmud al-Alusi al-Bagdadi, Ruh’ul Ma’ani,
(Beirut: Dar’ al-Kitab al-Ilmiyati,1422 H/2001 M)
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Tangerang: Lentera Hati, 2005), cet. 4
Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an diterjemahkan oleh As’ad Yasin dkk, (Jakarta:
Gema Insani Pres, 2003), cet. 1
makalah tafsir qur'an tentang Qada dan Qadar
Senin, 25 November 2013
makalah tafsir tentang qada dan qadar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Qada’menurut bahasa artinya
Ketetapan.Qada’artinya ketatapan Allah swt kepada setiap mahluk-Nya yang
bersifat Azali.Azali Artinya ketetapan itu sudah ada sebelumnya keberadaan atau
kelahiran mahluk.
Sedangkan Qadar artinya menurut bahasa berarti ukuran.Qadar artinya terjadi penciptaan sesuai dengan ukuran atau timbangan yang telah ditentuan sebelumnya. Qaqda’ Qadar dalam keseharian sering kita sebut dengan takdir. Dalil kebenaran adanya Qada dan Qadar
Sedangkan Qadar artinya menurut bahasa berarti ukuran.Qadar artinya terjadi penciptaan sesuai dengan ukuran atau timbangan yang telah ditentuan sebelumnya. Qaqda’ Qadar dalam keseharian sering kita sebut dengan takdir. Dalil kebenaran adanya Qada dan Qadar
Takdir terbagi menjadi dua bagian,yakni:
1. a. Taqdir Mu’allaq
Taqdir mu’allaq adalah taqdir Allah swt yang masih dapat diusahakan kejadianya oleh manusia.
Sebagai contoh dalam kehidupan ini, kita sering melihat dan mengalami sunnahtullah,hukum Allah yang berlaku di bumi ini,yaitu hukum sebab akibat yang bersifat tetap yang merupakan qada dan qadar sesuai kehendak swt. Seperti, bumi brputar pada porosnya 24 jam sehari; bersama bulan, bumi mengitari bumi kurang lebih 365 hari setahun; bulan mengitari bumi setahun {356 hari}; air kalau dipanaskan pada suhu 100 celsius akan mendidih, dan kalau didinginkan pada suhu. Akan menjadi es ; matahari terbit disebelah timur dan tenggelam disebelah barat; dan banyak lagi contoh lainnya, kalau kita mau memikirkannya.
Taqdir mu’allaq adalah taqdir Allah swt yang masih dapat diusahakan kejadianya oleh manusia.
Sebagai contoh dalam kehidupan ini, kita sering melihat dan mengalami sunnahtullah,hukum Allah yang berlaku di bumi ini,yaitu hukum sebab akibat yang bersifat tetap yang merupakan qada dan qadar sesuai kehendak swt. Seperti, bumi brputar pada porosnya 24 jam sehari; bersama bulan, bumi mengitari bumi kurang lebih 365 hari setahun; bulan mengitari bumi setahun {356 hari}; air kalau dipanaskan pada suhu 100 celsius akan mendidih, dan kalau didinginkan pada suhu. Akan menjadi es ; matahari terbit disebelah timur dan tenggelam disebelah barat; dan banyak lagi contoh lainnya, kalau kita mau memikirkannya.
2. Taqdir Mubram
Taqdir mubram ialah taqdir yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan kejadiannya.dapat kita beri contoh nasib manusia,lahir, kematian, jodoh dan rizkinya,terjadinya kiamat.dan sebagainya.
Qada’qadar Allah swt yang berhubungan dengan nasib manusia adalah rasia Allah swt.hanya Allah swt yang mengetahuinya.
Taqdir mubram ialah taqdir yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan kejadiannya.dapat kita beri contoh nasib manusia,lahir, kematian, jodoh dan rizkinya,terjadinya kiamat.dan sebagainya.
Qada’qadar Allah swt yang berhubungan dengan nasib manusia adalah rasia Allah swt.hanya Allah swt yang mengetahuinya.
Berikut ini adalah Makalah tafsir ayat-ayat Al Qur’an mengenai Qada dan Qadar :
1
BAB II
PEMBAHASAN
B. Tafsiran Ayat-ayat Al
Qur’an Tentang Qada dan Qadar
1. a.
Surah Ali 'Imran 145
Allah menyatakan: "semua yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin-Nya, tepat pada waktunya sesuai dengan yang telah ditetapkan-Nya. Artinya persoalan mati itu hanya di tangan Tuhan, bukan di tangan siapa-siapa atau di tangan musuh yang ditakuti. Ini merupakan teguran kepada orang-orang mukmin yang lari dari medan perang Uhud karena takut mati, dan juga merupakan petunjuk bagi setiap umat Islam yang sedang berjuang di jalan Allah seterusnya Allah memberikan bimbingan kepada umat Islam bagaimana seharusnya berjuang di jalan Allah dengan firman-Nya.
Ini berarti
setiap orang Islam harus meluruskan dan membetulkan niatnya dalam melaksanakan
setiap perjuangan. Kalau niatnya hanya sekadar untuk memperoleh balasan dunia,
maka biar bagaimanapun besar perjuangannya. maka balasannya hanya sekadar yang
bersifat dunia saja.
b.
Surah Ali 'Imran 185
“Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat
sajalah disempurnakan pahalamu.
Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh
ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan.” (QS. 3:185)
Setiap yang bernyawa
akan merasakan mati dan di hari kiamat nanti itulah disempurnakan balasan
masing-masing yang baik dibalas dengan yang baik, yaitu surga dan yang buruk
akan
2
dibalas dengan yang buruk pula yaitu neraka, sesuai dengan
sabda Rasulullah saw yang Artinya: Kubur
itu adakalanya merupakan taman dari taman-taman surga, atau merupakan
jurang dari jurang-jurang neraka.
(H.R. Tirmizi dan Tabrani)
(H.R. Tirmizi dan Tabrani)
Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, dialah yang berbahagia. Untuk mencapai kebahagiaan di atas, baiklah kita perhatikan sabda Rasulullah saw. yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya:
Barangsiapa ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga hendaklah ia mati di dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan supaya ia berbuat kepada manusia seperti yang ia sukai diperbuat orang kepadanya.
(H.R. Ahmad)
Kehidupan di dunia ini tiada lain kecuali kesenangan yang memperdayakan. Kesenangan yang dirasakan di dunia ini berupa makanan, minuman, pangkat, kedudukan dan sebagainya, pada umumnya memperdayakan manusia. Disangkanya itulah kebahagiaan, maka tenggelamlah ia padanya. Padahal kalau manusia itu kurang pandai mempergunakannya, maka kesenangan itu akan menjadi bencana yang menyebabkan kerugian di dunia dan di akhirat kelak mendapat azab yang pedih.
2. a.
Surah Al An’am : 2
“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah
itu ditentukannya ajal kematianmu, dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan
(untuk berbangkit) yang ada pada sisinya (yang dia sendirilah yang
mengetahuinya) kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).” (QS. AL
AN’AM :2)
Kemudian
Allah swt. menghadapkan firman-Nya kepada orang-orang musyrikin yang
mempersamakan Allah swt. dengan selain-Nya dalam peribadatan. Allah dalam ayat
ini menunjukkan lagi bukti-bukti keesaan dan kekuasaan-Nya untuk membangkitkan
manusia pada hari kiamat. Dialah yang menciptakan manusia turunan Adam dari
tanah yang basah. Setiap kejadian manusia tentulah mengandung unsur zat dari
asal-usul kejadian induknya yang pertama yakni Adam a.s. Sifat-sat kejadian
induk pertama itu tidaklah terbatas pada induk itu saja tetapi diturunkan
kepada kesatuan jenisnya. Oleh karena itu penciptaan Adam a.s. dari tanah yang
basah dapat juga dalam penciptaan untuk setiap turunannya.
3
Jika diperhatikan proses
kejadian manusia, lebih jelas lagi bahwa kejadiannya dari tanah. Manusia mula
kejadiannya dalam rahim berupa nutfah (zygote), yaitu percampuran antara sel
mani laki-laki "sperma" dengan sel telur dari ibu "ovum".
Disebabkan berasimilasi dengan zat makanan, maka nutfah yang sudah bercampur
itu mengembangkan dirinya ke dalam janin, kemudian keadaan itu berubah sampai
menjadi bayi. Sel hidup itu tersusun dari zat-zat yang bermacam dan zat itu
sendiri hakikatnya terdiri dari zat-zat unsur kimia yang mati seperti zat besi,
zat air yang berasal dari tanah. Demikian pula zat makanan itu baik dari
tumbuh-tumbuhan ataupun daging hewan tersusun dari zat unsur kimia yang berasal
dari tanah. Dari zat-zat makanan ini pula terbentuk sel mani yang ada pada
manusia atau hewan. Demikian dengan kodrat Allah swt. Yang Maha Besar, zat
unsur kimia yang mati itu menjadi sel hidup dan akhirnya menjadi bibit manusia.
Bilamana Allah swt. kuasa menciptakan sel hidup dari zat-zat mati, mengapa pula Allah tidak kuasa membangkitkan manusia pada hari kiamat? Bukankah pada proses kejadian manusia itu sendiri bukti nyata yang menunjukkan kodrat Tuhan untuk mengadakan hari berbangkit. Allah menentukan pula dua waktu untuk manusia yang tak dapat dilampauinya, yaitu waktu kematian dan waktu dibangkitkan dari kubur, sesudah kehancuran dunia. Waktu yang ditetapkan Tuhan untuk berbangkit itu tidak ada yang mengetahui kecuali Allah.
Firman Allah SWT:
Artinya:
Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat ada pada sisi Tuhanku, tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain dari Dia....
(Q.S Al A'raf: 187)
Meskipun orang-orang musyrikin menyaksikan kejadian diri mereka dan terbatasnya umur mereka yang kesemuanya itu membuktikan kekuasaan Allah swt. untuk menentukan hari berbangkit, namun mereka masih tetap ragu ragu. Seharusnya mereka dapat menarik kesimpulan dari kesaksian-kesaksian itu bahwa Yang Kuasa menciptakan zat-zat yang mati menghimpunkannya menjadi satu lalu memberinya hidup serta menentukan perkembangannya,
4
tentu Dia Kuasa pula
menghimpunkan kembali zat-zat yang mati dan menghidupkannya sesuai dengan yang
dikehendaki-Nya.
b. Surah AL An’am : 3
“Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di
langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang
kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.”(QS. 6:3)
Kemudian dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa Dialah
Allah Yang disembah, Yang menerima doa dan harapan dari semua makhluk-Nya di
langit dan di bumi. "Allah" ialah nama yang Maha Agung bagi Tuhan
Rabbulalamin, sudah dikenal oleh Bangsa Arab sebelum Islam. Sebab bangsa Arab
pada zaman Jahiliah, bila mereka akan menjawab "Allah", maka
maksudnya ialah Tuhan Yang berhak disembah. Tuhan Yang mempunyai sifat-sifat
yang mereka kenal itulah yang patut mereka sembah.
Ayat lain yang sejalan dengan maksud ayat ini ialah firman Allah swt.:
Artinya:
Dialah Tuhan (Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
(Q.S Az Zukhruf: 84)
Kedua ayat ini, yakni ayat ini dan ayat surah Zukhruf dengan jelas mengagungkan Allah karena kekuasaan-Nya menghidupkan kembali orang yang telah mati dan lebih-lebih karena kekhususan diri-Nya dalam mengetahui hari berbangkit dan keesaan-Nya dalam ketuhanan serta keesaan zat-Nya yang disembah di langit dan di bumi. Kepada Dia sajalah tujuan doa segala makhluk dalam alam semesta ini.
Ayat lain yang sejalan dengan maksud ayat ini ialah firman Allah swt.:
Artinya:
Dialah Tuhan (Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
(Q.S Az Zukhruf: 84)
Kedua ayat ini, yakni ayat ini dan ayat surah Zukhruf dengan jelas mengagungkan Allah karena kekuasaan-Nya menghidupkan kembali orang yang telah mati dan lebih-lebih karena kekhususan diri-Nya dalam mengetahui hari berbangkit dan keesaan-Nya dalam ketuhanan serta keesaan zat-Nya yang disembah di langit dan di bumi. Kepada Dia sajalah tujuan doa segala makhluk dalam alam semesta ini.
Kemudian Allah menegaskan lagi bahwa Dia mengetahui segala yang mereka rahasiakan atau yang mereka lahirkan, baik perkataan dan perbuatan mereka maupun gerak-gerik hati mereka, segala apa yang diusahakan oleh manusia, tidak luput dari pengetahuan Tuhan. Usaha yang baik akan diberi pahala usaha yang buruk akan diberi hukuman. Sangatlah sempurna perhatian Tuhan terhadap usaha manusia itu disebabkan hubungan usaha itu dengan balasan balasan-Nya.
3. Surah
At Taubah : 51
5
Katakanlah: `Sekali-kali tidak akan menimpa
kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung
kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal`.(QS.
9:51)
Pada ayat ini Allah swt. memerintahkan kepada
Rasulullah saw. agar menjawab tantangan orang-orang munafik yang senang di kala
beliau dan sahabat-sahabatnya ditimpa kesulitan dan bencana serta merasa sesak
dada di kala beliau dan sahabat-sahabatnya memperoleh nikmat dengan ucapan:
"Apa yang menimpa diri kami dan apa yang kami peroleh dan kami alami
adalah hal-hal yang telah diatur dan ditetapkan oleh Allah swt., yaitu hal-hal
yang telah tercatat di Lohmahfuz sesuai dengan sunah-Nya yang berlaku pada
hamba-Nya, baik kenikmatan kemenangan maupun bencana kekalahan. Segala
sesuatunya terjadi sesuai dengan kada dan kadar dari Allah swt. dan bukanlah
menurut kemauan dan kehendak manusia mana pun.
4. a.
Surah AL HADID : 22-23
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi
dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh
Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah.(QS. 57:22)
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu
jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,(QS. 57:23)
Ayat 22 ini
menerangkan bahwa semua bencana dan malapetaka yang menimpa permukaan bumi,
seperti gempa bumi, banjir dan bencana alam yang lain serta bencana yang
menimpa
6
manusia, seperti kecelakaan, penyakit dan sebagainya telah
ditetapkan akan terjadi sebelumnya
dan tertulis di Lohmahfuz, sebelum Allah SWT menciptakan
makhluk Nya.
Hal ini berarti tidak ada suatupun yang terjadi di alam ini yang luput dari pengetahuan Allah dan tidak tertulis di Lohmahfuz.
Hal ini berarti tidak ada suatupun yang terjadi di alam ini yang luput dari pengetahuan Allah dan tidak tertulis di Lohmahfuz.
Ditakhrijkan oleh Al
Hakim dan dinyatakan sebagai hadis sahih dari Abu Hasan bahwa telah datang
dua orang kepada Aisyah, mengatakan, bahwa Abu Hurairah menyampaikan bahwa Nabi
Muhammad saw pernah bersabda: "Nasib itu hanyalah ditentukan oleh wanita,
binatang melata, dan rumah". Aisyah menjawab; "Demi Tuhan Yang
menurunkan Alquran kepada Abu Qasim saw, tidak pernah ia mengatakan yang
seperti ini, ia hanya pernah mengatakan: "Orang-orang Arab Jahiliah dahulu
mengatakan, 'Nasib itu hanyalah ditentukan oleh wanita, binatang melata dan
rumah'". Kemudian `Aisyah membaca ayat ini.
Ayat ini memperingatkan sebahagian kaum muslimin yang masih percaya kepada tenung, suka meminta sesuatu kepada kuburan yang dianggap keramat, menanyakan sesuatu yang akan terjadi kepada dukun dan sebagainya. Hendaklah mereka hanya percaya kepada Allah saja, karena hanyalah Dia yang menentukan segala sesuatu. Mempercayai adanya kekuatan-kekuatan gaib yang lain selain dari kekuatan Allah termasuk memperserikatkan Nya dengan makhluk ciptaan Nya dan berarti tidak percaya kepada tauhid rububiyah yang ada pada Allah.
Pada ayat 23
ini Allah SWT menyatakan sebab Dia mengatakan seperti tersebut ayat di
atas yaitu menetapkan segala sesuatu peristiwa atau kejadian sebelum wujudnya,
agar manusia bersabar menerima cobaan Allah. Cobaan Allah itu adakalanya berupa
kesengsaraan dan malapetaka, adakalanya berupa kesenangan dan kegembiraan.
Karena itu janganlah terlalu bersedih hati menerima kesengsaraan dan malapetaka
yang menimpa diri, sebaliknya jangan pula terlalu bersenang hati dan bergembira
menerima Sesuatu yang menyenangkan hati. Sikap yang paling baik ialah bersabar
menerima bencana dan malapetaka yang menimpa serta bersyukur kepada Allah atas
setiap menerima nikmat yang dianugerahkan Nya.
Ayat ini bukanlah maksudnya melarang kaum Muslimin bergembira dan bersedih hati, tetapi maksudnya ialah melarang kaum Muslimin bergembira dan bersedih hati dengan berlebih-lebihan.
Berkata 'Ikrimah: "Tidak ada seorang pun melainkan ia dalam keadaan sedih dan gembira, tetapi hendaklah ia menjadikan kegembiraan itu sebagai tanda bersyukur kepada Allah dan kesedihan itu sebagai tanda bersabar".
Pada akhir ayat ini ditegaskan bahwa orang yang terlalu gembira menerima sesuatu yang menyenangkan hatinya dan terlalu bersedih hati menerima bencana yang menimpanya adalah orang yang pada dirinya terdapat tanda-tanda bakhil dan angkuh, seakan-akan ia hanya memikirkan kepentingan dirinya saja. Dan Allah SWT menyatakan bahwa Dia tidak menyukai orang-orang yang mempunyai sifat-sifat bakhil dan angkuh itu.
5.
Surah AN NISA : 78-79
7
“Di
mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam
benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka
mengatakan:` Ini adalah dari sisi Allah `, dan kalau mereka ditimpa sesuatu
bencana mereka mengatakan:` Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad) `.
Katakanlah:` Semuanya (datang) dari sisi Allah `.Maka mengapa orang-orang itu
(orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun”(QS.
4:78)
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah
dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu
sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah
Allah menjadi saksi.”(QS. 4:79)
Pada ayat 78 ini Allah menerangkan bahwa maut
(mati) itu adalah suatu hal yang pasti datangnya tidak seorangpun yang daPada
ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak akan menunda kematian seseorang
apabila telah sampai ajalnya. Oleh karena itu bersiap siaplah untuk menghadapi
maut itu.pat lepas dari padanya di manapun dia berada meskipun berlindung di
dalam benteng yang kokoh kuat.
Pada ayat 79
ini Allah menegaskan lagi dari segi kesopanan bahwa sesuatu yang baik yang
diperoleh seseorang hendaklah dikatakan datangnya dari Allah dan malapetaka
yang menimpa seseorang itu hendaklah pula dikatakan datangnya dari dirinya
sendiri, mungkin pula karena disebabkan kelalaiannya atau kelalaian orang lain
apakah dia saudara, sahabat dan tetangga.
6. Surah AL
MUNAFIQUN : 11
Dan
Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang
waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.(QS.
63:11)
8
Pada
ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak akan menunda kematian seseorang
apabila telah sampai ajalnya. Oleh karena itu bersiap siaplah untuk menghadapi
maut itu.
7. Surah AL FURQON :
17
Dan
(ingatlah) suatu hari (ketika) Allah menghimpunkan mereka beserta apa yang
mereka sembah selain Allah, lalu Allah berkata (kepada yang disembah):` Apakah
kamu yang menyesatkan hamba-hamba-Ku itu, atau mereka sendirikah yang sesat
dari jalan (yang benar)? `(QS. 25:17)
Pada Hari Kiamat orang-orang musyrik yang
menyembah sembahan-sembahan selain Allah dikumpulkan bersama-sama dengan
sembahan-sembahan mereka. Lalu Allah mengemukakan pertanyaan-pertanyaan kepada
sembahan-sembahan itu. Benarkah kamu dahulu di dunia menyuruh mereka itu
menyembahmu sehingga mereka telah sesat dari jalan yang benar.
Mempersekutukan-KU denganmu sekalian sehingga mereka mengingkari
ajaran-ajaran-ku dan ajaran-ajaran Rasul-Ku.
8. Surah
‘ABASA : 23
Sekali-kali
jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya,(QS.
80:23)
Ayat 23 memperingatkan seluruh manusia: Sekali-kali jangan! Yakni jangan
angkuh dan jangan kafir! Atau "Hati-hatilah!" Ayat 23 menjelaskan
sebabnya, yakni karena dia belum menuntaskan tugasnya yang diperintahkan Allah
sejak dia mukallaf/ dewasa sampai kematiannya.
9. Surah AR RA’D :
26
Allah
meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka
bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding
dengan) kehidupan akhirat hanyalah kesenangan (yang sedikit).(QS. 13:26)
9
Allah melapangkan dan menyempitkan rezeki
hamba-Nya itu adalah berdasarkan hikmah-Nya serta pengetahuan-Nya tentang
masing-masing hamba-Nya itu. Allah menganugerahkan rezeki yang banyak kepada
hamba-Nya yang kafir kepada-Nya. Dan sebaliknya, kadang Allah menyempitkan
rezeki bagi hamba yang beriman kepada-Nya untuk menambah pahala yang kelak akan
mereka peroleh di akhirat.
10. Surah AL QAMAR : 49
Sesungguhnya
Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.(QS. 54:49)
Ayat ini menerangkan bahwa seluruh makhluk yang ada ini
adalah ciptaan Tuhan, diciptakan Nya menurut kehendak dan ketentuan Nya
disesuaikan dengan hukum-hukum yang ditetapkan Nya untuk alam semesta ini, yang
terkenal dengan sunatulkaun (undang-undang alam) Dalam ayat lain yang bersamaan
maksudnya Allah berfirman:
Artinya:
Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.
(Q.S. Al-Furqan: 2)
dan sesuai pula dengan ayat:
Artinya:
Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan, d an menyempurnakan (ciptaan Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.
(Q.S. Al-A'la: 1-3)
10
TAFSIR
AYAT-AYAT TENTANG QADHA DAN QADAR
Kajian Surat
al-An’am/6: 2-3 dan Kajian Surah at-Taubah/9: 51
Oleh : Nanda Rahmad
A. Teks Ayat
1. Q.S al-An’am
ayat : 2-3
uqèd Ï%©!$# Nä3s)n=yz `ÏiB &ûüÏÛ ¢OèO #Ó|Ós% Wxy_r& ( ×@y_r&ur !K|¡"B ¼çny0YÏã ( ¢OèO óOçFRr& tbrçtIôJs? ÇËÈ uqèdur ª!$# Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# Îûur ÇÚö F{$# ( ãNn=÷èt öNä.§Å öNä.tôgy_ur ãNn=÷ètur $tB tbqç7Å¡õ3s? ÇÌÈ
2. Q.S
at-Taubah ayat : 51
@è% `©9 !$uZu;9ÅÁã wÎ) $tB |=tF2 ª!$# $uZs9 uqèd $uZ9s9öqtB 4 n?tãur «!$# È@2uqtGuù=sù cqãZÏB÷sßJø9$# ÇÎÊÈ
B. Terjemahan al-Ayat
1. Terjemahan
Q.S al-An’am ayat : 2-3
“Dia-lah
yang menciptakanmu dari tanah, sesudah itu ditentukan ajal (kematian)mu dan ada
lagi satu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisi-Nya (hanya
Dia yang mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit
itu). Dan Dia-lah Allah (yang diibadahi), baik di langit maupun di bumi; Dia
mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan, dan mengetahui
(pula) apa yang kamu usahakan.”
2. Terjemahan
Q.S at-Taubah ayat : 51
“Katakanalah
: ‘Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh
Allah bagi kami. Dia pelindung kami dan hanya kepada Allah orang-orang mukmin
harus bertawakal.”
C. Makna Ijmali
1. Makna Ijmali
Q.S al-An’am ayat : 2-3
Semua umat manusia, bahkan seluruh makhluk dan jagat
raya beserta isinya merupakan ciptaan Allah SWT. Allah menciptakan manusia dari
tanah sebagai tanda bahwa manusia itu akan kembali ke tanah pula. Dalam
kehidupan hamba-Nya, Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbuat
sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri. Namun, kebebasan tersebut haruslah
sejalan dan sesuai dengan perintah dari Allah. Sebab Allah-lah yang mengatur
segala sesuatunya. Beberapa hal yang sudah di atur dan menjadi ketetapan Allah
yang tidak dapat dinegosiasikan lagi dalam kehidupan makhluk ciptaannya seperti
kapan seseorang lahir, siapa jodohnya, kapan dia akan mati (sampai ajalnya)
bahkan sampai hari kebangkitan pun sudah menjadi ketetapan-Nya.
Apapun yang ada pada diri manusia baik yang
diperlihatkan maupun yang disembunyikan, semuanya tak luput dari Allah. Tak
satu hal pun yang tidak Allah ketahui, meski hal tersebut berukuran sangat
kecil dan disembunyikan dengan rapat. Allah pun Maha Mengetahui segala sesuatu
yang tidak diketahui hamba-Nya. Akan hal demikian patutlah kita sebagai ciptaan
Allah mengimani ketetapan-Nya dan senantiasa beribadah dengan sungguh-sungguh
kepada-Nya. Jangan sekalipun manusia meragukan akan ketentuan yang telah Allah
gariskan kepada seluruh ciptaan-Nya.
2. Makna Ijmali
Q.S at-Taubah ayat : 51
Selaku manusia yang hanya mampu berdiri, bernafas, dan
bernyawa atas kehendak, kasih sayang serta anugerah Allah, sangatlah patut kita
untuk senantiasa bersyukur dan memuji Allah. Dalam kehidupan sehari-hari, tak
ayal manusia sering melewati banyak masalah atau urusan yang memekik. Baik
masalah kecil maupun masalah besar. Namun manusia harus selalu memohon ampun
dan meminta perlindungan kepada Allah. Sebab hanya Allah yang mampu menolong hamba-Nya.
Dan manusia harus yakin bahwa setiap cobaan, baik berupa masalah atau ujian itu
semua datang dari Allah untuk menguji keimanan hamba-hamba yang disayangi-Nya.
D. Pengertian
Istilah
Arti qadha dan qadar kita pahami secara umum adalah
sebagai peraturan dan ketetapan umum yang diciptakan Allah kepada makhluk
ciptaannya. Isu yang hangat diperkatakan
tentang qadha dan qadar ialah, apakah tindak-tanduk manusia juga telah
ditetapkan sejak dari azali? Said Sabiq didalam kitabnya Al-Aqaid Al-Islamiyah berkata : “Imam Al-Khathabi berkata : ‘Banyak
orang mengira qadha dan qadar adalah pemaksaan Allah kepada hamba-Nya dan
manusia hanya mengikut apa yang telah ditetapkan oleh Allah kepadanya.
Sebenarnya pandangan yang demikian adalah salah karena takdir merupakan
ketetapan Allah berdasarkan ilmu Allah yang Maha Mengetahui tentang semua
kejadian yang terjadi yang berhubungan dengan semua perkara.’
Qadha dan qadar juga dikatakan sebagai hukum
sebab-musabab atau sebab-akibat. Sedangkan hukum sebab-musabab atau sebab-akibat
adalah takdir. Qadha adalah takdir atau ketetapan yang dapat di tolak,
dihindari atau di ubah dengan takdir yang lain oleh manusia. Misalnya, takdir
lapar dapat di ubah dengan takdir kenyang dengan cara makan, takdir mengantuk
dapat di ubah dengan cara tidur, takdir bodoh akan menjadi takdir pintar dengan
cara belajar, takdir miskin dapat di ubah menjadi takdir kaya dengan usaha dan
kerja keras, dan lain sebagainya. Sedangkan qadar adalah takdir atau ketetapan
yang tidak dapat di ubah sama sekali. Bahkan manusia tidak tahu kapan akan
datangnya takdir ini. Contoh, kematian seseorang, datangnya jodoh, kelahiran,
malam tidak boleh mendahului siang, siang tidak boleh mendahului malam, atau
hal-hal yang tidak dapat diganggu gugat, negosiasi, di hindari apalagi di tolak
lainnya.
Hal-hal yang demikian itu adalah pertanda bahwa meski
Allah menetapkan ketentuan bagi ciptaannya, tetapi Allah sama sekali tidak
pernah mengikat atau menzalimi hambanya. Semisal takdir yang tidak dapat di
ubah pun kalau manusia ingin mengubahnya, maka Allah akan mengabulkan
keinginannya. Sebagai contoh kematian. Seseorang tidak tahu kapan kematiannya
tiba, bahkan ia tidak dapat mengelak kematian itu. Akan tetapi jika seseorang
menginginkan kematian yang lebih cepat dari yang sudah ditentukan oleh Allah,
maka Allah pun akan mengizininya. Misalnya ingin mati cepat dengan cara bunuh
diri. Namun yang perlu digaris bawahi ialah, seseorang tidak akan bisa menunda
atau mengelak dari kematiannya, akan tetapi seseorang bisa saja mempercepat
kematiannya seperti dengan cara bunuh diri, dan itupun jika Allah mengizinkan.
E. Tafsir al-Ayat
1. Tafsir Q.S
al-An’am ayat : 2-3
Firmannya, ûüÏÛ `ÏiB Nä3s)n=yz Ï%©!$# qèd “Dia-lah yang menciptakanmu dari tanah,” yakni bapak
mereka, yaitu Adam As. yang merupakan asal manusia. Darinyalah manusia-manusia
lain lahir, lalu besar di timur dan di barat[1][1]. Tanah
adalah bagian daripada bumi. Sesudah semua langit dan bumi diciptakan entah
berapa tahun sesudahnya, barulah manusia diciptakan. Bahwasanya manusia diambil
daripada bagian bumi yang telah ada itu, yaitu tanah. Sebagaimana kepercayaan
kita, manusia pertama yang diciptakan oleh Allah adalah Adam. Maka “bahan”
dasar pembuatan Adam tersebut adalah tanah. Meskipun sebagian ilmuan
mengingkari manusia pertama adalah Adam, namun mereka tak dapat memungkiri
bahwa sanya teori yang mereka katakan tersebut adalah salah besar. Ada yang
mengatakan hayat pertama berasal dari “lumut”[2][2], namun jika
ditela’ah lebih dalam lumut itu tidak lain berasal dari bumi, yaitu tanah yang
tumbuh menjadi lumut.[3][3]
Lalu, çny0YÏã !K|¡"B ×@y_r&ur xy_r& #Ó|Ós% OèO “Sesudah
itu ditentukan ajal (kematian)mu, dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan yang
ada pada sisi-Nya (hanya Dia yang mengetahui),” maka
manusia yang telah diciptakan itu kemudian ditentukan ajal, janji dan jangka
hidupnya oleh Allah. Dari tanah manusia itu diciptakan lalu di beri nyawa.
Nanti datanglah waktunya dan janjinya, kapan manusia itu mati, bercerai
nyawanya dengan raga dan badannya, setelah itu dia pun kembali ketempat asalnya
yaitu tanah. Baik dikubur ke perut bumi maupun dibakar jadi abu.
Sa’id bin Jubir menuturkan dari Ibnu ‘Abbas xy_r& #Ó|Ós% OèO “Sesudah
itu ditentukan ajal (kematian)mu,” yakni akhir kehidupan seseorang.
Adapun firman selanjutnya ny0YÏã !K|¡"B ×@y_r&ur “dan ada
lagi suatu ajal yang ditentukan yang ada pada sisi-Nya (hanya Dia yang
mengetahui),” yakni di akhirat. Demikian pula diriwayatkan dari
Mujahid, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, al-Hasan, Qatadah, adh-Dhamak, Zaid bi
Aslam,’Athiyyah, as-Suddi, Muqatil bin Hayan, dan lainnya[4][4].
Maka yang dimaksud adalah penetapan takdir ajal yang
khusus, yaitu umur setiap orang, dan ajal yang satunya lagi takdir yang
bersifat umun, yaitu umur dunia secara keseluruhan, lalu berakhir dan lenyaplah
dunia dan pindah dari alam dunia menuju alam akhirat. Sedangkan makna çny0YÏã “Pada sisi-Nya,” adalah tidak
ada yang Maha Mengetahui kecuali Allah. Sebagai mana firmannya Q.S al-A’raaf
ayat : 187
y7tRqè=t«ó¡o Ç`tã Ïptã$¡¡9$# tb$r& $yg8yóßD ( ö@è% $yJ¯RÎ) $ygãKù=Ïæ y0ZÏã În1u ( w $pkÏk=pgä !$pkÉJø%uqÏ9 wÎ) uqèd 4 ôMn=à)rO Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚö F{$#ur 4 w ö/ä39Ï?ù's? wÎ) ZptGøót/ 3 y7tRqè=t«ó¡o y7¯Rr(x. ; Å"ym $pk÷]tã ( ö@è% $yJ¯RÎ) $ygßJù=Ïæ y0ZÏã «!$# £`Å3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w tbqßJn=ôèt ÇÊÑÐÈ
“Sesungguhnya
pengetahuan tentang Kiamat itu ada pada sisi Rabb-ku; tidak ada seorang pun
yang bisa menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia,” dan
sebagaimana firman-Nya lagi Q.S an-Naazi’aat ayat : 42-44
y7tRqè=t«ó¡o Ç`tã Ïptã$¡¡9$# tb$r& $yg9yöãB ÇÍËÈ tLìÏù |MRr& `ÏB !$yg1tø.Ï ÇÍÌÈ 4 n<Î) y7În/u !$yg9pktJYãB ÇÍÍÈ
“Mereka
(orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari berbangkit
kapankah terjadinya? Siapa kamu (sehingga) dapat menyebutkan (waktunya)? Kepada
Rabb-mulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya).”
Kemudian, tbrçtIôJs? OçFRr& ¢OèO “Kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang hari
bangkit itu).” As-Suddi
menafsirkan bahwa “Kalian ragu tentang adanya perkara kiamat.”
Ayat ini (ayat : 2) menceritakan tentang wujud
manusia, yang merupakan wujud kedua setelah alam semesta dan setelah fenomena
gelap dan cahaya. Wacana tentang kehidupan manusia di alam semesta yang beku
itu, yang dihasilkan dari adonan tanah yang gelap untuk kemudian memasuki
cahaya kehidupan yang penuh pernak-pernik gemerlapan. Sehingga, pembicaraan itu
menjadi amat selaras dengan penghadapan antara kegelap dan cahaya,
dalam susunan redaksional yang indah[5][5].
Di samping itu, ada wacana lain yang turut
menyertainya, yaitu, wacana tentang ajal
pertama yang mengantarkannya kepada kematian
serta ajal kedua yang mengantarkannya
pada kebangkitan. Itu adalah dua
wacana yang saling berhadapan, antara diam dan gerak. Diantara dua hal
tersebut, terdapat jarak yang amat jauh dari sisi substansinya maupun dari sisi
zamannya.
Secara logis, seharusnya perkara tersebut mengantarkan
hati manusia kepada keyakinan terhadap kekuasaan dan ketetapan Allah. Namun
orang-orang yang menjadi audiens ayat ini malah menjadi ragu-ragu dan sama
sekali tidak mendapatkan keyakinan, seperti dijelaskan “kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).” Ialah
orang yang jiwanya masih gelap tadi, yang masih kufur dan musyrik. Mereka masih
ragu-ragu karena fikiran mereka tidak jalan. Padahal kalau mereka mau berfikir
tidaklah mereka menolak ajal yang kedua
tersebut[6][6].
Selanjutnya, dalam ayat berikutnya, “Dan Dia-lah Allah (yang diibadahi), baik di
langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang
kamu lahirkan, dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahaka,.” yakni, Dia
(Allah)-lah tempat memohon doa, baik yang ada di langit maupun yang ada di
bumi. Artinya, Dia-lah yang diibadahi, ditauhidkan, dan diakui sebagai
sesembahan oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi. Penafsiran yang
demikian didukung pula oleh Q.S az-Zukhruf ayat : 84
uqèdur Ï%©!$# Îû Ïä!$yJ¡¡9$# ×m»s9Î) Îûur Äßö F{$# ×m»s9Î) 4 uqèdur ÞOÅ3ptø:$# ÞOÎ=yèø9$# ÇÑÍÈ
“Dan Dia-lah Illah (yang diibadahi) di
langit dan Illah (yang diibadahi) di bumi.”
Maksudnya, Dia-lah Illah (sesembahan) makhluk-mahkluk
yang ada di langit dan makhluk-makhluk yang ada di bumi. Dia mengetahui apa
yang kalian (makhluk-makhluk-Nya) rahasiakan dan apa yang makhluk-mahkluk-Nya
tampakkan. Kemudian tbqç7Å¡õ3s? $tB ãNn=÷ètur “Dan Dia
mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan,” maksudnya, amal manusia, baik amal
baik maupun amal buruk.[7][7]
Dalam ayat ini seperti diunggkapkan Sayyid Quthb dalam
buku dan jilid yang sama, merangkum penegasan uluhiyah Allah dalam alam semesta dan kehidupan manusia. Yang
menciptakan langit dan bumi beserta seluruh isinya adalah Allah SWT yang
disembah di langit dan di bumi pula. Dia-lah yang memegang status uluhiyah di kedua tempat itu. Semua
tanda-tanda uluhiyah Allah terlihat
di kedua tempat itu. Misalnya ketundukan
kepada namus (aturan) yang telah
digariskan oleh Allah di kedua tempat itu. Seperti ketundukan kedua tempat itu
kepada Allah. Seharusnya, seperti itu pula kehidupan manusia. Sebab manusia
juga merupakan makhluk ciptaan Allah, sebagai mana Allah menciptakan langit,
bumi dan isinya.
Adonan utama penciptaan Manusia adalah tanah yang merupakan bagian dari bumi.
Potensi-potensi yang dimilikinya yang membuat manusia itu layak disebut
manusia, yang demikian itu adalah anugerah dari Allah. Patutlah manusia tunduk
dengan ridha dan terpaksa dari segi bangun tubuhnya terhadap aturan Allah yang
telah digariskan baginya.
Keberadaan dan kehadiran seorang manusia dalam hidup
ini adalah semata atas ketentuan dan kehendak Allah. Bukan atas dasar kehendak
Bapak-Ibunya. Manusia bisa saja bersetubuh untuk berkembangbiak, akan tetapi
tidak memiliki kekuasaan apa-apa terhadap janin yang dikandung. Oleh karena
itu, seyogyanyalah manusia mengikuti namus
Allah dalam kehidupannya.
2. Tafsir Q.S
at-Taubah ayat : 51
Pada ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada
Rasulullah SAW agar menjawab tantangan orang-orang munafik yang senang di kala
beliau dan sahabat-sahabatnya ditimpa kesulitan dan bencana serta merasa sesak
dada di kala beliau dan sahabat-sahabatnya memperoleh nikmat dengan ucapan :
“Apa yang menimpa diri kami dan apa yang kami peroleh dan kami alami adalah
hal-hal yang diatur dan ditetapkan oleh Allah SWT, yaitu hal-hal yang telah
tercatat di Lauh Mahfudz sesuai
dengan sunnah-Nya yang berlaku pada hamba-Nya, baik kenikmatan kemenangan
maupun bencana kekalahan. Segala sesuatunya terjadi sesuai dengan qadha dan
qadar dari Allah SWT dan bukanlah menurut kemauan atau kehendak manusia
manapun. Allah SWT., pelindung satu-satunya dan kepada Dia-lah kami bertawakal
dan berserah diri[8][8].
@è% “Katakanlah,” yakni Allah
menyuruh hambanya kepada mereka, yaitu orang-orang musyrik dan munafik yang
mengingkari ketentuan Allah, $uZs9 ª!$# |=tF2 $tB wÎ) !$uZu;9ÅÁã `©9 “Sekali-kali tidakkan menimpa kami kecuali apa yang telah ditetapkan oleh
Allah bagi kami.” Maksudnya,
kami (manusia) berada dalam kehendak dan ketentuan Allah. $uZ9s9öqtBqèd “Allah-lah
pelindungkami,” yaitu,
pemandu dan tempat kembali kami (manusia).[9][9]
Setelahnya, cqãZÏB÷sßJø9$# È@2uqtGuù=sù !$# n?tãur ”Dan hanya kepada-Nya-lah orang-orang mukmin harus bertawakkal,” yakni, dan kami (manusia)
bertawakkal kepada-Nya, Allah-lah yang mencukupi kami (manusia) dan Allah-lah
sebaik-baik pelindung[10][10].
Atau dapat ditafsirkan, Katakanlah : “Kami (orang beriman) tidak akan berucap seperti
ucapan kalian (orang musyrik) karena kami yakin bahwa siapa pun tidak mampu
mendatangkan mamfaat atau menapik kemudharatan kecuali atas izin dan restu
Allah SWT[11][11]., tetapi
kami akan mengucap bahwa, sekali-kali
tidak akan ada yang menimpa kami,
positif atau negatif pada lahirnya melainkan
apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami.
Sebab seorang mukmin sadar bahwa apapun ketetapan
Allah pasti baik dan bermamfaat – kalau ketetapannya baik, maka ia bersyukur,
dan jika ketetapannya sebaliknya ia bersabar dan terus bertawakal dan yakin
bahwa Allah sedang menguji imannya. Oleh karenannya lanjutkan ucapan sesuai
dalam lanjutan ayat ini yaitu, Dia saja pelindung kami yang selalu dekat dengan
kami, sehingga dengan cepat dan mudah Allah menampik keburukan atas kami, dan hanya kepada Allah tidak kepada
siapa pun, orang-orang mukmin harus
bertawakkal, yakni berserah diri setelah usahanya maksimal.
Dalam ayat ini Allah telah menetapkan akan memberi
pertolongan kepada kaum mukmin dan berjanji akan memberikannnya (kemenangan)
kepada mereka pada akhirnya. Maka, bagaimanapun mereka ditimpa kesulitan dan
mendapat cobaan, yang demikian itu adalah persiapan untuk mendapatkan
pertolongan yang dijanjikan itu. Juga agar kemenangan diperoleh oleh kaum
mukmin dengan jelas, sesudah terlebih dahulu mereka di uji dengan cara-cara
yang dikehendaki oleh sunatullah. Pertolongan yang Allah berikan merupakan
pertolongan yang mahal, bukan murahan. Suatu kemuliaan yang dijaga oleh
jiwa-jiwa yang perkasa, yang siap menghadapi segala cobaan dan sabar melakukan
semua pengorbanan. Allah-lah yang menolong dan memberi bantuan dan hanya Allah
yang mampu melakukannya.
cqãZÏB÷sßJø9$# È@2uqtGuù=sù !$# n?tãur,”Dan hanya
kepada-Nya-lah orang-orang mukmin harus bertawakkal.” Percaya
kepada qadha dan qadhar Allah dan tawakkal secara total kepada-Nya[12][12], tidak
menghalangi orang untuk melakukan persiapan sesuai kemampuan yang dimiliki.
Dengan demikian, kami tidak pernah merasa putus asa di
kala ditimpa sesuatu yang tidak mengembirakan dan tidak merasa sombong dan
angkuh di kala memperoleh nikmat dan hal-hal yang menjadi cita-cita atau
impian.
F. Kesimpulan
Perbedaan antara qadha dan qadar adalah, jika qadha merupakan
takdir yang dapat di ubah dengan takdir lain, contohnya : takdir lapar dapat di
ubah dengan takdir kenyang dengan cara makan, takdir mengantuk dapat di ubah
dengan cara tidur, takdir bodoh akan menjadi takdir pintar dengan cara belajar,
takdir miskin dapat di ubah menjadi takdir kaya dengan usaha dan kerja keras,
dan lain-lain. Sedangkan qadar adalah ketatapan atau takdir yang sudah mutlak
dan tidak dapat di ganggu gugat, contoh: kematian seseorang, datangnya jodoh,
kelahiran, malam tidak boleh mendahului siang, siang tidak boleh mendahului
malam, dan lain-lain.
Adapun kaitannya dengan pendidikan adalah, seseorang
dapat merubah takdir bodohnya dengan cara belajar dan terus belajar. Jika
seseorang terlahir dalam keadaan bodoh, maka ia dapat merubah dirinya menjadi
pandai asalkan ia mau berusaha serta berikhtiar.
1. Kesimpulan
Q.S al-An’am ayat : 2-3
Berdasarkan uraian diatas mengenai kajian Surah
al-An’am, maka dapat di tarik beberapa kesimpulan pokok sebagai berikut:
Manusia
adalah makluk ciptaan Allah, yang diciptakan dengan “bahan dasar” berupa tanah.
Allah pula
yang menciptakan alam raya berserta isinya, serta tak lain dan tak bukan
Allah-lah yang patut untuk disembah dan diibadahi baik di bumi dan di langit.
Hal-hal yang
digambarkan oleh Allah dalam kajian Surah al-An’am memang berupa suatu
ketetapan yang tak dapat seorangpun mengatur bahkan mengetahuinya, seperti ;
kelahiran, datangnya ajal, dan hari kebangkitan namun, Allah menyuruh manusia
untuk menyakini akan datangnya hal-hal tersebut. Meskipun tak sedikit yang
mengingkari (ragu-ragu) akan hal itu.
Allah Maha
Mengetahui segalanya, baik hal yang tampak maupun yang tidak Nampak. Bahkan
sesuatu yang tidak diketahui manusia sekalipun.
Setiap
manusia hanya mampu berusaha dan berdoa, namun wajib menyerahkan hasilnya dari
usahanya kepada Allah.
2. Kesimpulan
Q.S at-Taubah ayat : 51
Tidak akan
menimpa seseorang kecuali apa yang telah diatur dan ditetapkan oleh Allah SWT
dan kepada Allah-lah bertawakal dan berserah diri orang-orang yang beriman.
Orang-orang
munafik merasa sangat kecewa dan menggerutu apabila Rasulullah beserta
sahabat-sahabatnya memperoleh kenikmatan dan sebaliknya, mereka merasa bahagia
dan senang jika Rasullullah dan sahabat-sahabatnya mengalami musibah.
Perlindungan
hanya pantas di serahkan kepada Allah serta orang mukmin harus bertawakal
kepada Allah.
Qadha dan
qadhar adalah ketetapan Allah yang tak dapat diganggugugat dan setiap manusia
harus mengimani serta selalu bertawakal akan ketetapan yang telah digariskan
oleh Allah kepadanya.
DAFTAR
PUSTAKA
‘Abdulmalik bin Muhammad bin’Abdurrahman bin Ishaq Alu
Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir jilid 3.
Jakarta: Pustaka Asy-Syafi’I, 1430 H / 2009 M.
Bustami A. ghani, dkk. Al Quran dan Tafsirnya. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1991.
Hamka. Tafsir al
Azhar, juzu’ 7. Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1983.
Imam Jalaluddin al-Mahali & Imam Jalaluddin
as-Suyuti. Tafsir Jalalain. Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2005.
M. Quraish Shihab. Tafsir
al-Misbah, vol. 5. Jakarta: Lentera hati, 2002.
Sayyid Quthb. Tafsir
Fi Zhilalil Quran di Bawah Naungan Al-Qur’an, jilid 4, Jakarta: Gema
Insani, 2004.
Sayyid Quthb, Tafsir
Fi Zhilalil Quran di Bawah Naungan Al-Qur’an, jilid 5. Jakarta: Gema Insani
Press, 2003.
Syaikh Shafiyyurahman al-Mubakfur. Terjemahan Shahih Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2006.
QADHA’ dan QADAR
Kajian Surat Ali
Imran/3: 145 dan surat Al-Nisa’/4: 78-79
A. Teks Ayat
1.
Surat Ali Imran/3: 145
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ
اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا
وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا
وَسَنَجْزِي
الشَّاكِرِينَ
2. Surat Al-Nisa’/4: 78-79
أَيۡنَمَا تَكُونُواْ يُدۡرِككُّمُ ٱلۡمَوۡتُ
وَلَوۡ كُنتُمۡ فِى بُرُوجٍ۬ مُّشَيَّدَةٍ۬ۗ وَإِن تُصِبۡهُمۡ حَسَنَةٌ۬
يَقُولُواْ هَـٰذِهِۦ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِۖ وَإِن تُصِبۡهُمۡ سَيِّئَةٌ۬
يَقُولُواْ هَـٰذِهِۦ مِنۡ عِندِكَۚ قُلۡ كُلٌّ۬ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِۖ فَمَالِ
هَـٰٓؤُلَآءِ ٱلۡقَوۡمِ لَا يَكَادُونَ يَفۡقَهُونَ حَدِيثً۬ا) ۷۸(
مَّآ أَصَابَكَ مِنۡ حَسَنَةٍ۬ فَمِنَ ٱللَّهِۖ وَمَآ
أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ۬ فَمِن نَّفۡسِكَۚ وَأَرۡسَلۡنَـٰكَ
لِلنَّاسِ رَسُولاً۬ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَہِيدً۬ا) ۷۹ (
B. Tarjamah
al-Ayat
1.
Surat Ali Imran/3: 145
Sesuatu yang bernyawa
tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang tertentu
waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya
pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan
(pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan Kami akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur. (QS. Ali Imran/3:145)[1]
2.
Surat Al-Nisa’/4: 78-79
Di mana saja kamu berada, kematian akan
mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan
jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi
Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan:
"Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah:
"Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu
(orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan
sedikitpun? (QS. Al-Nisa’/4: 78)
Apa saja nikmat yang
kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari
(kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap
manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (QS. Al-Nisa’/4: 79)[2]
C.
Makna Ijmali
Rukun iman yang keenam, atau tingkatan
kepercayaan yang paling akhir ialah qadha dan qadar. Ringkasan
kepercayaan ini ialah bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam alam
ini atau terjadi pada diri kita manusia sendiri, buruk dan baik, naik dan jatuh,
senang dan sakit, dan segala gerak-gerik hidup kita, semuanya tidaklah lepas
pada “taqdir” atau ketentuan Illahi. Tidak lepas dari pada qadar artinya jangka
yang telah tertentu, dan qadha artinya ketentuan. Qadha dan qadar selalu
berhubungan erat, qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah SWT sejak
zaman Azali. Sedangkan qadar
adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah SWT. Jadi hubungan antara qadha dan qadar
ibarat rencana dan perbuatan.
D. Pengertian
Istilah
Qadha menurut bahasa yaitu hukum, ketetapan,
perintah, kehendak, pemberitahuan, dan penciptaan. Sedangkan menurut istilah,
qadha ialah ketetapan Allah SWT sejak zaman Azali sesuai dengan
iradah-Nya, tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk ciptaan-Nya.
Qadar menurut bahasa yaitu kepastian, peraturan, dan ukuran. Sedangkan menurut
istilah, qadar adalah perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah SWT terhadap
semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya.
Sebenarnya, qadha dan qadar ini merupakan dua masalah yang saling berkaitan,
tidak mungkin satu sama lain terpisahkan oleh karena salah satu di antara
keduanya merupakan asas atau pondasi dari bangunan yang lain. Maka,
barangsiapa yang ingin memisahkan di antara keduanya, ia sungguh merobohkan
bangunan tersebut
Qadha dan qadar selalu berhubungan erat.
Qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah SWT sejak zaman Azali. Sedangkan qadar adalah kenyataan dari
ketentuan atau hukum Allah SWT.
Jadi hubungan antara qadha dan qadar ibarat rencana dan perbuatan.
Perbuatan Allah SWT berupa
qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan. Di dalam surat Al-Hijr ayat 21 Allah SWT berfirman : ”Dan
tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah khazanahnya, dan kami
tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu”.
Orang kadang
menggunakan istilah qadha dan qadar dengan satu istilah, yaitu qadar atau takdir. Jika ada orang
terkena musibah, lalu orang tersebut mengatakan, “sudah takdir”, maksudnya
qadha dan qadar.
Kita harus yakin dengan sepenuh hati
bahwa segala sesuatu yang terjadi kepada diri kita, baik yang baik maupun yang
buruk adalah kehendak Allah SWT. Sebagai seorang yang beriman, kita mesti
ikhlas menerima segala ketentuan Allah SWT atas apa yang ditentukannya kepada
diri kita.
Di dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
”Barangsiapa yang tidak ridha dengan qadha-Ku dan
qadar-Ku, dan tidak sabar
terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan
selain Aku. (H.R.Tabrani)
Takdir Allah SWT merupakan iradah atau kehendak Allah SWT. Oleh sebab itu takdir tidak
selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri kita sesuai
dengan keinginan kita, hendaklah kita beresyukur karena hal itu merupakan
nikmat yang diberikan Allah SWT kepada kita. Ketika takdir yang kita
alami tidak menyenangkan atau merupakan musibah, maka hendaklah kita terima
dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin, bahwa di balik musibah itu ada
hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya. Allah SWT maha mengetahui atas apa yang diperbuatnya.
Ø Macam-macam takdir
a.
Takdir Mua’llaq
Takdir mua’llaq yaitu takdir yang erat kaitannya dengan
ikhtiar manusia. Sebagai contoh yaitu orang yang memiliki cita-cita. Dan untuk
mencapai cita-citanya tersebut dia terus menerus berusaha agar cita-citanya
tersebut tercapai, dan kemudian apa yang dia cita-citakan tercapai. Dalam hal
ini Allah SWT berfirman : “……Sesungguhnya
Allah SWT tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan
mereka sendiri……”(Q.S. Ar-Rad : 11)
b.
Takdir Mubram
Takdir mubram takdir yang terjadi pada diri manusia
dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia.
Contoh. Ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan
kulit hitam sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.
E.
Asbab al-Nuzul
·
Surat Ali Imran/3: 145
1.
Asbabun nuzul ayat ini berhubungan dengan asbabun nuzul ayat sebelumnya
yaitu “Dan Muhammad hanyalah seorang rasul;...” Ibnu Munzir
meriwayatkan dari Umar, dia berkata “ ketika peperangan Uhud, kami berpisah
dengan Rasulullah. Lalu saya mendaki Gunung Uhud, disana saya mendengar
orang-orang berkata. ‘Muhammad telah terbunuh’. Maka saya membatin, “ tak
seorangpun mengatakan bahwa Muhammad telah terbunuh kecuali akan saya bunuh ”
Ketika saya perhatikan ke bagian bawah Gnung Uhud, saya melihat
Rasulullah dengan orang-orang sedang kembali. Lalu turun firman Allah, ‘Dan
Muhammad hanyalah seorang rasul;...”.
2. Ibnu
Abi Hatim meriwayatkan dari ar-rabi’, dia berkata “ketika kekalahan menimpa
orang-orang muslim dan mereka berteriak-teriak memanggil Rasulullah,
orang-orang berkata, ‘Rasulullah telah terbunuh.’ Maka sekelompok orang
berkata, ‘seandainya dia seorang nabi, tentu tidak akan terbunuh.’ Dan
sekelompok orang lainnya berkata, ‘berperanglah demi sesuatu untuknya Nabi
kalian berperang, hingga Allah memenangkan kalian atau kalian menyusul beliau.’
Lalu Allah menurunkan firmannya ‘Dan Muhammad hanyalah seorang rasul;...”.
· Surat
Al-Nisa’/4: 78-79
Seperti halnya asbabun nuzul ayat diatas, sebab-sebab turunnya ayat ini
masih berhubungan dengan ayat sebelumnya yaitu mengenai keengganan beberapa
sahabat untuk berperang. An-Nasa’i dan Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas
bahwa Abdurrahman bin Auf dan beberapa rekannya mendatangi Nabi saw, lalu
mereka berkata “ Wahai nabi allah ketika kami masih musyrik, kami adalah
orang-oarang yangn mulia. Namun ketika kami beriman, kami menjadi orang-orang
yang hina.” Rasul pun bersabda “sesungguhnya akau diperintahkan untuk
memaafkan. Maka jangan kalian perangi orang-orang musyrik itu.” Ketika Beliau
hijrah ke Madinah, Beliau diperintahkan untuk memerangi musuh, Namun
orang-orang tadi (Abdurrahman bin Auf dkk.) enggan melakukannya. Maka turunlah
firman Allah “Tidakkan engkau memperhatikan orang-orang yang dikatakan kepada
mereka, “Tahanlah tanganmu (dari berperang),...” hingga akhir ayat.
F.
Tafsir al-Ayat
1.
Surat Ali Imran/3: 145
Al-Biqa’i menghubungkan ayat ini dengan
ayat sebelumya dengan berkata bahwa kematian pimpinan pendukung-pendukung suatu
agama tidak wajar dijadikan sebab untuk mengelak dari pertempuran dan
meninggalkan medannya, kecuali jika kematian itu terjadi tanpa izin Tuhan,
pemilik agama itu.[3] Di sisi
lain , meninggalkan medan perang tidak akan ada manfaatnya kecuali jika itu
menjadi sebab keselamatan. Kalau tidak demikian, dalam arti kalau kematiannya
tidak dapat terjadi kecuali atas izin-Nya, dan lari dari medan perang tidak
menjadi sebab panjang atau pendeknya usia, maka apa yang dilakukan oleh
sebagian peserta perang Uhud adalah sesuatu yang sangat tidak pada tempatnya. Inilah
pesan yang dikandung dalam ayat ini, yakni sesuatu yang bernyawa makhluk
apa pun ia, dan setinggi apa pun kedudukannya dan kemampuannya tidak akan
mati dengan satu dan lain sebab melainkan dengan izin Allah, yang
memerintahkan kepada malaikat maut untuk mencabut nyawanya, sebagai
ketetapan yang telah ditentukan waktunya sehingga tidak akan bertambah usia
itu dengan lari dari peperangan tidak juga berkurang bila bertahan dan
melanjutkan perjuangan.
Firman-Nya: ( وَمَا كَانَ )
dari segi bahasa pada mulanya berarti tidak wajar. Ketika kata itu
dikaitkan dengan kematian satu jiwa ( لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ ), maka
terjemahannya secara harfiah adalah “Tidak wajar satu jiwa mati ..” redaksi ini
menimbulkan pertanyaan, karena jika anda berkata: “Tidak wajar yang ini”, maka
akan timbul pertanyaan, “Apa yang wajar?” dan ketika itu terkesan adanya
pilihan. Nah, sekali lagi timbul pertanyaan: “Apakah ada yang wajar atau tidak
wajar untuk menentukan datangnya kematian? Adakah pilihan bagi seseorang
menyangkut kematian?” Tentu saja jawabannya: “Tidak ada!” Jika demikian,
mengapa ayat ini berbunyi seperti itu? Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi memberi
jawaban sebagai berikut: “Seandainya ada seseorang yang akan membunuh dirinya ,
maka dia tidak akan mati (walau usahanya telah maksimal) kecuali sudah izin
Allah kepada malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Kalau yangn mau membunuh
diri saja tidak dapat mati kecuali seizin-Nya, maka lebih-lebih mereka yang
memelihara dirinya. Hal tersebut demikian, karena ajal telah ditentukan Allah,
dan dengan demikian, tidak wajar seseorang menghindar dari peperangan karena
takut mati.”[4]
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ
أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا
Allah menyatakan: "semua yang bernyawa tidak akan mati melainkan
dengan izin-Nya, tepat pada waktunya sesuai dengan yang telah ditetapkan-Nya”.
Artinya persoalan mati itu hanya di tangan Tuhan, bukan di tangan siapa-siapa
atau di tangan musuh yang ditakuti. Dalam hal ini keimanan terhadap qadha’ dan
qadar sangatlah diperlukan, karena jika kita meyakini tentang qadha’ dan qadar
tentu kita akan berserah diri kepada Allah tentang urusan yang sudah pasti
urusan Allah yaitu salah satunya adalah tentang ajal. Ayat Ini merupakan
teguran kepada orang-orang mukmin yang lari dari medan perang Uhud karena takut
mati, dan juga merupakan petunjuk bagi setiap umat Islam yang sedang berjuang
di jalan Allah seterusnya Allah memberikan bimbingan kepada umat Islam
bagaimana seharusnya berjuang di jalan Allah dengan firman-Nya:
وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا
وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا
Artinya:
Barang siapa menghendaki pahala dunia,
niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa yang
menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula)kepadanya pahala akhirat.(Q.S Ali Imran: 145)
Ini
berarti setiap orang Islam harus meluruskan dan membetulkan niatnya dalam
melaksanakan setiap perjuangan. Kalau niatnya hanya sekadar untuk memperoleh
balasan dunia, biar bagaimanapun besar perjuangannya maka balasannya hanya
sekadar yang bersifat dunia saja. Dan barang siapa yang niatnya untuk mendapat
pahala akhirat, maka Allah akan memberikannya dan juga memberikan bagian dari
dunia kepadanya. Sebagaimana Allah SWT telah berfirman: “Barangsiapa
menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia
itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami
tentukan baginya Neraka Jahannam; ia memasukinya dalam keadaan tercela dan
terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha kearah
itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah
orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.”(QS. al-Israa’: 18-19)
Oleh
karena itu, di sini Allah berfirman وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ “Dan
Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” Maksudnya,
Allah akan memberikan karunia dan rahmat, di dunia dan akhirat sesuai dengan
rasa syukur dan amal mereka.
2.
Surat Al-Nisa’/4: 78-79
أَيۡنَمَا تَكُونُواْ
يُدۡرِككُّمُ ٱلۡمَوۡتُ وَلَوۡ كُنتُمۡ فِى بُرُوجٍ۬ مُّشَيَّدَةٍ۬
“dimana saja
kamu berada, kematian akan mendapatkanmu, kendatipun kamu di dalam benteng yang
tinggi lagi kokoh”. Yaitu kalian pasti akan menuju kematian, tidak akan ada
seorang pun yang akan selamat darinya. Sebagaimana Allah berfirman “semua yang
ada di bumi itu akan binasa” (QS. ar-Rahmaan:26). Maksudnya, bahwa setiap orang
pasti menuju kematian, suatu hal yang pasti dan tidak ada sesuatu pun yang
menyelamatkan dirinya, baik ia berjihad ataupun tidak. Karena ia memiliki batas
yang telah ditetapkan dan tempat yang telah dibagi-bagi.[5]
Firman-Nya وَلَوۡ كُنتُمۡ فِى بُرُوجٍ۬ مُّشَيَّدَةٍ۬
“sekalipun kamu berada di dalam benteng musyayyadah”. Yaitu benteng yang
kuat, kokoh, tinggi menjulang. Maksudnya, lari dan berlindung dari kematian
tidaklah bermanfaat. Karena apapun yang terjadi yang pasti adalah satu bahwa
kematian itu pasti datang kepada setiap yang bernyawa. Ketetapan Allah pasti
akan terjadi Apa pun yang Dia
kehendaki pasti terjadi meskipun manusia tidak menginginkannya. Begitu pula
sebaliknya, apa pun yang tidak dikehendaki pasti tidak akan terjadi meskipun
manusia memohon dan menghendakinya. Hal ini bukan dikarenakan Dia tidak mampu
melainkan karena Dia tidak menghendakinya.
Firman-Nya وَإِن
تُصِبۡهُمۡ حَسَنَةٌ۬ “jika
mereka mereka memperoleh kebaikan”. Yaitu kesuburan rizki buah-buahan,
tanam-tanaman, anak-anak dan yang sejenisnya.
يَقُولُواْ هَـٰذِهِۦ
مِنۡ عِندِ ٱللَّهِۖ وَإِن تُصِبۡهُمۡ سَيِّئَةٌ “mereka
mengatakan: ini adalah dari sisi Allah dan kalau mereka ditimpa bencana”.
Yaitu kekeringan dan kekurangan buah-buahan, tanam-tanaman, kematian anak-anak,
gagalnya panen, dan lain-lain. يَقُولُواْ هَـٰذِهِۦ مِنۡ عِندِكَ “mereka mengatakan; ini
dari sismu ya Muhammad”. Karena mereka telah mengikuti nabi Muhammad
dan juga agamanya, sehingga mereka beranggapan itu ulaha nabi Muhammad.[6]
Demikianlah perkataan orang-orang munafik yang masuk kedalam islam secara
zhahir, padahal mereka benci padanya (islam). Untuk itu jika mereka ditimpa
suatu keburukan , mereka menisbatkan (menyandarkan) hal itu dengan sebab mereka
mengikuti Nabi saw. Maka Allah menurunkan قُلۡ
كُلٌّ۬ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ “katakanlah:
semua datang dari sisi Allah”.
Firman-Nya قُلۡ
كُلٌّ۬ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ “katakanlah:
semua datang dari sisi Allah”. Yaitu seluruhnya dengan qadha’ (putusan) dan
Qadar (ketentuan) Allah. Allah-lah yang menentukan sesorang itu baik atau
jahat, mukmin atau kafir.
Kemudian Allah berfirman mengingkari orang-orang yang mengucapkan
kata-kata yang muncul dari keraguan dan kebimbangan, kurang paham dan kurang
berilmu serta bertumpuknya kejahilan dan kezaliman, فَمَالِ هَـٰٓؤُلَآءِ ٱلۡقَوۡمِ لَا يَكَادُونَ
يَفۡقَهُونَ حَدِيثً۬ا “maka
mengapa orang-orang itu hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun”.
Kemudian Allah berfirman kepada rasulnya
, walaupun tujuannya adalah untuk seluruh manusia sebagai jawaban, مَّآ أَصَابَكَ مِنۡ
حَسَنَةٍ۬ فَمِنَ ٱللَّهِ “apa saja nikmat yang kamu peroleh
adalah dari Allah” yaitu dari karunia, kenikmatan, kelembutan dan kasih
sayangnya.
وَمَآ أَصَابَكَ مِن
سَيِّئَةٍ۬ فَمِن نَّفۡسِكَۚ “dan apa-apa bencana yang menimpamu, maka
dari dirimu sendiri”. Yaitu dari sisimu dan dari perbuatanmu. Sebagaimana
firman Allah “dan apa saja musibah yang menimpamu adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu).(QS. Asy-syura:30)
As-suddi, al-Hasan al Bashri, Ibnu Juraij dan Ibnu Zaid berkata فَمِن نَّفۡسِكَۚ “dari
dirimu sendiri”. Yaitu dengan sebab dosamu. Qatadah berkata tentang ayat
ini فَمِن نَّفۡسِكَۚ “dari dirimu
sendiri” sebagai sangsi bagimu, hai anak adam, disebabkan dosa-dosamu.[7]
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Mutharrif bin
‘abdillah, ia berkata: “apa yang kalian maksudkan dengan qadar. Apakah tidak
cukup bagi kalian ayat yang terdapat dalam surat an-Nisa’: “Dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka
mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa
sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu
(Muhammad)"(QS. Al-Nisa’/4: 78). Yaitu dari dirimu sendiri . demi Allah,
mereka tidak diserahkan sepenuhnya kepada takdir. Mereka telah diperintah dan
sesuai takdirlah akhirnya urusan mereka.”[8]
Firman
Allah وَأَرۡسَلۡنَـٰكَ
لِلنَّاسِ رَسُولاً۬
“Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia”. Yaitu engkau sampaikan
kepada mereka syari’at-syari’at Allah, apa yang dicintai dan diridhai-Nya, serta apa yang dibenci dan tidak
disenangi-Nya.
وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ
شَہِيدً۬ا
“Dan cukuplah Allah sebagai saksi”. Yaitu, bahwa Allah telah mengutusmu, dan Allah pula yang
menjadi saksi antara kamu dan mereka. Allah Maha Mengetahui tentang apa yang
telah engkau sampaikan kepada mereka, serta tentang penolakan mereka terhadap
kebenaran yang berasal darimu, karena kufur dan pembangkangan.
G.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil paparan makalah diatas mengenai kajian ayat-ayat tentang
qadha’ dan qadar maka dapat disimpulkan menjadi beberapa poin sebagai berikut:
1. Qadha’
dan qadar selalu berhubungan erat.
2.
Qadha’ adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah SWT sejak zaman Azali. Sedangkan qadar adalah kenyataan dari
ketentuan atau hukum Allah SWT.
Jadi hubungan antara qadha dan qadar ibarat rencana dan perbuatan.
3.
Ketetapan Allah pasti akan terjadi apa pun yang Dia kehendaki pasti terjadi meskipun manusia tidak
menginginkannya. Begitu pula sebaliknya, apa pun yang tidak dikehendaki pasti
tidak akan terjadi meskipun manusia memohon dan menghendakinya. Hal ini bukan
dikarenakan Dia tidak mampu melainkan karena Dia tidak menghendakinya.
4.
Kematian adalah salah satu dari ketentuan Allah yang telah ditetapkan-Nya,
dan pasti tidak akan dapat terelakkan jika Allah telah menentukan waktu,
keadaaan, sebab dan juga tempat terjadinya kematian itu.
5.
Apa saja yang diperoleh yang berupa kebaikan (baik berupa karunia,
kenikmatan, kelembutan, kasih sayang dan lain-lain) merupakan berasal dari
Allah. Sedangkan apa saja bencana yang menimpa manusia, itu merupakan akibat
dari dosa-dosanya.
6. Iman
terhadap qadha dan qadar sangat diperlukan dalam menghadapi berbagai masalah
yang pasti akan kita temui contohnya dalam dunia pendidikan, dengan beriman
kepada qadha dan qadar kita meyakini bahwa apa pun yang menimpa diri kita telah
di atur oleh Allah dan tugas kita hanyalah berusaha.
7.
dalam proses belajar mengajar (dunia pendidikan) kita harus meyakini
bahwa Allah SWT telah meggariskan kepada kita sesuatu yang baik dan kita tidak
boleh berputus asa dari rahmatnya karena tugas kita hanyalah belajar , dan
keputusan mengenai hasil dari usaha kita tersebut hanya Allah lah yang maha
mengetahui.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin Muhammad bin
Abdurrahman bin Ishaq Al Sheikh. Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 2. Kairo:
Mu-assasah Daar al Hilaal, 1994
Departeman Agama RI. Al-Qur’an
dan Terjemahannya. Jakarta: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 2009
M. Quraish Shihab. Tafsir
Al-Misbah. Volume 2. Jakarta: Lentera Hati, 2002
[1] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,
(Jakarta: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 2009), h. 68
[2] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahannya, h. 90
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), volume 2, h. 235
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah,
h. 235-236
[5] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin
Ishaq Al Sheik, Tafsir Ibnu Katsir, (kairo: Mu-Assasah Daar Al Hilaal,
1994), jilid 2, h. 359.
[6] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin
Ishaq Al Sheik, Tafsir Ibnu Katsir, h. 358.
[7]Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin
Ishaq Al Sheik, Tafsir Ibnu Katsir, h. 359
[8]Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin
Ishaq Al Sheik, Tafsir Ibnu Katsir, h. 359
[1][1]
Syaikh Shafiyyurahman al-Mubakfuri, Terjemahan
Shahih Tafsir Ibnu Katsir, (Bogor :
Pustaka Ibnu Katsir, 2006) jilid 3, h.
270.
[2][2] Lumut
adalah tumbuhan hijau atau kuning kecil-kecil yang banyak tumbuh dan
berkelompok membentuk bantalan (hamparan) yang menyerupai beledu pada batu,
kayu, tanah atau tembok yang lembab; kulat; bryophyta – ekor kuning ganggang,
utriculatik flexuosa.
[4][4]
At-Thabrani, XI/256-258
[5][5]
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Quran di
Bawah Naungan Al-Qur’an, (Jakarta : Gema Insani,2004) jilid 4, h. 14.
[6][6]
Hamka, Tafsir al Azhar…, h. 114.
[7][7]
Syaikh Shafiyyurahman al-Mubakfuri, Shahih
Tafsir Ibnu Katsir…, h. 271
[8][8]
Bustami A. ghani, dkk, Al Quran dan
Tafsirnya (Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1991) h. 87-88.
[9][9] Imam
Jalaluddin al-Mahali & Imam Jalaluddin al-Suyuti, Tafsir Jalalain, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2005), h.
508-509.
[10][10]
‘Abdulmalik bin Muhammad bin’Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta : Pustaka
Asy-Syafi’I, 1430 H / 2009 M) jilid 3, h. 145.
[12][12]
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Quran di
Bawah Naungan Al-Qur’an, jilid 5…, h.364
Tidak ada komentar:
Posting Komentar