Senin, 16 Mei 2016

makalah qada dan qadar



MAKALAH TENTANG QADHA DAN QADAR
BABA I
PENDAHULUAN

  Qada’menurut bahasa artinya Ketetapa
n.Qada’artinya ketatapan Allah swt kepada setiap mahluk-Nya yang bersifat Azali.Azali Artinya ketetapan itu sudah ada sebelumnya keberadaan atau kelahiran mahluk. Sedangkan Qadar artinya menurut bahasa berarti ukuran. Qadar artinya terjadi penciptaan sesuai dengan ukuran atau timbangan yang telah ditentuan sebelumnya. Qaqda’ Qadar dalam keseharian sering kita sebut dengan takdir. Dalil kebenaran adanya Qada dan Qadar. Takdir terbagi menjadi dua bagian,yakni:


1. Taqdir Mu’allaq
Taqdir mu’allaq adalah taqdir Allah swt yang masih dapat diusahakan kejadianya oleh manusia. Sebagai contoh dalam kehidupan ini, kita sering melihat dan mengalami sunnahtullah,hukum Allah yang berlaku di bumi ini,yaitu hukum sebab akibat yang bersifat tetap yang merupakan qada dan qadar sesuai kehendak swt. Seperti, bumi brputar pada porosnya 24 jam sehari; bersama bulan, bumi mengitari bumi kurang lebih 365 hari setahun; bulan mengitari bumi setahun {356 hari}; air kalau dipanaskan pada suhu 100 celsius akan mendidih, dan kalau didinginkan pada suhu. Akan menjadi es ; matahari terbit disebelah timur dan tenggelam disebelah barat; dan banyak lagi contoh lainnya, kalau kita mau memikirkannya.

2. Taqdir Mubram
Taqdir mubram ialah taqdir yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan kejadiannya.dapat kita beri contoh nasib manusia,lahir, kematian, jodoh dan rizkinya,terjadinya kiamat. dan sebagainya. Qada’qadar Allah swt yang berhubungan dengan nasib manusia adalah rasia Allah swt.hanya Allah swt yang mengetahuinya. Berikut ini adalah Makalah tafsir ayat-ayat Al Qur’an mengenai

Qada dan Qadar :


BAB II
PEMBAHASAN

Tafsiran Ayat-ayat Al Qur’an Tentang Qada dan Qadar

1.Surah Ali 'Imran 145 dan 185 a. Surah Ali 'Imran 145
145. sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. dan Kami akan memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.

Pada ayat 145 ditandaskan bahwa kematian merupakan kepastian yang tidak akan bisa dihindari. Oleh karena itu, di akhirat kelak akan nampak siapa yang berjuang untuk dunia siapa pula yang berjihad untuk akhirat. Dalam peperangan, akan ada yang gugur, ada pula yang menang. Yang berperang demi akhirat, menang atau pun gugur, akan meraih paha di aklhirat.

Persoalan mati itu hanya di tangan Tuhan, bukan di tangan siapa-siapa atau di tangan musuh yang ditakuti. Ini merupakan teguran kepada orang-orang mukmin yang lari dari medan perang Uhud karena takut mati, dan juga merupakan petunjuk bagi setiap umat Islam yang sedang berjuang di jalan Allah seterusnya Allah memberikan bimbingan kepada umat Islam bagaimana seharusnya berjuang di jalan Allah dengan firman-Nya. Ini berarti setiap orang Islam harus meluruskan dan membetulkan niatnya dalam melaksanakan setiap perjuangan. Kalau niatnya hanya sekadar untuk memperoleh balasan dunia, maka biar bagaimanapun besar perjuangannya. maka balasannya hanya sekadar yang bersifat dunia saja. Salah satu dari alasan terpenting lain dari perang adalah memelihara jiwa dari bahaya mati. Alangkah banyak lelaki tua yang pergi

berperang dan kembali dalam keadaan selamat dan betapa banyak pemuda yang lain dari perang, namun di belakang front, mereka mengalami kecelakaan dan mati.

Al-Quran kemudian menyoroti motivasi sebagian orang dalam berperang dan berkata, "Ada sekelompok orang pergi berperang dengan motivasi mengumpulkan harta benda dan mendapatkan bagian Baitul Mal. Sementara ada juga yang melakukannya untuk Allah dengan motivasi memperoleh pahala akhirat atau syahadah, dimana mereka ini akan sampai kepada apa yang dikehendakinya

Kesimpulan Dari ayat tadi yaitu:
1.Dengan lari dari perang seseorang tidak dapat lari dari kematian. Tidak berarti yang pergi ke medan tempur pasti mati dan yang berada di rumah tetap hidup.

2.Kematian bukan ada ditangan kita. Namun motivasi perbuatan ada di tangan kita. Daripada menjadikan dunia fana ini sebagai tujuan kita, maka kita jadikan alam akhirat sebagai tujuan. Karena kematian merupakan permulaan kehidupan akhirat bukannya akhir.

b.Surah Ali 'Imran 185
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. 3:185)

Setiap yang bernyawa akan merasakan mati dan di hari kiamat nanti itulah disempurnakan balasan masing-masing yang baik dibalas dengan yang baik, yaitu surga dan yang buruk akan dibalas dengan yang buruk pula yaitu neraka, sesuai

dengan sabda Rasulullah saw yang Artinya: Kubur itu adakalanya merupakan taman dari taman-taman surga, atau merupakan jurang dari jurang-jurang neraka. (H.R. Tirmizi dan Tabrani)

Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, dialah yang berbahagia. Untuk mencapai kebahagiaan di atas, baiklah kita perhatikan sabda Rasulullah saw. yang berbunyi sebagai berikut: Artinya: Barangsiapa ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga hendaklah ia mati di dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan supaya ia berbuat kepada manusia seperti yang ia sukai diperbuat orang kepadanya. (H.R. Ahmad)

Kehidupan di dunia ini tiada lain kecuali kesenangan yang memperdayakan. Kesenangan yang dirasakan di dunia ini berupa makanan, minuman, pangkat, kedudukan dan sebagainya, pada umumnya memperdayakan manusia. Disangkanya itulah kebahagiaan, maka tenggelamlah ia padanya. Padahal kalau manusia itu kurang pandai mempergunakannya, maka kesenangan itu akan menjadi bencana yang menyebabkan kerugian di dunia dan di akhirat kelak mendapat azab yang pedih.

Menurut Tafsir Ibnu Katsir
Allah SWT. memberitahukan kepada semua makhluknya secara umum. bahwa setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Perihalnya sama dengan firman Allah SWT. yang mengatakan:

Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Tetap kekal Zat Tuhan- mu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (Ar-Rahman: 26- 27)

Hanya Dia sendirilah yang Hidup Kekal dan tidak mati, sedangkan jin dan manusia semuanya mati, begitu pula para malaikat umumnya dan para malaikat pemangku Arasy. Hanya Allah sematalah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa Yang Kekal Abadi. Dengan demikian, berarti Allah Yang Mahaakhir, sebagaimana Dia Maha pertama (Akhirnya Allah tidak ada kesudahannya dan Permulaan Allah tidak ada awal- nya, pent.). Ayat ini merupakan belasungkawa kepada semua manusia, karena sesungguhnya tidak ada seorang pun di muka bumi ini melainkan pasti mati.Apabila masa telah habis dan nutfah yang telah ditakdirkan oleh Allah
keberadaannya dari sulbi Adam telah habis, serta se- mua makhluk habis, maka Allah melakukan hari kiamat dan membalas semua makhluk sesuai dengan amal perbuatannya masing-masing.

Menurut Tafsir Al-Maraghi
Setiap individu pasti mencicipi rasa roh meninggalkan badan, dan akan merasakannya sendiri. Dalam ayat ini terkandung isyarat bahwa roh itu tidak mati sekalipun jasadnya mati.Sebab orang yang mencicipi disini masih tetap ada sedangkan orang yang telah mati tidak dapat merasakannya.Karena, pencicipan itu adalah suatu perasaan yang tidak bisa dirasakan, kecuali oleh manusia hidup.

Tafsir Yusuf Ali
Dalam Tafsir ini dituliskan bahwa roh itu tidak akan mati, tetapi kematian jasad akan memberi rasa mati terhadap roh bilamana roh sudah terpisah dari jasad. Roh itu kemudian menyadari bahwa hidup ini tidak lain adalah suatu masa percobaan. Dan tampaknya adanya ketidak samaan itu kelak akan diperlakukan pada hari kiamat.

Kesimpulan dari ayat diatas adalah:
a. Yang dimaksud dengan “ setiap jiwa pasti akan mati” adalah hanya badan kita yang mati karena terpisah dari ruhnya.

b. Yang dimaksud dengan “kami akan menyiksa 2 kali” adalah siksa yang akan didapatkan oleh orang munafik di dunia dan di akhirat kelak.

2. Surah Al An’am

a. Surah Al An’am : 2
“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal kematianmu, dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisinya (yang dia sendirilah yang mengetahuinya) kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).” (QS. AL AN’AM :2)

Tafsirnya
Kemudian Allah swt. menghadapkan firman-Nya kepada orang-orang musyrikin yang mempersamakan Allah swt. dengan selain-Nya dalam peribadatan. Allah dalam ayat ini menunjukkan lagi bukti-bukti keesaan dan kekuasaan-Nya untuk membangkitkan manusia pada hari kiamat. Dialah yang menciptakan manusia turunan Adam dari tanah yang basah. Setiap kejadian manusia tentulah mengandung unsur zat dari asal-usul kejadian induknya yang pertama yakni Adam a.s. Sifat-sat kejadian induk pertama itu tidaklah terbatas pada induk itu saja tetapi diturunkan kepada kesatuan jenisnya. Oleh karena itu penciptaan Adam a.s. dari tanah yang basah dapat juga dalam penciptaan untuk setiap turunannya.

Jika diperhatikan proses kejadian manusia, lebih jelas lagi bahwa kejadiannya dari tanah. Manusia mula kejadiannya dalam rahim berupa nutfah (zygote), yaitu percampuran antara sel mani laki-laki "sperma" dengan sel telur dari ibu "ovum". Disebabkan berasimilasi dengan zat makanan, maka nutfah yang sudah bercampur itu mengembangkan dirinya ke dalam janin, kemudian keadaan itu berubah sampai menjadi bayi. Sel hidup itu tersusun dari zat-zat yang bermacam dan zat itu sendiri hakikatnya terdiri dari zat-zat unsur kimia yang mati seperti zat besi, zat air yang berasal dari tanah. Demikian pula zat makanan itu baik dari tumbuh-tumbuhan ataupun daging hewan tersusun dari zat unsur kimia yang berasal dari tanah. Dari zat-zat makanan ini pula terbentuk sel mani yang ada pada manusia atau hewan. Demikian dengan kodrat Allah swt. Yang Maha Besar, zat unsur kimia yang mati itu menjadi sel hidup dan akhirnya menjadi bibit manusia.

Bilamana Allah swt. kuasa menciptakan sel hidup dari zat-zat mati, mengapa pula Allah tidak kuasa membangkitkan manusia pada hari kiamat? Bukankah pada proses kejadian manusia itu sendiri bukti nyata yang menunjukkan kodrat Tuhan untuk mengadakan hari berbangkit. Allah menentukan pula dua waktu untuk manusia yang tak dapat dilampauinya, yaitu waktu kematian dan waktu dibangkitkan dari kubur, sesudah kehancuran dunia. Waktu yang ditetapkan Tuhan untuk berbangkit itu tidak ada yang mengetahui kecuali Allah. Firman Allah SWT, yang artinya: Sesungguhnya pengetahuan

tentang hari kiamat ada pada sisi Tuhanku, tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain dari Dia.... (Q.S Al A'raf: 187)

Meskipun orang-orang musyrikin menyaksikan kejadian diri mereka dan terbatasnya umur mereka yang kesemuanya itu membuktikan kekuasaan Allah swt. untuk menentukan hari berbangkit, namun mereka masih tetap ragu ragu. Seharusnya mereka dapat menarik kesimpulan dari kesaksian-kesaksian itu bahwa Yang Kuasa menciptakan zat-zat yang mati menghimpunkannya menjadi satu lalu memberinya hidup serta menentukan perkembangannya, tentu Dia Kuasa pula menghimpunkan kembali zat-zat yang mati dan menghidupkannya sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.
Pada ayat sebelumnya telah diketengahkan tentang kekuasaan Allah dalam menciptakan langit dan bumi. Ayat ini juga menyinggung penciptaan manusia dari segumpal tanah yang tak bernyawa dan mengatakan, hidup dan mati semua manusia ada di tangan Allah Swt. Lalu bagaimana mungkin manusia meragukan wujud Allah? Ayat ini menjelaskan dua ajal untuk umur manusia; pertama, ajal yang sudah ditentukan, dimana hanya diketahui oleh Allah Swt. Kedua, ajal yang belum ditentukan yaitu ajal yang tergantung pada kondisi kehidupan setiap orang.

Allah Swt telah menentukan kadar kemampuan bagi setiap orang. Bila telahselesai, maka umur manusia juga akan tiba, seperti lampu minyak yang akan padam ketika minyaknya habis.

Oleh sebab itu, betapa banyak orang yang umurnya lebih cepat berakhir, akibat tidak tidak memperhatikan kesehatan. Sama seperti contoh lampu minyak yang tidak dijaga dari terpaan angin kencang yang akan mematikan lampu itu seketika. Oleh karenanya, dalam riwayat-riwayat disebutkan bahwa selain

memperhatikan perkara-perkara yang berhubungan dengan makanan dan kesehatan yang dapat menjadikan umur manusia panjang, juga disinggung mengenai perbuatan yang dapat memanjangkan atau memendekkan umur manusia. Sebagai contoh, bersilaturahmi merupakan unsur penting dalam memperpanjang umur manusia.

Kesimpulan dari ayat diatas adalah:
1.Kita tidak akan bisa berjalan di atas kehendak sendiri. Karena itu memulai kehidupan atau mengakhirinya bukan di tangan manusia. Dengan dasar ini meragukan hari kebangkitan merupakan hal yang tidak mungkin.

2.Sebagaimana kita hidup di dunia, Allah telah menciptakan undang-undang alam yang kokoh, rapi dan sempurna, dimana akhir setiap kehidupan makhluk- Nya berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut.

b. Surah AL An’am : 3

“Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan Mengetahui (Pula) Apa Yang Kamu Usahakan.”(QS. 6:3)

Tafsirnya
Kemudian dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa Dialah Allah Yang disembah, Yang menerima doa dan harapan dari semua makhluk-Nya di langit dan di bumi. "Allah" ialah nama yang Maha Agung bagi Tuhan Rabbulalamin, sudah dikenal oleh Bangsa Arab sebelum Islam. Sebab bangsa Arab pada zaman Jahiliah, bila mereka akan menjawab "Allah", maka maksudnya ialah Tuhan Yang berhak disembah. Tuhan Yang mempunyai sifat-sifat yang mereka kenal itulah yang patut mereka sembah. Ayat lain yang sejalan dengan maksud ayat ini ialah firman Allah swt, Artinya:

Dialah Tuhan (Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (Q.S Az Zukhruf: 84)

Kedua ayat ini, yakni ayat ini dan ayat surah Zukhruf dengan jelas mengagungkan Allah karena kekuasaan-Nya menghidupkan kembali orang yang telah mati dan lebih-lebih karena kekhususan diri-Nya dalam mengetahui hari berbangkit dan keesaan-Nya dalam ketuhanan serta keesaan zat-Nya yang disembah di langit dan di bumi. Kepada Dia sajalah tujuan doa segala makhluk dalam alam semesta ini.

Kemudian Allah menegaskan lagi bahwa Dia mengetahui segala yang mereka rahasiakan atau yang mereka lahirkan, baik perkataan dan perbuatan mereka maupun gerak-gerik hati mereka, segala apa yang diusahakan oleh manusia, tidak luput dari pengetahuan Tuhan. Usaha yang baik akan diberi pahala usaha yang buruk akan diberi hukuman. Sangatlah sempurna perhatian Tuhan terhadap usaha manusia itu disebabkan hubungan usaha itu dengan balasan balasan-Nya. Setelah menyinggung kekuasaan Allah Swt dalam menciptakan langit dan bumi serta manusia, ayat ini mengatakan, hanya Allah satu-satunya

penguasa langit dan bumi, sedang penciptaan segala sesuatu di tangan Zat Yang Esa ini, berbeda dengan akidah yang tidak benar. Ayat ini juga menyinggung ilmu Allah yang tidak terbatas, yang mengetahui perbuatan dan sikap manusia yang terang-terangan maupun yang tersembunyi dengan mengatakan, Dia tidak saja pencipta kalian semua, tetapi Dia yang mengatur jagat raya ini sesuai dengan semua kondisi kalian. Karena itu jangan menyangka penciptaan kalian itu terlepas dari kondisi kalian. Karena itu kondisi kalian semua berada di bawah kontrol-Nya dan Dia Maha Mengetahui segala perkara kalian.

Dari ayat tadi dapat diambil kesimpulan:
Apabila kita beriman kepada ilmu Allah Swt, maka kita harus berhati-hati dalam setiap perbuatan kita. Keimanan ini dapat mencegah kita dari perbuatan jelek dan dapat memotivasi kita untuk melaksanakan perbuatan baik. . Langit dan bumi berbeda, tapi menurut ilmu Allah keduanya tidak berbeda. Begitu juga perbuatan yang dilakukan secara terang terangan atau tersembunyi tidak ada bedanya di sisi Allah.(IRIB Indonesia)

3. Surah At Taubah : 51
Katakanlah: `Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal`.(QS. 9:51)

Tafsir Mufradat

: Dialah Pelindung kami,

: harus bertawakkal
Pada ayat ini Allah swt. memerintahkan kepada Rasulullah saw. agar menjawab tantangan orang-orang munafik yang senang di kala beliau dan sahabat-sahabatnya ditimpa kesulitan dan bencana serta merasa sesak dada di kala beliau dan sahabat-sahabatnya memperoleh nikmat dengan ucapan: "Apa yang menimpa diri kami dan apa yang kami peroleh dan kami alami adalah hal-hal yang telah diatur dan ditetapkan oleh Allah swt., yaitu hal-hal yang telah tercatat di Lohmahfuz sesuai dengan sunah-Nya yang berlaku pada hamba-Nya, baik kenikmatan kemenangan maupun bencana kekalahan. Segala sesuatunya terjadi sesuai dengan kada dan kadar dari Allah swt. dan bukanlah menurut kemauan dan kehendak manusia mana pun.

4. a. Surah AL HADID : 22-23
22.Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(QS. 57:22)

23.(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,(QS. 57:23)

Ayat 22 ini menerangkan bahwa semua bencana dan malapetaka yang menimpa permukaan bumi, seperti gempa bumi, banjir dan bencana alam yang lain serta bencana yang menimpa manusia, seperti kecelakaan, penyakit dan sebagainya telah ditetapkan akan terjadi sebelumnya dan tertulis di Lohmahfuz, sebelum Allah SWT menciptakan makhluk Nya. Hal ini berarti tidak ada suatupun yang terjadi di alam ini yang luput dari pengetahuan Allah dan tidak tertulis di Lauhmahfuz.

Ditakhrijkan oleh Al Hakim dan dinyatakan sebagai hadis sahih dari Abu Hasan bahwa telah datang dua orang kepada Aisyah, mengatakan, bahwa Abu Hurairah menyampaikan bahwa Nabi Muhammad saw pernah bersabda: "Nasib itu hanyalah ditentukan oleh wanita, binatang melata, dan rumah". Aisyah menjawab; "Demi Tuhan Yang menurunkan Alquran kepada Abu Qasim saw, tidak pernah ia mengatakan yang seperti ini, ia hanya pernah mengatakan: "Orang-orang Arab Jahiliah dahulu mengatakan, 'Nasib itu hanyalah ditentukan oleh wanita, binatang melata dan rumah'". Kemudian `Aisyah membaca ayat ini. Ayat ini memperingatkan sebahagian kaum muslimin yang masih percaya kepada tenung, suka meminta sesuatu kepada kuburan yang dianggap keramat, menanyakan sesuatu yang akan terjadi kepada dukun dan sebagainya. Hendaklah mereka hanya percaya kepada Allah saja, karena hanyalah Dia yang menentukan segala sesuatu. Mempercayai adanya kekuatan-kekuatan gaib yang lain selain dari kekuatan Allah termasuk memperserikatkan Nya dengan makhluk ciptaan Nya dan berarti tidak percaya kepada tauhid rububiyah yang ada pada Allah.

Pada ayat 23 ini Allah SWT menyatakan sebab Dia mengatakan seperti tersebut ayat di atas yaitu menetapkan segala sesuatu peristiwa atau kejadian sebelum wujudnya, agar manusia bersabar menerima cobaan Allah. Cobaan Allah itu adakalanya berupa kesengsaraan dan malapetaka, adakalanya berupa kesenangan dan kegembiraan. Karena itu janganlah terlalu bersedih hati menerima kesengsaraan dan malapetaka yang menimpa diri, sebaliknya jangan pula terlalu bersenang hati dan bergembira menerima Sesuatu yang menyenangkan hati. Sikap yang paling baik ialah bersabar menerima bencana dan malapetaka yang menimpa serta bersyukur kepada Allah atas setiap menerima nikmat yang dianugerahkan

Nya. Ayat ini bukanlah maksudnya melarang kaum Muslimin bergembira dan bersedih hati, tetapi maksudnya ialah melarang kaum Muslimin bergembira dan bersedih hati dengan berlebih-lebihan. Berkata 'Ikrimah: "Tidak ada seorang pun melainkan ia dalam keadaan sedih dan gembira, tetapi hendaklah ia menjadikan kegembiraan itu sebagai tanda bersyukur kepada Allah dan kesedihan itu sebagai tanda bersabar".

Kesimpulan dari ayat diatas adalah:
Bahwa orang yang terlalu gembira menerima sesuatu yang menyenangkan hatinya dan terlalu bersedih hati menerima bencana yang menimpanya adalah orang yang pada dirinya terdapat tanda-tanda bakhil dan angkuh, seakan-akan ia hanya memikirkan kepentingan dirinya saja. Dan Allah SWT menyatakan bahwa Dia tidak menyukai orang-orang yang mempunyai sifat-sifat bakhil dan angkuh itu.

5.Surah AN NISA : 78-79
78. “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan:` Ini adalah dari sisi Allah `, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan:` Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad) `. Katakanlah:` Semuanya (datang) dari sisi Allah `.Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun”(QS. 4:78)

79. “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.”(QS. 4:79)

Pada ayat 78 ini Allah menerangkan bahwa maut (mati) itu adalah suatu hal yang pasti datangnya tidak seorangpun yang daPada ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak akan menunda kematian seseorang apabila telah sampai ajalnya. Oleh karena itu bersiap siaplah untuk menghadapi maut itu.pat lepas dari padanya di manapun dia berada meskipun berlindung di dalam benteng yang kokoh kuat.

Pada ayat 79 ini Allah menegaskan lagi dari segi kesopanan bahwa sesuatu yang baik yang diperoleh seseorang hendaklah dikatakan datangnya dari Allah dan malapetaka yang menimpa seseorang itu hendaklah pula dikatakan datangnya dari dirinya sendiri, mungkin pula karena disebabkan kelalaiannya atau kelalaian orang lain apakah dia saudara, sahabat dan tetangga.

Pada ayat sebelumnya, telah dijelaskan bahwa sekelompok Muslimin yang imannya lemah dan penakut melakukan protes dan meminta penundaan ketika diperintah untuk jihad. Hal itu dilakukan dengan tujuan menyelamatkan diri dari kematian. Ayat ini menyebutkan bahwa ketahuilah jika kalian tinggal di tempat yang paling kokoh sekalipun kematian akan menyongsong kalian. Beruntunglah orang yang berjalan di atas jalan yang benar lagi bernilai seperti jihad. Mereka ini mengasuransikan kesehjahteraan kehidupan akhirat dengan cara berjihad dan syahid di jalan Allah ketika berada di dunia.

Ayat ini kemudian mengungkap sikap buruk munafikin yang biadap terhadap Nabi Muhammad Saw. Setiap kali mereka menang dalam perang, mereka melihat kemenangan itu dari anugerah dan karunia Tuhan, namun apabila dalam perang itu, mereka kalah, maka mereka menyalahkan Rasul, sebagai sosok yang tidak tidak tahu manajamen.

Ayat ini menyanggah hal ini. Semua yang ada di alam ini adalah atas kehendak Tuhan dan tanpa kehendakNya tidak akan ada sesuatu terjadi, baik itu kemenangan atau kekalahan. Namun kehendak Tuhan bukanlah tanpa alasan dan perhitungan. Jika kalian melaksanakan tugas kalian, maka Tuhan menakdirkan kebaikan dan kemenangan bagi kalian. Sebaliknya, bila kalian malas dan ingkar seperti dalam perang Uhud maka Allah Swt menakdirkan kekalahan buat kalian.

Hubungan manusia dengan Tuhan bagaikan hubungan bumi dengan matahari. Bumi mengelilingi matahari dan setiap kali menghadap dengan matahari, maka ia memperoleh cahaya dan panasnya matahari dan setiap kali membelakangi matahari, bumi menjadi dingin dan gelap.

Dari itulah, dapat dikatakan bahwa cahaya bumi dari matahari, sementara kegelapannya berasal dari dirinya sendiri. Manusia juga demikian, di mana saja ia menghadap Tuhan, maka ia akan memperoleh karunia dan rahmat-Nya. Apabila ia membelakangi Tuhan, maka ia akan terjauhkan dari karunia Tuhan. Walaupun hakikat ini hanya dimengerti oleh manusia-manusia berjiwa bersih, sementara orang-orang yang berjiwa sakit tidak dapat mengerti atau sengaja tidak mau menerima. Karena mereka menganggap dirinya sebagai sentral, bukannya Tuhan. Padahal kriteria kebenaran dan kebatilan adalah Tuhan bukannya mereka.

Dari dua ayat dapat diambil kesimpulan, yaitu:

1.Kematian sudah ditentukan oleh Tuhan, lalu apa gunanya lari dari perang dan jihad?

2.Janganlah kita meletakkan dosa di pundak orang lain dan jangan kita suka membuat alasan untuk lari dari tanggung jawab.

3.Kematian dan kehidupan, kepahitan dan manisnya kehidupan, semuanya adalah ketetapan Tuhan yang Maha Bijaksana.

4.Dalam perspektif ilahi, setiap keindahan dan kesempurnaan adalah dari Tuhan dan apa saja kekurangan adalah dari diri kita sendiri.

5.Risalah Nabi bersifat mendunia dan tidak dikhususkan kepada etnis atau kawasan tertentu. (IRIB Indonesia)

6.Surah AL MUNAFIQUN : 11
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.(QS. 63:11)

Pada ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak akan menunda kematian seseorang apabila telah sampai ajalnya. Oleh karena itu bersiap siaplah untuk menghadapi maut itu.

7. Surah AL FURQAN : 2
Aartinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya

Tafsir mufradatnya:

Alladzii laHuu mulkus samaawaati wal ardli wa lam yattakhidz waladaw walam yakullaHuu syariikun fil mulki (“Yang kepunyaan-Nya lah segala kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya.”) Allah sucikan diri-Nya dari memiliki anak dan sekutu. Lalu Dia mangabarkan bahwa Dia, khalaqa kullu syai-in faqaddaraHuu taqdiiran

(“Telah menciptakan segala sesuatu dan menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.”) artinya, segala sesuatu selain Dia adalah makhluk [yang diciptakan] dan marbub [yang berada di bawah kekuasaan-Nya]. Dia lah pencipta segala sesuatu, Rabb, Raja dan Ilahnya. Sedangkan segala sesuatu berada di bawah kekuasaan aturan, tatanan dan takdir-Nya.

Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. 3. kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya

(untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak Kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu kemanfaatanpun dan (juga) tidak Kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” (al- Furqaan: 2-3)

Allah Ta’ala mengabarkan tentang kejahilan orang-orang musyrik yang menjadikan ilah-ilah selain Allah, padahal Dia lah pencipta segala sesuatu, Pemilik seluruh perkara serta Rabb, dimana apa yang dikehendaki-Nya pasti ada dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan ada. Disamping itu mereka pun beribadah kepada-Nya dan juga menyembah berhala-berhala yang tidak mampu menciptakan satu potong sayap nyamuk pun. Bahkan mereka adalah para makhluk yang diciptakan, yang tidak memiliki kekuasaan untuk menolak suatu bahaya dari dirinya serta tidak pula mendatangkan suatu manfaat. Maka bagaimana mungkin mereka dapat menguasai hamba-hamba mereka?

Wa laa yamlikuuna mautaw walaa hayaataw walaa nusyuuran (“Dan mereka tidak kuasa [pula] mematikan, menghidupkan dan tidak [pula] membangkitkan.”) artinya mereka tidak memiliki kekuasaan terhadap semua itu.

Bahkan seluruhnya kembali kepada Allah Yang menghidupkan dan mematikan. Dia lah Rabb yang menghidupkan kembali seluruh makhluk, dari manusia yang pertama hingga manusia yang terakhir pada hari kiamat. Seperti firman-Nya:

Wa maa amrunaa illaa waahidatun kalamhim bil bashari (“Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata.”)(al-Qamar: 50). Dia lah Allah Yang tidak ada Ilah [yang berhak diibadahi] selain-Nya, tidak ada Rabb selain Dia dan tidak layak ibadah dipersembahkan kecuali hanya kepada-Nya. karena apa yang dikehendaki-Nya pasti ada dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak ada. Dia lah Rabb yang tidak memiliki anak, tidak memiliki orang tua, tidak memiliki tandingan, wakil, pembantu atau yang serupa, bahkan Dialah yang Mahaesa, tempat bergantung yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan serta tidak ada yang serupa dengan-Nya.

8. Surah ‘ABASA : 23
Sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya,(QS. 80:23)

Ayat 23 memperingatkan seluruh manusia: Sekali-kali jangan! Yakni jangan angkuh dan jangan kafir! Atau "Hati-hatilah!" Ayat 23 menjelaskan sebabnya, yakni karena dia belum menuntaskan tugasnya yang diperintahkan Allah sejak dia mukallaf/ dewasa sampai kematiannya.

9. Surah AR RA’D : 26
Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat hanyalah kesenangan (yang sedikit).(QS. 13:26)

Allah melapangkan dan menyempitkan rezeki hamba-Nya itu adalah berdasarkan hikmah-Nya serta pengetahuan-Nya tentang masing-masing hamba- Nya itu. Allah menganugerahkan rezeki yang banyak kepada hamba-Nya yang kafir kepada-Nya. Dan sebaliknya, kadang Allah menyempitkan rezeki bagi hamba yang beriman kepada-Nya untuk menambah pahala yang kelak akan mereka peroleh di akhirat.

10. Surah AL QAMAR : 49
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.(QS. 54:49)

Ayat ini menerangkan bahwa seluruh makhluk yang ada ini adalah ciptaan Tuhan, diciptakan Nya menurut kehendak dan ketentuan Nya disesuaikan dengan hukum-hukum yang ditetapkan Nya untuk alam semesta ini, yang terkenal dengan

sunatulkaun (undang-undang alam) Dalam ayat lain yang bersamaan maksudnya
Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (Q.S. Al-Furqan: 2) dan sesuai pula dengan ayat:

Artinya:
Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan, d an menyempurnakan (ciptaan Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk. (Q.S. Al-A'la: 1-3)

Daftar Pustaka

Hidayat,Komarudin, Berdamai dengan Kematian, (Jakarta Selatan: PT Mizan Publika, 2009), cet.1

Al Imam Abdul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqyi, Tafsir Al-Qur’anul Adzim diterjemahkan oleh Bahrun Abu Bakar dkk, (Bandung: Sinar Baru Algresindo,2000) cet. 1

Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi diterjemahkan oleh Bahrun Abubakar dan Hery Noer Aly (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang,1993),cet.2

Yusuf Ali, The Holy Qur’an diterjemahkan oleh Ali Audah (Jakarta: PT Pustaka Utara Antar Nusa,2000), cet.3

Abi Fadil Sihabuddin Sayyid Mahmud al-Alusi al-Bagdadi, Ruh’ul Ma’ani,

(Beirut: Dar’ al-Kitab al-Ilmiyati,1422 H/2001 M)

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Tangerang: Lentera Hati, 2005), cet. 4

Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an diterjemahkan oleh As’ad Yasin dkk, (Jakarta:

Gema Insani Pres, 2003), cet. 1











makalah tafsir qur'an tentang Qada dan Qadar

Senin, 25 November 2013

makalah tafsir tentang qada dan qadar


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Pengertian
         Qada’menurut bahasa artinya Ketetapan.Qada’artinya ketatapan Allah swt kepada setiap mahluk-Nya yang bersifat Azali.Azali Artinya ketetapan itu sudah ada sebelumnya keberadaan atau kelahiran mahluk.
Sedangkan Qadar artinya menurut bahasa berarti ukuran.Qadar artinya terjadi penciptaan sesuai dengan ukuran atau timbangan yang telah ditentuan sebelumnya. Qaqda’ Qadar dalam keseharian sering kita sebut dengan takdir. Dalil kebenaran adanya Qada dan Qadar


Takdir terbagi menjadi dua bagian,yakni:
1.      a. Taqdir Mu’allaq

Taqdir mu’allaq adalah taqdir Allah swt yang masih dapat diusahakan kejadianya oleh manusia.
Sebagai contoh dalam kehidupan ini, kita sering melihat dan mengalami sunnahtullah,hukum Allah yang berlaku di bumi ini,yaitu hukum sebab akibat yang bersifat tetap yang merupakan qada dan qadar sesuai kehendak swt. Seperti, bumi brputar pada porosnya 24 jam sehari; bersama bulan, bumi mengitari bumi kurang lebih 365 hari setahun; bulan mengitari bumi setahun {356 hari}; air kalau dipanaskan pada suhu 100 celsius akan mendidih, dan kalau didinginkan pada suhu. Akan menjadi es ; matahari terbit disebelah timur dan tenggelam disebelah barat; dan banyak lagi contoh lainnya, kalau kita mau memikirkannya.
2.      Taqdir Mubram
Taqdir mubram ialah taqdir yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan kejadiannya.dapat kita beri contoh nasib manusia,lahir, kematian, jodoh dan rizkinya,terjadinya kiamat.dan sebagainya.
Qada’qadar Allah swt yang berhubungan dengan nasib manusia adalah rasia Allah swt.hanya Allah swt yang mengetahuinya.

Berikut ini adalah Makalah tafsir ayat-ayat  Al Qur’an mengenai Qada dan Qadar :


1


BAB II
PEMBAHASAN
B.     Tafsiran Ayat-ayat Al Qur’an Tentang Qada dan Qadar

1.      a. Surah Ali 'Imran 145


Allah menyatakan: "semua yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin-Nya, tepat pada waktunya sesuai dengan yang telah ditetapkan-Nya. Artinya persoalan mati itu hanya di tangan Tuhan, bukan di tangan siapa-siapa atau di tangan musuh yang ditakuti. Ini merupakan teguran kepada orang-orang mukmin yang lari dari medan perang Uhud karena takut mati, dan juga merupakan petunjuk bagi setiap umat Islam yang sedang berjuang di jalan Allah seterusnya Allah memberikan bimbingan kepada umat Islam bagaimana seharusnya berjuang di jalan Allah dengan firman-Nya.

Ini berarti setiap orang Islam harus meluruskan dan membetulkan niatnya dalam melaksanakan setiap perjuangan. Kalau niatnya hanya sekadar untuk memperoleh balasan dunia, maka biar bagaimanapun besar perjuangannya. maka balasannya hanya sekadar yang bersifat dunia saja.
       b. Surah Ali 'Imran 185
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah          disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. 3:185)
 Setiap yang bernyawa akan merasakan mati dan di hari kiamat nanti itulah disempurnakan balasan masing-masing yang baik dibalas dengan yang baik, yaitu surga dan yang buruk akan
2
dibalas dengan yang buruk pula yaitu neraka, sesuai dengan sabda Rasulullah saw yang Artinya: Kubur itu adakalanya merupakan taman dari taman-taman surga, atau merupakan jurang  dari jurang-jurang neraka.
(H.R. Tirmizi dan Tabrani)

Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, dialah yang berbahagia. Untuk mencapai kebahagiaan di atas, baiklah kita perhatikan sabda Rasulullah saw. yang berbunyi sebagai berikut:

Artinya:
Barangsiapa ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga hendaklah ia mati di dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan supaya ia berbuat kepada manusia seperti yang ia sukai diperbuat orang kepadanya.
(H.R. Ahmad)

Kehidupan di dunia ini tiada lain kecuali kesenangan yang memperdayakan. Kesenangan yang dirasakan di dunia ini berupa makanan, minuman, pangkat, kedudukan dan sebagainya, pada umumnya memperdayakan manusia. Disangkanya itulah kebahagiaan, maka tenggelamlah ia padanya. Padahal kalau manusia itu kurang pandai mempergunakannya, maka kesenangan itu akan menjadi bencana yang menyebabkan kerugian di dunia dan di akhirat kelak mendapat azab yang pedih.
2.      a. Surah Al An’am : 2

 “Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal kematianmu, dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisinya (yang dia sendirilah yang mengetahuinya) kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).” (QS. AL AN’AM :2)
Kemudian Allah swt. menghadapkan firman-Nya kepada orang-orang musyrikin yang mempersamakan Allah swt. dengan selain-Nya dalam peribadatan. Allah dalam ayat ini menunjukkan lagi bukti-bukti keesaan dan kekuasaan-Nya untuk membangkitkan manusia pada hari kiamat. Dialah yang menciptakan manusia turunan Adam dari tanah yang basah. Setiap kejadian manusia tentulah mengandung unsur zat dari asal-usul kejadian induknya yang pertama yakni Adam a.s. Sifat-sat kejadian induk pertama itu tidaklah terbatas pada induk itu saja tetapi diturunkan kepada kesatuan jenisnya. Oleh karena itu penciptaan Adam a.s. dari tanah yang basah dapat juga dalam penciptaan untuk setiap turunannya.
3
Jika diperhatikan proses kejadian manusia, lebih jelas lagi bahwa kejadiannya dari tanah. Manusia mula kejadiannya dalam rahim berupa nutfah (zygote), yaitu percampuran antara sel mani laki-laki "sperma" dengan sel telur dari ibu "ovum". Disebabkan berasimilasi dengan zat makanan, maka nutfah yang sudah bercampur itu mengembangkan dirinya ke dalam janin, kemudian keadaan itu berubah sampai menjadi bayi. Sel hidup itu tersusun dari zat-zat yang bermacam dan zat itu sendiri hakikatnya terdiri dari zat-zat unsur kimia yang mati seperti zat besi, zat air yang berasal dari tanah. Demikian pula zat makanan itu baik dari tumbuh-tumbuhan ataupun daging hewan tersusun dari zat unsur kimia yang berasal dari tanah. Dari zat-zat makanan ini pula terbentuk sel mani yang ada pada manusia atau hewan. Demikian dengan kodrat Allah swt. Yang Maha Besar, zat unsur kimia yang mati itu menjadi sel hidup dan akhirnya menjadi bibit manusia.

Bilamana Allah swt. kuasa menciptakan sel hidup dari zat-zat mati, mengapa pula Allah tidak kuasa membangkitkan manusia pada hari kiamat? Bukankah pada proses kejadian manusia itu sendiri bukti nyata yang menunjukkan kodrat Tuhan untuk mengadakan hari berbangkit. Allah menentukan pula dua waktu untuk manusia yang tak dapat dilampauinya, yaitu waktu kematian dan waktu dibangkitkan dari kubur, sesudah kehancuran dunia. Waktu yang ditetapkan Tuhan untuk berbangkit itu tidak ada yang mengetahui kecuali Allah.
Firman Allah SWT:

Artinya:
Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat ada pada sisi Tuhanku, tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain dari Dia....
(Q.S Al A'raf: 187)

 Meskipun orang-orang musyrikin menyaksikan kejadian diri mereka dan terbatasnya umur mereka yang kesemuanya itu membuktikan kekuasaan Allah swt. untuk menentukan hari berbangkit, namun mereka masih tetap ragu ragu. Seharusnya mereka dapat menarik kesimpulan dari kesaksian-kesaksian itu bahwa Yang Kuasa menciptakan zat-zat yang mati menghimpunkannya menjadi satu lalu memberinya hidup serta menentukan perkembangannya,
4
tentu Dia Kuasa pula menghimpunkan kembali zat-zat yang mati dan menghidupkannya sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.
b. Surah AL An’am : 3
     “Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.”(QS. 6:3)
Kemudian dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa Dialah Allah Yang disembah, Yang menerima doa dan harapan dari semua makhluk-Nya di langit dan di bumi. "Allah" ialah nama yang Maha Agung bagi Tuhan Rabbulalamin, sudah dikenal oleh Bangsa Arab sebelum Islam. Sebab bangsa Arab pada zaman Jahiliah, bila mereka akan menjawab "Allah", maka maksudnya ialah Tuhan Yang berhak disembah. Tuhan Yang mempunyai sifat-sifat yang mereka kenal itulah yang patut mereka sembah.
Ayat lain yang sejalan dengan maksud ayat ini ialah firman Allah swt.:

Artinya:
Dialah Tuhan (Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
(Q.S Az Zukhruf: 84)
Kedua ayat ini, yakni ayat ini dan ayat surah Zukhruf dengan jelas mengagungkan Allah karena kekuasaan-Nya menghidupkan kembali orang yang telah mati dan lebih-lebih karena kekhususan diri-Nya dalam mengetahui hari berbangkit dan keesaan-Nya dalam ketuhanan serta keesaan zat-Nya yang disembah di langit dan di bumi. Kepada Dia sajalah tujuan doa segala makhluk dalam alam semesta ini.

Kemudian Allah menegaskan lagi bahwa Dia mengetahui segala yang mereka rahasiakan atau yang mereka lahirkan, baik perkataan dan perbuatan mereka maupun gerak-gerik hati mereka, segala apa yang diusahakan oleh manusia, tidak luput dari pengetahuan Tuhan. Usaha yang baik akan diberi pahala usaha yang buruk akan diberi hukuman. Sangatlah sempurna perhatian Tuhan terhadap usaha manusia itu disebabkan hubungan usaha itu dengan balasan balasan-Nya.
3.      Surah At  Taubah : 51
5
Katakanlah: `Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal`.(QS. 9:51)
 Pada ayat ini Allah swt. memerintahkan kepada Rasulullah saw. agar menjawab tantangan orang-orang munafik yang senang di kala beliau dan sahabat-sahabatnya ditimpa kesulitan dan bencana serta merasa sesak dada di kala beliau dan sahabat-sahabatnya memperoleh nikmat dengan ucapan: "Apa yang menimpa diri kami dan apa yang kami peroleh dan kami alami adalah hal-hal yang telah diatur dan ditetapkan oleh Allah swt., yaitu hal-hal yang telah tercatat di Lohmahfuz sesuai dengan sunah-Nya yang berlaku pada hamba-Nya, baik kenikmatan kemenangan maupun bencana kekalahan. Segala sesuatunya terjadi sesuai dengan kada dan kadar dari Allah swt. dan bukanlah menurut kemauan dan kehendak manusia mana pun.
4.      a. Surah AL HADID : 22-23


Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(QS. 57:22)
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,(QS. 57:23)
Ayat  22 ini menerangkan bahwa semua bencana dan malapetaka yang menimpa permukaan bumi, seperti gempa bumi, banjir dan bencana alam yang lain serta bencana yang menimpa

6

manusia, seperti kecelakaan, penyakit dan sebagainya telah ditetapkan akan terjadi sebelumnya
dan tertulis di Lohmahfuz, sebelum Allah SWT menciptakan makhluk Nya.
Hal ini berarti tidak ada suatupun yang terjadi di alam ini yang luput dari pengetahuan Allah dan tidak tertulis di Lohmahfuz.


Ditakhrijkan oleh Al Hakim dan dinyatakan sebagai hadis sahih dari Abu Hasan bahwa telah datang dua orang kepada Aisyah, mengatakan, bahwa Abu Hurairah menyampaikan bahwa Nabi Muhammad saw pernah bersabda: "Nasib itu hanyalah ditentukan oleh wanita, binatang melata, dan rumah". Aisyah menjawab; "Demi Tuhan Yang menurunkan Alquran kepada Abu Qasim saw, tidak pernah ia mengatakan yang seperti ini, ia hanya pernah mengatakan: "Orang-orang Arab Jahiliah dahulu mengatakan, 'Nasib itu hanyalah ditentukan oleh wanita, binatang melata dan rumah'". Kemudian `Aisyah membaca ayat ini.

Ayat ini memperingatkan sebahagian kaum muslimin yang masih percaya kepada tenung, suka meminta sesuatu kepada kuburan yang dianggap keramat, menanyakan sesuatu yang akan terjadi kepada dukun dan sebagainya. Hendaklah mereka hanya percaya kepada Allah saja, karena hanyalah Dia yang menentukan segala sesuatu. Mempercayai adanya kekuatan-kekuatan gaib yang lain selain dari kekuatan Allah termasuk memperserikatkan Nya dengan makhluk ciptaan Nya dan berarti tidak percaya kepada tauhid rububiyah yang ada pada Allah.

Pada ayat 23  ini Allah SWT menyatakan sebab Dia mengatakan seperti tersebut ayat di atas yaitu menetapkan segala sesuatu peristiwa atau kejadian sebelum wujudnya, agar manusia bersabar menerima cobaan Allah. Cobaan Allah itu adakalanya berupa kesengsaraan dan malapetaka, adakalanya berupa kesenangan dan kegembiraan. Karena itu janganlah terlalu bersedih hati menerima kesengsaraan dan malapetaka yang menimpa diri, sebaliknya jangan pula terlalu bersenang hati dan bergembira menerima Sesuatu yang menyenangkan hati. Sikap yang paling baik ialah bersabar menerima bencana dan malapetaka yang menimpa serta bersyukur kepada Allah atas setiap menerima nikmat yang dianugerahkan Nya.

Ayat ini bukanlah maksudnya melarang kaum Muslimin bergembira dan bersedih hati, tetapi maksudnya ialah melarang kaum Muslimin bergembira dan bersedih hati dengan berlebih-lebihan.

Berkata 'Ikrimah: "Tidak ada seorang pun melainkan ia dalam keadaan sedih dan gembira, tetapi hendaklah ia menjadikan kegembiraan itu sebagai tanda bersyukur kepada Allah dan kesedihan itu sebagai tanda bersabar".

Pada akhir ayat ini ditegaskan bahwa orang yang terlalu gembira menerima sesuatu yang menyenangkan hatinya dan terlalu bersedih hati menerima bencana yang menimpanya adalah orang yang pada dirinya terdapat tanda-tanda bakhil dan angkuh, seakan-akan ia hanya memikirkan kepentingan dirinya saja. Dan Allah SWT menyatakan bahwa Dia tidak menyukai orang-orang yang mempunyai sifat-sifat bakhil dan angkuh itu.

5.       Surah AN NISA : 78-79
7
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan:` Ini adalah dari sisi Allah `, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan:` Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad) `. Katakanlah:` Semuanya (datang) dari sisi Allah `.Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun”(QS. 4:78)
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.”(QS. 4:79)
Pada ayat 78 ini Allah menerangkan bahwa maut (mati) itu adalah suatu hal yang pasti datangnya tidak seorangpun yang daPada ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak akan menunda kematian seseorang apabila telah sampai ajalnya. Oleh karena itu bersiap siaplah untuk menghadapi maut itu.pat lepas dari padanya di manapun dia berada meskipun berlindung di dalam benteng yang kokoh kuat.
 Pada ayat 79 ini Allah menegaskan lagi dari segi kesopanan bahwa sesuatu yang baik yang diperoleh seseorang hendaklah dikatakan datangnya dari Allah dan malapetaka yang menimpa seseorang itu hendaklah pula dikatakan datangnya dari dirinya sendiri, mungkin pula karena disebabkan kelalaiannya atau kelalaian orang lain apakah dia saudara, sahabat dan tetangga.
6.      Surah AL MUNAFIQUN : 11

Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.(QS. 63:11)

8
Pada ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak akan menunda kematian seseorang apabila telah sampai ajalnya. Oleh karena itu bersiap siaplah untuk menghadapi maut itu.

7.      Surah AL FURQON : 17
Dan (ingatlah) suatu hari (ketika) Allah menghimpunkan mereka beserta apa yang mereka sembah selain Allah, lalu Allah berkata (kepada yang disembah):` Apakah kamu yang menyesatkan hamba-hamba-Ku itu, atau mereka sendirikah yang sesat dari jalan (yang benar)? `(QS. 25:17)
 Pada Hari Kiamat orang-orang musyrik yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah dikumpulkan bersama-sama dengan sembahan-sembahan mereka. Lalu Allah mengemukakan pertanyaan-pertanyaan kepada sembahan-sembahan itu. Benarkah kamu dahulu di dunia menyuruh mereka itu menyembahmu sehingga mereka telah sesat dari jalan yang benar. Mempersekutukan-KU denganmu sekalian sehingga mereka mengingkari ajaran-ajaran-ku dan ajaran-ajaran Rasul-Ku.
8.      Surah ‘ABASA : 23
Sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya,(QS. 80:23)
         Ayat 23 memperingatkan seluruh manusia: Sekali-kali jangan! Yakni jangan angkuh dan jangan kafir! Atau "Hati-hatilah!" Ayat 23 menjelaskan sebabnya, yakni karena dia belum menuntaskan tugasnya yang diperintahkan Allah sejak dia mukallaf/ dewasa sampai kematiannya.
9.      Surah AR RA’D : 26
Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat hanyalah kesenangan (yang sedikit).(QS. 13:26)
9
 Allah melapangkan dan menyempitkan rezeki hamba-Nya itu adalah berdasarkan hikmah-Nya serta pengetahuan-Nya tentang masing-masing hamba-Nya itu. Allah menganugerahkan rezeki yang banyak kepada hamba-Nya yang kafir kepada-Nya. Dan sebaliknya, kadang Allah menyempitkan rezeki bagi hamba yang beriman kepada-Nya untuk menambah pahala yang kelak akan mereka peroleh di akhirat.
10.  Surah AL QAMAR : 49
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.(QS. 54:49)
Ayat ini menerangkan bahwa seluruh makhluk yang ada ini adalah ciptaan Tuhan, diciptakan Nya menurut kehendak dan ketentuan Nya disesuaikan dengan hukum-hukum yang ditetapkan Nya untuk alam semesta ini, yang terkenal dengan sunatulkaun (undang-undang alam) Dalam ayat lain yang bersamaan maksudnya Allah berfirman:



Artinya:
Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.
(Q.S. Al-Furqan: 2)

dan sesuai pula dengan ayat:




Artinya:
Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan, d an menyempurnakan (ciptaan Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.
(Q.S. Al-A'la: 1-3)






10



TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG QADHA DAN QADAR
Kajian Surat al-An’am/6: 2-3 dan Kajian Surah at-Taubah/9: 51
Oleh : Nanda Rahmad

A.    Teks Ayat
1.      Q.S al-An’am ayat : 2-3
uqèd Ï%©!$# Nä3s)n=yz `ÏiB &ûüÏÛ ¢OèO #Ó|Ós% Wxy_r& ( ×@y_r&ur !K|¡"B ¼çny0YÏã ( ¢OèO óOçFRr& tbrçtIôJs? ÇËÈ uqèdur ª!$# Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# Îûur ÇÚö F{$# ( ãNn=÷èt öNä.§Å öNä.tôgy_ur ãNn=÷ètur $tB tbqç7Å¡õ3s? ÇÌÈ
2.      Q.S at-Taubah ayat : 51
@è% `©9 !$uZu;9ÅÁã wÎ) $tB |=tF2 ª!$# $uZs9 uqèd $uZ9s9öqtB 4 n?tãur «!$# È@2uqtGuù=sù cqãZÏB÷sßJø9$# ÇÎÊÈ

B.     Terjemahan al-Ayat
1.      Terjemahan Q.S al-An’am ayat : 2-3
“Dia-lah yang menciptakanmu dari tanah, sesudah itu ditentukan ajal (kematian)mu dan ada lagi satu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisi-Nya (hanya Dia yang mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu). Dan Dia-lah Allah (yang diibadahi), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan, dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.”
2.      Terjemahan Q.S at-Taubah ayat : 51
“Katakanalah : ‘Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dia pelindung kami dan hanya kepada Allah orang-orang mukmin harus bertawakal.”
C.    Makna Ijmali
1.      Makna Ijmali Q.S al-An’am ayat : 2-3
Semua umat manusia, bahkan seluruh makhluk dan jagat raya beserta isinya merupakan ciptaan Allah SWT. Allah menciptakan manusia dari tanah sebagai tanda bahwa manusia itu akan kembali ke tanah pula. Dalam kehidupan hamba-Nya, Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbuat sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri. Namun, kebebasan tersebut haruslah sejalan dan sesuai dengan perintah dari Allah. Sebab Allah-lah yang mengatur segala sesuatunya. Beberapa hal yang sudah di atur dan menjadi ketetapan Allah yang tidak dapat dinegosiasikan lagi dalam kehidupan makhluk ciptaannya seperti kapan seseorang lahir, siapa jodohnya, kapan dia akan mati (sampai ajalnya) bahkan sampai hari kebangkitan pun sudah menjadi ketetapan-Nya.
Apapun yang ada pada diri manusia baik yang diperlihatkan maupun yang disembunyikan, semuanya tak luput dari Allah. Tak satu hal pun yang tidak Allah ketahui, meski hal tersebut berukuran sangat kecil dan disembunyikan dengan rapat. Allah pun Maha Mengetahui segala sesuatu yang tidak diketahui hamba-Nya. Akan hal demikian patutlah kita sebagai ciptaan Allah mengimani ketetapan-Nya dan senantiasa beribadah dengan sungguh-sungguh kepada-Nya. Jangan sekalipun manusia meragukan akan ketentuan yang telah Allah gariskan kepada seluruh ciptaan-Nya.
2.      Makna Ijmali Q.S at-Taubah ayat : 51
Selaku manusia yang hanya mampu berdiri, bernafas, dan bernyawa atas kehendak, kasih sayang serta anugerah Allah, sangatlah patut kita untuk senantiasa bersyukur dan memuji Allah. Dalam kehidupan sehari-hari, tak ayal manusia sering melewati banyak masalah atau urusan yang memekik. Baik masalah kecil maupun masalah besar. Namun manusia harus selalu memohon ampun dan meminta perlindungan kepada Allah. Sebab hanya Allah yang mampu menolong hamba-Nya. Dan manusia harus yakin bahwa setiap cobaan, baik berupa masalah atau ujian itu semua datang dari Allah untuk menguji keimanan hamba-hamba yang disayangi-Nya.
D.    Pengertian Istilah
Arti qadha dan qadar kita pahami secara umum adalah sebagai peraturan dan ketetapan umum yang diciptakan Allah kepada makhluk ciptaannya.  Isu yang hangat diperkatakan tentang qadha dan qadar ialah, apakah tindak-tanduk manusia juga telah ditetapkan sejak dari azali? Said Sabiq didalam kitabnya Al-Aqaid Al-Islamiyah berkata : “Imam Al-Khathabi berkata : ‘Banyak orang mengira qadha dan qadar adalah pemaksaan Allah kepada hamba-Nya dan manusia hanya mengikut apa yang telah ditetapkan oleh Allah kepadanya. Sebenarnya pandangan yang demikian adalah salah karena takdir merupakan ketetapan Allah berdasarkan ilmu Allah yang Maha Mengetahui tentang semua kejadian yang terjadi yang berhubungan dengan semua perkara.’
Qadha dan qadar juga dikatakan sebagai hukum sebab-musabab atau sebab-akibat. Sedangkan hukum sebab-musabab atau sebab-akibat adalah takdir. Qadha adalah takdir atau ketetapan yang dapat di tolak, dihindari atau di ubah dengan takdir yang lain oleh manusia. Misalnya, takdir lapar dapat di ubah dengan takdir kenyang dengan cara makan, takdir mengantuk dapat di ubah dengan cara tidur, takdir bodoh akan menjadi takdir pintar dengan cara belajar, takdir miskin dapat di ubah menjadi takdir kaya dengan usaha dan kerja keras, dan lain sebagainya. Sedangkan qadar adalah takdir atau ketetapan yang tidak dapat di ubah sama sekali. Bahkan manusia tidak tahu kapan akan datangnya takdir ini. Contoh, kematian seseorang, datangnya jodoh, kelahiran, malam tidak boleh mendahului siang, siang tidak boleh mendahului malam, atau hal-hal yang tidak dapat diganggu gugat, negosiasi, di hindari apalagi di tolak lainnya.
Hal-hal yang demikian itu adalah pertanda bahwa meski Allah menetapkan ketentuan bagi ciptaannya, tetapi Allah sama sekali tidak pernah mengikat atau menzalimi hambanya. Semisal takdir yang tidak dapat di ubah pun kalau manusia ingin mengubahnya, maka Allah akan mengabulkan keinginannya. Sebagai contoh kematian. Seseorang tidak tahu kapan kematiannya tiba, bahkan ia tidak dapat mengelak kematian itu. Akan tetapi jika seseorang menginginkan kematian yang lebih cepat dari yang sudah ditentukan oleh Allah, maka Allah pun akan mengizininya. Misalnya ingin mati cepat dengan cara bunuh diri. Namun yang perlu digaris bawahi ialah, seseorang tidak akan bisa menunda atau mengelak dari kematiannya, akan tetapi seseorang bisa saja mempercepat kematiannya seperti dengan cara bunuh diri, dan itupun jika Allah mengizinkan.
E.     Tafsir al-Ayat
1.      Tafsir Q.S al-An’am ayat : 2-3
Firmannya, ûüÏÛ `ÏiB Nä3s)n=yz Ï%©!$# qèd  “Dia-lah yang menciptakanmu dari tanah,” yakni bapak mereka, yaitu Adam As. yang merupakan asal manusia. Darinyalah manusia-manusia lain lahir, lalu besar di timur dan di barat[1][1]. Tanah adalah bagian daripada bumi. Sesudah semua langit dan bumi diciptakan entah berapa tahun sesudahnya, barulah manusia diciptakan. Bahwasanya manusia diambil daripada bagian bumi yang telah ada itu, yaitu tanah. Sebagaimana kepercayaan kita, manusia pertama yang diciptakan oleh Allah adalah Adam. Maka “bahan” dasar pembuatan Adam tersebut adalah tanah. Meskipun sebagian ilmuan mengingkari manusia pertama adalah Adam, namun mereka tak dapat memungkiri bahwa sanya teori yang mereka katakan tersebut adalah salah besar. Ada yang mengatakan hayat pertama berasal dari “lumut”[2][2], namun jika ditela’ah lebih dalam lumut itu tidak lain berasal dari bumi, yaitu tanah yang tumbuh menjadi lumut.[3][3]
Lalu, çny0YÏã !K|¡"B ×@y_r&ur xy_r&  #Ó|Ós% OèO “Sesudah itu ditentukan ajal (kematian)mu, dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan yang ada pada sisi-Nya (hanya Dia yang mengetahui),” maka manusia yang telah diciptakan itu kemudian ditentukan ajal, janji dan jangka hidupnya oleh Allah. Dari tanah manusia itu diciptakan lalu di beri nyawa. Nanti datanglah waktunya dan janjinya, kapan manusia itu mati, bercerai nyawanya dengan raga dan badannya, setelah itu dia pun kembali ketempat asalnya yaitu tanah. Baik dikubur ke perut bumi maupun dibakar jadi abu.
Sa’id bin Jubir menuturkan dari Ibnu ‘Abbas xy_r&  #Ó|Ós% OèO “Sesudah itu ditentukan ajal (kematian)mu,” yakni akhir kehidupan seseorang. Adapun firman selanjutnya ny0YÏã !K|¡"B ×@y_r&ur “dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan yang ada pada sisi-Nya (hanya Dia yang mengetahui),” yakni di akhirat. Demikian pula diriwayatkan dari Mujahid, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, al-Hasan, Qatadah, adh-Dhamak, Zaid bi Aslam,’Athiyyah, as-Suddi, Muqatil bin Hayan, dan lainnya[4][4].
Maka yang dimaksud adalah penetapan takdir ajal yang khusus, yaitu umur setiap orang, dan ajal yang satunya lagi takdir yang bersifat umun, yaitu umur dunia secara keseluruhan, lalu berakhir dan lenyaplah dunia dan pindah dari alam dunia menuju alam akhirat. Sedangkan makna  çny0YÏã  “Pada sisi-Nya,” adalah tidak ada yang Maha Mengetahui kecuali Allah. Sebagai mana firmannya Q.S al-A’raaf ayat : 187
y7tRqè=t«ó¡o Ç`tã Ïptã$¡¡9$# tb$­r& $yg8yóßD ( ö@è% $yJ¯RÎ) $ygãKù=Ïæ y0ZÏã În1u ( w $pkÏk=pgä  !$pkÉJø%uqÏ9 wÎ) uqèd 4 ôMn=à)rO Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚö F{$#ur 4 w ö/ä39Ï?ù's? wÎ) ZptGøót/ 3 y7tRqè=t«ó¡o y7¯Rr(x. ; Å"ym $pk÷]tã ( ö@è% $yJ¯RÎ) $ygßJù=Ïæ y0ZÏã «!$# £`Å3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w tbqßJn=ôèt ÇÊÑÐÈ
“Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu ada pada sisi Rabb-ku; tidak ada seorang pun yang bisa menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia,” dan sebagaimana firman-Nya lagi Q.S an-Naazi’aat ayat : 42-44
y7tRqè=t«ó¡o Ç`tã Ïptã$¡¡9$# tb$­r& $yg9yöãB ÇÍËÈ tLìÏù |MRr& `ÏB !$yg1tø.Ï ÇÍÌÈ 4 n<Î) y7În/u !$yg9pktJYãB ÇÍÍÈ
 “Mereka (orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari berbangkit kapankah terjadinya? Siapa kamu (sehingga) dapat menyebutkan (waktunya)? Kepada Rabb-mulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya).”
Kemudian, tbrçtIôJs? OçFRr& ¢OèO  “Kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang hari bangkit itu).” As-Suddi menafsirkan bahwa “Kalian ragu tentang adanya perkara kiamat.”
Ayat ini (ayat : 2) menceritakan tentang wujud manusia, yang merupakan wujud kedua setelah alam semesta dan setelah fenomena gelap dan cahaya. Wacana tentang kehidupan manusia di alam semesta yang beku itu, yang dihasilkan dari adonan tanah yang gelap untuk kemudian memasuki cahaya kehidupan yang penuh pernak-pernik gemerlapan. Sehingga, pembicaraan itu menjadi amat selaras dengan penghadapan antara kegelap dan cahaya, dalam susunan redaksional yang indah[5][5].
Di samping itu, ada wacana lain yang turut menyertainya, yaitu, wacana tentang ajal pertama yang mengantarkannya kepada kematian serta ajal kedua yang mengantarkannya pada kebangkitan. Itu adalah dua wacana yang saling berhadapan, antara diam dan gerak. Diantara dua hal tersebut, terdapat jarak yang amat jauh dari sisi substansinya maupun dari sisi zamannya.
Secara logis, seharusnya perkara tersebut mengantarkan hati manusia kepada keyakinan terhadap kekuasaan dan ketetapan Allah. Namun orang-orang yang menjadi audiens ayat ini malah menjadi ragu-ragu dan sama sekali tidak mendapatkan keyakinan, seperti dijelaskan “kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).” Ialah orang yang jiwanya masih gelap tadi, yang masih kufur dan musyrik. Mereka masih ragu-ragu karena fikiran mereka tidak jalan. Padahal kalau mereka mau berfikir tidaklah mereka menolak ajal yang kedua tersebut[6][6].
Selanjutnya, dalam ayat berikutnya, “Dan Dia-lah Allah (yang diibadahi), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan, dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahaka,.” yakni, Dia (Allah)-lah tempat memohon doa, baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Artinya, Dia-lah yang diibadahi, ditauhidkan, dan diakui sebagai sesembahan oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi. Penafsiran yang demikian didukung pula oleh Q.S az-Zukhruf ayat : 84
uqèdur Ï%©!$# Îû Ïä!$yJ¡¡9$# ×m»s9Î) Îûur Äßö F{$# ×m»s9Î) 4 uqèdur ÞOÅ3ptø:$# ÞOÎ=yèø9$# ÇÑÍÈ
 “Dan Dia-lah Illah (yang diibadahi) di langit dan Illah (yang diibadahi) di bumi.”
Maksudnya, Dia-lah Illah (sesembahan) makhluk-mahkluk yang ada di langit dan makhluk-makhluk yang ada di bumi. Dia mengetahui apa yang kalian (makhluk-makhluk-Nya) rahasiakan dan apa yang makhluk-mahkluk-Nya tampakkan. Kemudian  tbqç7Å¡õ3s? $tB ãNn=÷ètur “Dan Dia mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan,” maksudnya, amal manusia, baik amal baik maupun amal buruk.[7][7]
Dalam ayat ini seperti diunggkapkan Sayyid Quthb dalam buku dan jilid yang sama, merangkum penegasan uluhiyah Allah dalam alam semesta dan kehidupan manusia. Yang menciptakan langit dan bumi beserta seluruh isinya adalah Allah SWT yang disembah di langit dan di bumi pula. Dia-lah yang memegang status uluhiyah di kedua tempat itu. Semua tanda-tanda uluhiyah Allah terlihat di kedua tempat itu.  Misalnya ketundukan kepada namus (aturan) yang telah digariskan oleh Allah di kedua tempat itu. Seperti ketundukan kedua tempat itu kepada Allah. Seharusnya, seperti itu pula kehidupan manusia. Sebab manusia juga merupakan makhluk ciptaan Allah, sebagai mana Allah menciptakan langit, bumi dan isinya.
Adonan utama penciptaan Manusia  adalah tanah yang merupakan bagian dari bumi. Potensi-potensi yang dimilikinya yang membuat manusia itu layak disebut manusia, yang demikian itu adalah anugerah dari Allah. Patutlah manusia tunduk dengan ridha dan terpaksa dari segi bangun tubuhnya terhadap aturan Allah yang telah digariskan baginya.
Keberadaan dan kehadiran seorang manusia dalam hidup ini adalah semata atas ketentuan dan kehendak Allah. Bukan atas dasar kehendak Bapak-Ibunya. Manusia bisa saja bersetubuh untuk berkembangbiak, akan tetapi tidak memiliki kekuasaan apa-apa terhadap janin yang dikandung. Oleh karena itu, seyogyanyalah manusia mengikuti namus Allah dalam kehidupannya.
2.      Tafsir Q.S at-Taubah ayat : 51
Pada ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada Rasulullah SAW agar menjawab tantangan orang-orang munafik yang senang di kala beliau dan sahabat-sahabatnya ditimpa kesulitan dan bencana serta merasa sesak dada di kala beliau dan sahabat-sahabatnya memperoleh nikmat dengan ucapan : “Apa yang menimpa diri kami dan apa yang kami peroleh dan kami alami adalah hal-hal yang diatur dan ditetapkan oleh Allah SWT, yaitu hal-hal yang telah tercatat di Lauh Mahfudz sesuai dengan sunnah-Nya yang berlaku pada hamba-Nya, baik kenikmatan kemenangan maupun bencana kekalahan. Segala sesuatunya terjadi sesuai dengan qadha dan qadar dari Allah SWT dan bukanlah menurut kemauan atau kehendak manusia manapun. Allah SWT., pelindung satu-satunya dan kepada Dia-lah kami bertawakal dan berserah diri[8][8].
@è% “Katakanlah,” yakni Allah menyuruh hambanya kepada mereka, yaitu orang-orang musyrik dan munafik yang mengingkari ketentuan Allah, $uZs9 ª!$# |=tF2 $tB wÎ) !$uZu;9ÅÁã `©9 “Sekali-kali tidakkan menimpa kami kecuali apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami.” Maksudnya, kami (manusia) berada dalam kehendak dan ketentuan Allah. $uZ9s9öqtBqèd “Allah-lah pelindungkami,” yaitu, pemandu dan tempat kembali kami (manusia).[9][9]
Setelahnya, cqãZÏB÷sßJø9$# È@2uqtGuù=sù !$# n?tãur ”Dan hanya kepada-Nya-lah orang-orang mukmin harus bertawakkal,” yakni, dan kami (manusia) bertawakkal kepada-Nya, Allah-lah yang mencukupi kami (manusia) dan Allah-lah sebaik-baik pelindung[10][10].
Atau dapat ditafsirkan, Katakanlah : “Kami (orang beriman) tidak akan berucap seperti ucapan kalian (orang musyrik) karena kami yakin bahwa siapa pun tidak mampu mendatangkan mamfaat atau menapik kemudharatan kecuali atas izin dan restu Allah SWT[11][11]., tetapi kami akan mengucap bahwa, sekali-kali tidak akan ada yang menimpa kami, positif atau negatif pada lahirnya melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami.
Sebab seorang mukmin sadar bahwa apapun ketetapan Allah pasti baik dan bermamfaat – kalau ketetapannya baik, maka ia bersyukur, dan jika ketetapannya sebaliknya ia bersabar dan terus bertawakal dan yakin bahwa Allah sedang menguji imannya. Oleh karenannya lanjutkan ucapan sesuai dalam lanjutan ayat ini yaitu, Dia saja pelindung kami yang selalu dekat dengan kami, sehingga dengan cepat dan mudah Allah menampik keburukan atas kami, dan hanya kepada Allah tidak kepada siapa pun, orang-orang mukmin harus bertawakkal, yakni berserah diri setelah usahanya maksimal.
Dalam ayat ini Allah telah menetapkan akan memberi pertolongan kepada kaum mukmin dan berjanji akan memberikannnya (kemenangan) kepada mereka pada akhirnya. Maka, bagaimanapun mereka ditimpa kesulitan dan mendapat cobaan, yang demikian itu adalah persiapan untuk mendapatkan pertolongan yang dijanjikan itu. Juga agar kemenangan diperoleh oleh kaum mukmin dengan jelas, sesudah terlebih dahulu mereka di uji dengan cara-cara yang dikehendaki oleh sunatullah. Pertolongan yang Allah berikan merupakan pertolongan yang mahal, bukan murahan. Suatu kemuliaan yang dijaga oleh jiwa-jiwa yang perkasa, yang siap menghadapi segala cobaan dan sabar melakukan semua pengorbanan. Allah-lah yang menolong dan memberi bantuan dan hanya Allah yang mampu melakukannya.
cqãZÏB÷sßJø9$# È@2uqtGuù=sù !$# n?tãur,”Dan hanya kepada-Nya-lah orang-orang mukmin harus bertawakkal.” Percaya kepada qadha dan qadhar Allah dan tawakkal secara total kepada-Nya[12][12], tidak menghalangi orang untuk melakukan persiapan sesuai kemampuan yang dimiliki.
Dengan demikian, kami tidak pernah merasa putus asa di kala ditimpa sesuatu yang tidak mengembirakan dan tidak merasa sombong dan angkuh di kala memperoleh nikmat dan hal-hal yang menjadi cita-cita atau impian.
F.     Kesimpulan
Perbedaan antara qadha dan qadar adalah, jika qadha merupakan takdir yang dapat di ubah dengan takdir lain, contohnya : takdir lapar dapat di ubah dengan takdir kenyang dengan cara makan, takdir mengantuk dapat di ubah dengan cara tidur, takdir bodoh akan menjadi takdir pintar dengan cara belajar, takdir miskin dapat di ubah menjadi takdir kaya dengan usaha dan kerja keras, dan lain-lain. Sedangkan qadar adalah ketatapan atau takdir yang sudah mutlak dan tidak dapat di ganggu gugat, contoh: kematian seseorang, datangnya jodoh, kelahiran, malam tidak boleh mendahului siang, siang tidak boleh mendahului malam, dan lain-lain.
Adapun kaitannya dengan pendidikan adalah, seseorang dapat merubah takdir bodohnya dengan cara belajar dan terus belajar. Jika seseorang terlahir dalam keadaan bodoh, maka ia dapat merubah dirinya menjadi pandai asalkan ia mau berusaha serta berikhtiar.
1.      Kesimpulan Q.S al-An’am ayat : 2-3
Berdasarkan uraian diatas mengenai kajian Surah al-An’am, maka dapat di tarik beberapa kesimpulan pokok sebagai berikut:
      Manusia adalah makluk ciptaan Allah, yang diciptakan dengan “bahan dasar” berupa tanah.
      Allah pula yang menciptakan alam raya berserta isinya, serta tak lain dan tak bukan Allah-lah yang patut untuk disembah dan diibadahi baik di bumi dan di langit.
      Hal-hal yang digambarkan oleh Allah dalam kajian Surah al-An’am memang berupa suatu ketetapan yang tak dapat seorangpun mengatur bahkan mengetahuinya, seperti ; kelahiran, datangnya ajal, dan hari kebangkitan namun, Allah menyuruh manusia untuk menyakini akan datangnya hal-hal tersebut. Meskipun tak sedikit yang mengingkari (ragu-ragu) akan hal itu.
      Allah Maha Mengetahui segalanya, baik hal yang tampak maupun yang tidak Nampak. Bahkan sesuatu yang tidak diketahui manusia sekalipun.
      Setiap manusia hanya mampu berusaha dan berdoa, namun wajib menyerahkan hasilnya dari usahanya kepada Allah.

2.      Kesimpulan Q.S at-Taubah ayat : 51
      Tidak akan menimpa seseorang kecuali apa yang telah diatur dan ditetapkan oleh Allah SWT dan kepada Allah-lah bertawakal dan berserah diri orang-orang yang beriman.
      Orang-orang munafik merasa sangat kecewa dan menggerutu apabila Rasulullah beserta sahabat-sahabatnya memperoleh kenikmatan dan sebaliknya, mereka merasa bahagia dan senang jika Rasullullah dan sahabat-sahabatnya mengalami musibah.
      Perlindungan hanya pantas di serahkan kepada Allah serta orang mukmin harus bertawakal kepada Allah.
      Qadha dan qadhar adalah ketetapan Allah yang tak dapat diganggugugat dan setiap manusia harus mengimani serta selalu bertawakal akan ketetapan yang telah digariskan oleh Allah kepadanya.
DAFTAR PUSTAKA

‘Abdulmalik bin Muhammad bin’Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir jilid 3. Jakarta: Pustaka Asy-Syafi’I, 1430 H / 2009 M.
Bustami A. ghani, dkk. Al Quran dan Tafsirnya. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1991.
Hamka. Tafsir al Azhar,  juzu’ 7. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.
Imam Jalaluddin al-Mahali & Imam Jalaluddin as-Suyuti. Tafsir Jalalain. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005.
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah, vol. 5. Jakarta: Lentera hati, 2002.
Sayyid Quthb. Tafsir Fi Zhilalil Quran di Bawah Naungan Al-Qur’an, jilid 4, Jakarta: Gema Insani, 2004. 
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Quran di Bawah Naungan Al-Qur’an, jilid 5. Jakarta: Gema Insani Press, 2003.
Syaikh Shafiyyurahman al-Mubakfur. Terjemahan Shahih Tafsir Ibnu Katsir,  jilid 3. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2006.







QADHA’ dan QADAR
Kajian Surat Ali Imran/3: 145 dan surat Al-Nisa’/4: 78-79

  
  A.    Teks Ayat
   1.      Surat Ali Imran/3: 145

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا          وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ

   2.      Surat Al-Nisa’/4: 78-79

أَيۡنَمَا تَكُونُواْ يُدۡرِككُّمُ ٱلۡمَوۡتُ وَلَوۡ كُنتُمۡ فِى بُرُوجٍ۬ مُّشَيَّدَةٍ۬‌ۗ وَإِن تُصِبۡهُمۡ حَسَنَةٌ۬ يَقُولُواْ هَـٰذِهِۦ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِ‌ۖ وَإِن تُصِبۡهُمۡ سَيِّئَةٌ۬ يَقُولُواْ هَـٰذِهِۦ مِنۡ عِندِكَ‌ۚ قُلۡ كُلٌّ۬ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ‌ۖ فَمَالِ هَـٰٓؤُلَآءِ ٱلۡقَوۡمِ لَا يَكَادُونَ يَفۡقَهُونَ حَدِيثً۬ا) ۷۸(
مَّآ أَصَابَكَ مِنۡ حَسَنَةٍ۬ فَمِنَ ٱللَّهِۖ وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ۬ فَمِن نَّفۡسِكَۚ وَأَرۡسَلۡنَـٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولاً۬ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَہِيدً۬ا۷۹ (

  B.     Tarjamah al-Ayat
   1.      Surat Ali Imran/3: 145
Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang tertentu waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS. Ali Imran/3:145)[1]

   2.      Surat  Al-Nisa’/4: 78-79
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?  (QS. Al-Nisa’/4: 78)

Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (QS. Al-Nisa’/4: 79)[2]

C.    Makna Ijmali
Rukun iman yang keenam, atau tingkatan kepercayaan yang paling akhir ialah qadha dan qadar. Ringkasan kepercayaan ini ialah bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam alam ini atau terjadi pada diri kita manusia sendiri, buruk dan baik, naik dan jatuh, senang dan sakit, dan segala gerak-gerik hidup kita, semuanya tidaklah lepas pada “taqdir” atau ketentuan Illahi. Tidak lepas dari pada qadar artinya jangka yang telah tertentu, dan qadha artinya ketentuan. Qadha dan qadar selalu berhubungan erat, qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah SWT sejak zaman Azali. Sedangkan qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah SWT. Jadi hubungan antara qadha dan qadar ibarat rencana dan perbuatan.
  D.    Pengertian Istilah
Qadha menurut bahasa yaitu hukum, ketetapan, perintah, kehendak, pemberitahuan, dan penciptaan. Sedangkan menurut istilah, qadha ialah ketetapan Allah SWT sejak zaman Azali sesuai  dengan iradah-Nya, tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk ciptaan-Nya. Qadar menurut bahasa yaitu kepastian, peraturan, dan ukuran. Sedangkan menurut istilah, qadar adalah perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah SWT terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya. Sebenarnya, qadha dan qadar ini merupakan dua masalah yang saling berkaitan, tidak mungkin satu sama lain terpisahkan oleh karena salah satu di antara keduanya merupakan asas atau pondasi dari bangunan yang lain. Maka, barangsiapa yang ingin memisahkan di antara keduanya, ia sungguh merobohkan bangunan tersebut
Qadha dan qadar selalu berhubungan erat. Qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah SWT sejak zaman Azali. Sedangkan qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah SWT. Jadi hubungan antara qadha dan qadar ibarat rencana dan perbuatan.
Perbuatan Allah SWT berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan. Di dalam surat Al-Hijr ayat 21 Allah SWT berfirman : Dan tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah khazanahnya, dan kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu”.
Orang kadang menggunakan istilah qadha dan qadar dengan satu istilah, yaitu qadar atau takdir. Jika ada orang terkena musibah, lalu orang tersebut mengatakan, “sudah takdir”, maksudnya qadha dan qadar.
Kita harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi kepada diri kita, baik yang baik maupun yang buruk adalah kehendak Allah SWT. Sebagai seorang yang beriman, kita mesti ikhlas menerima segala ketentuan Allah SWT atas apa yang ditentukannya kepada diri kita.
Di dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: 
”Barangsiapa yang tidak ridha dengan qadha-Ku dan qadar-Ku, dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani)
Takdir Allah SWT merupakan iradah atau kehendak Allah SWT. Oleh sebab itu takdir tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri kita sesuai dengan keinginan kita, hendaklah kita beresyukur karena hal itu merupakan nikmat yang diberikan Allah SWT kepada kita. Ketika takdir yang kita alami tidak menyenangkan atau merupakan musibah, maka hendaklah kita terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin, bahwa di balik musibah itu ada hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya. Allah SWT maha mengetahui atas apa yang diperbuatnya.
 Ø  Macam-macam takdir
  a.       Takdir Mua’llaq
Takdir mua’llaq yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Sebagai contoh yaitu orang yang memiliki cita-cita. Dan untuk mencapai cita-citanya tersebut dia terus menerus berusaha agar cita-citanya tersebut tercapai, dan kemudian apa yang dia cita-citakan tercapai. Dalam hal ini Allah SWT berfirman : “……Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan mereka sendiri……”(Q.S. Ar-Rad : 11)

  b.      Takdir Mubram
 Takdir mubram takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.
  E.     Asbab al-Nuzul
·           Surat Ali Imran/3: 145

1.      Asbabun nuzul ayat ini berhubungan dengan asbabun nuzul ayat sebelumnya yaitu “Dan Muhammad hanyalah seorang rasul;...” Ibnu Munzir  meriwayatkan dari Umar, dia berkata “ ketika peperangan Uhud, kami berpisah dengan Rasulullah. Lalu saya mendaki Gunung Uhud, disana saya mendengar orang-orang berkata. ‘Muhammad telah terbunuh’. Maka saya membatin, “ tak seorangpun mengatakan bahwa Muhammad telah terbunuh kecuali akan saya bunuh ”
Ketika saya perhatikan ke bagian bawah Gnung Uhud, saya melihat Rasulullah dengan orang-orang sedang kembali. Lalu turun firman Allah, ‘Dan Muhammad hanyalah seorang rasul;...”.

2.      Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari ar-rabi’, dia berkata “ketika kekalahan menimpa orang-orang muslim dan mereka berteriak-teriak memanggil Rasulullah, orang-orang berkata, ‘Rasulullah telah terbunuh.’ Maka sekelompok orang berkata, ‘seandainya dia seorang nabi, tentu tidak akan terbunuh.’ Dan sekelompok orang lainnya berkata, ‘berperanglah demi sesuatu untuknya Nabi kalian berperang, hingga Allah memenangkan kalian atau kalian menyusul beliau.’ Lalu Allah menurunkan firmannya ‘Dan Muhammad hanyalah seorang rasul;...”.

·           Surat Al-Nisa’/4: 78-79
Seperti halnya asbabun nuzul ayat diatas, sebab-sebab turunnya ayat ini masih berhubungan dengan ayat sebelumnya yaitu mengenai keengganan beberapa sahabat untuk berperang. An-Nasa’i dan Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Abdurrahman bin Auf dan beberapa rekannya mendatangi Nabi saw, lalu mereka berkata “ Wahai nabi allah ketika kami masih musyrik, kami adalah orang-oarang yangn mulia. Namun ketika kami beriman, kami menjadi orang-orang yang hina.” Rasul pun bersabda “sesungguhnya akau diperintahkan untuk memaafkan. Maka jangan kalian perangi orang-orang musyrik itu.” Ketika Beliau hijrah ke Madinah, Beliau diperintahkan untuk memerangi musuh, Namun orang-orang tadi (Abdurrahman bin Auf dkk.) enggan melakukannya. Maka turunlah firman Allah “Tidakkan engkau memperhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, “Tahanlah tanganmu (dari berperang),...” hingga akhir ayat.

  F.     Tafsir al-Ayat
1.    Surat Ali Imran/3: 145
Al-Biqa’i menghubungkan ayat ini dengan ayat sebelumya dengan berkata bahwa kematian pimpinan pendukung-pendukung suatu agama tidak wajar dijadikan sebab untuk mengelak dari pertempuran dan meninggalkan medannya, kecuali jika kematian itu terjadi tanpa izin Tuhan, pemilik agama itu.[3] Di sisi lain , meninggalkan medan perang tidak akan ada manfaatnya kecuali jika itu menjadi sebab keselamatan. Kalau tidak demikian, dalam arti kalau kematiannya tidak dapat terjadi kecuali atas izin-Nya, dan lari dari medan perang tidak menjadi sebab panjang atau pendeknya usia, maka apa yang dilakukan oleh sebagian peserta perang Uhud adalah sesuatu yang sangat tidak pada tempatnya. Inilah pesan yang dikandung dalam ayat ini, yakni sesuatu yang bernyawa makhluk apa pun ia, dan setinggi apa pun kedudukannya dan kemampuannya tidak akan mati dengan satu dan lain sebab melainkan dengan izin Allah, yang memerintahkan kepada malaikat maut untuk mencabut nyawanya, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya sehingga tidak akan bertambah usia itu dengan lari dari peperangan tidak juga berkurang bila bertahan dan melanjutkan perjuangan.
Firman-Nya: ( وَمَا كَانَ )  dari segi bahasa pada mulanya berarti tidak wajar. Ketika kata itu dikaitkan dengan kematian satu jiwa ( لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ ), maka terjemahannya secara harfiah adalah “Tidak wajar satu jiwa mati ..” redaksi ini menimbulkan pertanyaan, karena jika anda berkata: “Tidak wajar yang ini”, maka akan timbul pertanyaan, “Apa yang wajar?” dan ketika itu terkesan adanya pilihan. Nah, sekali lagi timbul pertanyaan: “Apakah ada yang wajar atau tidak wajar untuk menentukan datangnya kematian? Adakah pilihan bagi seseorang menyangkut kematian?” Tentu saja jawabannya: “Tidak ada!” Jika demikian, mengapa ayat ini berbunyi seperti itu? Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi memberi jawaban sebagai berikut: “Seandainya ada seseorang yang akan membunuh dirinya , maka dia tidak akan mati (walau usahanya telah maksimal) kecuali sudah izin Allah kepada malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Kalau yangn mau membunuh diri saja tidak dapat mati kecuali seizin-Nya, maka lebih-lebih mereka yang memelihara dirinya. Hal tersebut demikian, karena ajal telah ditentukan Allah, dan dengan demikian, tidak wajar seseorang menghindar dari peperangan karena takut mati.”[4]

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا  
Allah menyatakan: "semua yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin-Nya, tepat pada waktunya sesuai dengan yang telah ditetapkan-Nya. Artinya persoalan mati itu hanya di tangan Tuhan, bukan di tangan siapa-siapa atau di tangan musuh yang ditakuti. Dalam hal ini keimanan terhadap qadha’ dan qadar sangatlah diperlukan, karena jika kita meyakini tentang qadha’ dan qadar tentu kita akan berserah diri kepada Allah tentang urusan yang sudah pasti urusan Allah yaitu salah satunya adalah tentang ajal. Ayat  Ini merupakan teguran kepada orang-orang mukmin yang lari dari medan perang Uhud karena takut mati, dan juga merupakan petunjuk bagi setiap umat Islam yang sedang berjuang di jalan Allah seterusnya Allah memberikan bimbingan kepada umat Islam bagaimana seharusnya berjuang di jalan Allah dengan firman-Nya:
وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا
Artinya:
Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa yang menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula)kepadanya pahala akhirat.(Q.S Ali Imran: 145)
Ini berarti setiap orang Islam harus meluruskan dan membetulkan niatnya dalam melaksanakan setiap perjuangan. Kalau niatnya hanya sekadar untuk memperoleh balasan dunia, biar bagaimanapun besar perjuangannya maka balasannya hanya sekadar yang bersifat dunia saja. Dan barang siapa yang niatnya untuk mendapat pahala akhirat, maka Allah akan memberikannya dan juga memberikan bagian dari dunia kepadanya. Sebagaimana Allah SWT telah berfirman: “Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki  dan Kami tentukan baginya Neraka Jahannam; ia memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha kearah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.”(QS. al-Israa’: 18-19)
Oleh karena itu, di sini Allah berfirman  وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ “Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” Maksudnya, Allah akan memberikan karunia dan rahmat, di dunia dan akhirat sesuai dengan rasa syukur dan amal mereka.

2.      Surat Al-Nisa’/4: 78-79
      
 أَيۡنَمَا تَكُونُواْ يُدۡرِككُّمُ ٱلۡمَوۡتُ وَلَوۡ كُنتُمۡ فِى بُرُوجٍ۬ مُّشَيَّدَةٍ۬                                        
“dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkanmu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh”. Yaitu kalian pasti akan menuju kematian, tidak akan ada seorang pun yang akan selamat darinya. Sebagaimana Allah berfirman “semua yang ada di bumi itu akan binasa” (QS. ar-Rahmaan:26). Maksudnya, bahwa setiap orang pasti menuju kematian, suatu hal yang pasti dan tidak ada sesuatu pun yang menyelamatkan dirinya, baik ia berjihad ataupun tidak. Karena ia memiliki batas yang telah ditetapkan dan tempat yang telah dibagi-bagi.[5]
       Firman-Nya     وَلَوۡ كُنتُمۡ فِى بُرُوجٍ۬ مُّشَيَّدَةٍ۬   “sekalipun kamu berada di dalam benteng musyayyadah”. Yaitu benteng yang kuat, kokoh, tinggi menjulang. Maksudnya, lari dan berlindung dari kematian tidaklah bermanfaat. Karena apapun yang terjadi yang pasti adalah satu bahwa kematian itu pasti datang kepada setiap yang bernyawa. Ketetapan Allah pasti akan terjadi Apa pun yang Dia kehendaki pasti terjadi meskipun manusia tidak menginginkannya. Begitu pula sebaliknya, apa pun yang tidak dikehendaki pasti tidak akan terjadi meskipun manusia memohon dan menghendakinya. Hal ini bukan dikarenakan Dia tidak mampu melainkan karena Dia tidak menghendakinya.
            Firman-Nya    وَإِن تُصِبۡهُمۡ حَسَنَةٌ۬      “jika mereka mereka memperoleh kebaikan”. Yaitu kesuburan rizki buah-buahan, tanam-tanaman, anak-anak dan yang sejenisnya.
يَقُولُواْ هَـٰذِهِۦ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِۖ وَإِن تُصِبۡهُمۡ سَيِّئَةٌ  “mereka mengatakan: ini adalah dari sisi Allah dan kalau mereka ditimpa bencana”. Yaitu kekeringan dan kekurangan buah-buahan, tanam-tanaman, kematian anak-anak, gagalnya panen, dan lain-lain.   يَقُولُواْ هَـٰذِهِۦ مِنۡ عِندِكَ  “mereka mengatakan; ini dari sismu ya Muhammad”. Karena mereka telah mengikuti nabi Muhammad  dan juga agamanya, sehingga mereka beranggapan itu ulaha nabi Muhammad.[6]
       Demikianlah perkataan orang-orang munafik yang masuk kedalam islam secara zhahir, padahal mereka benci padanya (islam). Untuk itu jika mereka ditimpa suatu keburukan , mereka menisbatkan (menyandarkan) hal itu dengan sebab mereka mengikuti Nabi saw. Maka Allah menurunkan  قُلۡ كُلٌّ۬ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ‌  “katakanlah: semua datang dari sisi Allah”.
       Firman-Nya     قُلۡ كُلٌّ۬ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ‌     “katakanlah: semua datang dari sisi Allah”. Yaitu seluruhnya dengan qadha’ (putusan) dan Qadar (ketentuan) Allah. Allah-lah yang menentukan sesorang itu baik atau jahat, mukmin atau kafir.
Kemudian Allah berfirman mengingkari orang-orang yang mengucapkan kata-kata yang muncul dari keraguan dan kebimbangan, kurang paham dan kurang berilmu serta bertumpuknya kejahilan dan kezaliman,   فَمَالِ هَـٰٓؤُلَآءِ ٱلۡقَوۡمِ لَا يَكَادُونَ يَفۡقَهُونَ حَدِيثً۬ا  “maka mengapa orang-orang itu hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun”.
     Kemudian Allah berfirman kepada rasulnya , walaupun tujuannya adalah untuk seluruh manusia sebagai jawaban,  مَّآ أَصَابَكَ مِنۡ حَسَنَةٍ۬ فَمِنَ ٱللَّهِ  “apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah” yaitu dari karunia, kenikmatan, kelembutan dan kasih sayangnya.
وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ۬ فَمِن نَّفۡسِكَۚ “dan apa-apa bencana yang menimpamu, maka dari dirimu sendiri”. Yaitu dari sisimu dan dari perbuatanmu. Sebagaimana firman Allah “dan apa saja musibah yang menimpamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).(QS. Asy-syura:30)
As-suddi, al-Hasan al Bashri, Ibnu Juraij dan Ibnu Zaid berkata  فَمِن نَّفۡسِكَۚ  “dari dirimu sendiri”. Yaitu dengan sebab dosamu. Qatadah berkata tentang ayat ini  فَمِن نَّفۡسِكَۚ “dari dirimu sendiri” sebagai sangsi bagimu, hai anak adam, disebabkan dosa-dosamu.[7]
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Mutharrif bin ‘abdillah, ia berkata: “apa yang kalian maksudkan dengan qadar. Apakah tidak cukup bagi kalian ayat yang terdapat dalam surat an-Nisa’: “Dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)"(QS. Al-Nisa’/4: 78). Yaitu dari dirimu sendiri . demi Allah, mereka tidak diserahkan sepenuhnya kepada takdir. Mereka telah diperintah dan sesuai takdirlah akhirnya urusan mereka.”[8]
Firman Allah وَأَرۡسَلۡنَـٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولاً۬ “Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia”. Yaitu engkau sampaikan kepada mereka syari’at-syari’at Allah, apa yang dicintai dan diridhai-Nya, serta apa yang dibenci dan tidak disenangi-Nya.
 وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَہِيدً۬ا “Dan cukuplah Allah sebagai saksi”. Yaitu, bahwa Allah telah mengutusmu, dan Allah pula yang menjadi saksi antara kamu dan mereka. Allah Maha Mengetahui tentang apa yang telah engkau sampaikan kepada mereka, serta tentang penolakan mereka terhadap kebenaran yang berasal darimu, karena kufur dan pembangkangan.

G. Kesimpulan
       Berdasarkan hasil paparan makalah diatas mengenai kajian ayat-ayat tentang qadha’ dan qadar maka dapat disimpulkan menjadi beberapa poin sebagai berikut:
1.      Qadha’ dan qadar selalu berhubungan erat.
2.      Qadha’ adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah SWT sejak zaman Azali. Sedangkan qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah SWT. Jadi hubungan antara qadha dan qadar ibarat rencana dan perbuatan.
3.      Ketetapan Allah pasti akan terjadi apa pun yang Dia kehendaki pasti terjadi meskipun manusia tidak menginginkannya. Begitu pula sebaliknya, apa pun yang tidak dikehendaki pasti tidak akan terjadi meskipun manusia memohon dan menghendakinya. Hal ini bukan dikarenakan Dia tidak mampu melainkan karena Dia tidak menghendakinya.
4.      Kematian adalah salah satu dari ketentuan Allah yang telah ditetapkan-Nya, dan pasti tidak akan dapat terelakkan jika Allah telah menentukan waktu, keadaaan, sebab dan juga tempat terjadinya kematian itu.
5.      Apa saja yang diperoleh yang berupa kebaikan (baik berupa karunia, kenikmatan, kelembutan, kasih sayang dan lain-lain) merupakan berasal dari Allah. Sedangkan apa saja bencana yang menimpa manusia, itu merupakan akibat dari dosa-dosanya.
6.      Iman terhadap qadha dan qadar sangat diperlukan dalam menghadapi berbagai masalah yang pasti akan kita temui contohnya dalam dunia pendidikan, dengan beriman kepada qadha dan qadar kita meyakini bahwa apa pun yang menimpa diri kita telah di atur oleh Allah dan tugas kita hanyalah berusaha.
7.      dalam proses belajar mengajar (dunia pendidikan) kita harus meyakini bahwa Allah SWT telah meggariskan kepada kita sesuatu yang baik dan kita tidak boleh berputus asa dari rahmatnya karena tugas kita hanyalah belajar , dan keputusan mengenai hasil dari usaha kita tersebut hanya Allah lah yang maha mengetahui.

















DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al Sheikh. Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 2. Kairo: Mu-assasah Daar al Hilaal, 1994
Departeman Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 2009
M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah. Volume 2. Jakarta: Lentera Hati, 2002



[1] Departemen Agama RI,  Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 2009), h. 68

[2] Departemen Agama RI,  Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 90
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), volume 2, h. 235
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 235-236
[5] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al Sheik, Tafsir Ibnu Katsir, (kairo: Mu-Assasah Daar Al Hilaal, 1994), jilid 2, h. 359.

[6] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al Sheik, Tafsir Ibnu Katsir, h. 358.
[7]Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al Sheik, Tafsir Ibnu Katsir, h. 359
[8]Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al Sheik, Tafsir Ibnu Katsir, h. 359


[1][1] Syaikh Shafiyyurahman al-Mubakfuri, Terjemahan Shahih Tafsir Ibnu Katsir, (Bogor : Pustaka Ibnu Katsir, 2006)  jilid 3, h. 270.
[2][2] Lumut adalah tumbuhan hijau atau kuning kecil-kecil yang banyak tumbuh dan berkelompok membentuk bantalan (hamparan) yang menyerupai beledu pada batu, kayu, tanah atau tembok yang lembab; kulat; bryophyta – ekor kuning ganggang, utriculatik flexuosa.
[3][3] Hamka, Tafsir al Azhar, (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1983) juzu’ 7, h. 113. 
[4][4] At-Thabrani, XI/256-258
[5][5] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Quran di Bawah Naungan Al-Qur’an, (Jakarta : Gema Insani,2004) jilid 4, h. 14.
[6][6] Hamka, Tafsir al Azhar…, h. 114.
[7][7] Syaikh Shafiyyurahman al-Mubakfuri, Shahih Tafsir Ibnu Katsir…, h. 271
[8][8] Bustami A. ghani, dkk, Al Quran dan Tafsirnya (Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1991) h. 87-88.
[9][9] Imam Jalaluddin al-Mahali & Imam Jalaluddin al-Suyuti, Tafsir Jalalain, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2005), h. 508-509.
[10][10] ‘Abdulmalik bin Muhammad bin’Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta : Pustaka Asy-Syafi’I, 1430 H / 2009 M) jilid 3, h. 145.
[11][11] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta : Lentera hati, 2002)  vol. 5, h. 616. 
[12][12] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Quran di Bawah Naungan Al-Qur’an, jilid 5…, h.364

Tidak ada komentar:

Posting Komentar