BAB II
KARAKTERISTIK AKHLAK KAUM SUFI
A. Akhlak-akhlak Kaum Sufi
Semua kaum sufi
sependapat, bahwa satu-satunya jalan yang dapat mengantarkan seseorang ke
hadirat Allah hanyalah dengan kesucian jiwa. Oleh karena itu jiwa manusia
merupakan refleksi atau pancaran dari zat Allah yang suci, maka segala sesuatu
itu harus sempurna (perfection) suci, sekalipun tingkat dan kesucian dan
kesempurnaan itu beervariasi menurut dekat dan jauhnya dari sumber aslinya.
Dalam pandangan kaum
sufi, ternyata manusia cenderung kepada hawa nafsunya. Manusia dikendalikan
oleh dorongan-dorongan nafsu pribadi, bukan manusia yang mengendalikan hawa
nafsunya
1.
Tawadhu
Salah satu akhlak mulia yang
menjadi fokus perhatian kaum sufi adalah tawadhu. Mereka antusias untuk
menerapkannya pada diri mereka sebagai bentuk peneladanan Rasulullah SAW. yang
merupakan model utama kaum mukmin dalam masalah tawadhu. Dalam menjalani
perilaku tawadhu kaum sufi menerapkan adab-adab al-Qur’an dan
mengimplementasikan tafsir mereka atas tawadhu yang terkandung dalam ayat:
ôÙÏÿ÷z$#ur y7yn$uZy_
Ç`yJÏ9 y7yèt7¨?$# z`ÏB úüÏZÏB÷sßJø9$#
ÇËÊÎÈ
Artinya :
“Dan rendahkanlah dirimu
terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman”. (QS. Asy-Syuara/26: 215)
Rasulullah SAW. telah memberi
arahan agar bersifat moderat dalam bertawadhu, yaitu tidak berlebih-lebihan
dalam merendahkan diri yang bisa membuat pelakunya direndahkan atau dilecehkan.
Beliau bersabda: ”Berbahagialah orang yang merendahkan diri tanpa membuatnya
terlecehkan dan orang yang menghinakan diri tanpa membuatnya sengsara.
2.
Al-Mudarah (lemah
lembut)
Al-mudarah berarti
mengendalikan diri ketika berinteraksi dengan orang lain dan ketika disakiti
oleh mereka. Dalam hal ini, kaum sufi meneladani Rasulullah SAW. yang
diriwayatkan tidak pernah menyakiti seorang pun.
Kaum sufi menerapkan perilaku lemah
lembut dalam lkehidupan pribadi dan publik mereka, atau dalam hubungan
mereka dengan keluarga dan masyarakat.
Dengan interaksi santun terhadap
manusia, mereka berarti cenderung terlibat dalam masyarakat dan tidak
mengucilkan diri dari pergaulan sosial, meskipun harus bersinggungan dengan
sebagian orang yang buruk perangainya.
3.
Pemaaf
Kaum sufi juga menghiasi diri
dengan sikap pemaaf, yaitu memaafkan orang yang berbuat jahat terhadap mereka.
Dalam hal ini, mereka terinspirasi oleh Rasulullah SAW. yang mewartakan bahwa
sikap pemaaf termasuk akhlak yang mulia.
Sikap pemaaf juga mereka
aktualisasikan dengan membalas kejahatan orang dengan berbuat baik kepadanya
sebab itulah budi dalam arti yang sesungguhnya, sedangkan jika tanpa itu maka
ia merupakan bentuk interaksi yang mirip dengan
praktik dagang (almutaajarah).
4.
Tobat
Tobat adalah meminta ampun yang tidak membawa kembali kepada dosa lagi. Langkah
pertama adalah tobat dari dosa kecil dan dosa besar. Tobat yang sebenarnya
dalam dunia tasawuf adalah lupa kepada segala hal kecuali
kepada Allah.
5.
Zuhud
Zuhud adalah menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berkaitan dengan
dunia. Ini merupakan
pendekatan penting dalam tahap awal perjalanan spiritual.
Untuk memantapkan tobat
calon sufi memasuki station zuhud. Zuhud merupakan langkah awal dalam
perjalanan untuk menuju kehidupan seorang sufi.
6. Wara
Wara yaitu meninggalkan segala sesuatu yang di dalamnya terdapat subhat
(keragu-raguan) tentang halalnya sesuatu. Dalam dunia tasawuf, kalau seseorang
telah mencapai wara, maka tangannya tak bisa diulurkan untuk mengambil yang di
dalamnya terdapat subhat.
7. Kefakir
Kefakiran dalam istilah sufi adalah
tidak meminta lebih daripada apa yang telah ada pada diri kita. Tidak meminta
rezeki kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban, bahkan tidak meminta
kendatipun tak ada pada diri kita
8. Sabar
Sabar dalam menjalankan perintah-perintah, dalam menjauhi larangan-larangan dan
menerima musibah, percobaan dan ujian yang ditimpakan-Nya
seraya menunggu
datangnya pertolongan Allah.
9. Tawakal
Tawakal yaitu berserah diri pada Allah. Sikap tawakal kaum sufi ialah menerima
pemberian dengan rasa syukur, kalau tidak dapat apa-apa bersikap sabar dan
menyerah kepada kada dan kadar Allah.
10. Kerelaan
Ridha atau kerelaan yaitu tidak menentang terhadap kada dan kadar Allah,
melainkan menerima dengan senang hati. Karena itu seorang sufi akan merasa
senang baik ketika menerima nikmat maupun ketika menerima malapetaka.
11. Mahabbah (cinta)
Yang dimaksud di sini adalah cinta kepada Allah yang ditampilkan dalam
bentuk kepatuhan tanpa reserve,
penyerahan diri secara total, dan pengosongan hati dari segala sesuatu kecuali
yang dikasihi, yaitu Allah. Hati yang mahabbah dipenuhi dengan cinta sehingga
tidak ada tempat untuk benci kepada apa dan siapapun. Ia mencintai Tuhan dan
segenap makhluk-Nya.
12. Makrifah
Makrifah berarti mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat
melihat Tuhan. Di station ini telah dekat sekali dengan Tuhan, tetapi ia belum
puas dengan berhadapan, ingin lebih dekat lagi dan bersatu Tuhan.
13. Al-Fana wal Baqa
Sebelum seorang sufi bersatu dengan Tuhan, terlebih dahulu ia harus
menghancurkan dirinya. Selama ia belum dapat menghancurkan dirinya, yaitu
selama ia masih sadar akan dirinya, ia tidak akan dapat bersatu dengan Tuhan.
Penghancuran itu disebut fana. Penghancuran dalam istilah sufi selalu
diiringi dengan baqa.
Fana yang dicari kaum sufi adalah penghancuran diri, yaitu hancurnya perasaan
dan kesadaran tentang adanya tubuh kasar manusia. Kalau sufi telah mencapai fana
an nafs, yaitu kalau wujud jasmaninya tak ada lagi (dalam arti tak
disadarinya lagi), maka yang akan tinggal adalah wujud rohaninya dan ketika itu
ia dapatlah bersama dengan Tuhan.
14. Al-ittihad
Dengan hancurnya
kesadaran diri seorang sufi, tinggallah kesadaran tentang Tuhan, ia pun sampai
ke tingkat ittihad, yaitu satu tingkat tasawuf di mana seorang sufi telah
merasa dirinya bersatu dengan Tuhan. Suatu tingkatan di mana yang mencintai dan
dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka memanggil yang
lainnya dengan kata-kata : wahai aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar